"Demokrasi yang dibidani kapitalisme mempunyai karakter dan kecacatan sejak lahir, sudah barang tentu demokrasi tak memiliki solusi mengatasi masalah apapun selain motif materi dalam setiap perbuatan dan sepak terjangnya seperti yang terjadi di Indonesia ini."
Oleh: Uqie Nai
(Alumni Branding for Writer)
NarasiPost.Com-Di tengah hiruk-pikuk penanganan wabah yang tak kunjung usai, masyarakat ketar-ketir dengan kehidupan yang semakin getir. Terungkap fakta mencengangkan terkait dana untuk masyarakat terdampak Covid-19 ternyata salah sasaran. Fakta ini ditemukan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terhadap Bantuan Produktif Usaha Mikro (BPUM) dan Program Indonesia Pintar (PIP).
Dikutip dari laman tirto.id (25/6/2021), Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyatakan penyaluran Bantuan Produktif Usaha Mikro (BPUM) yang dilaksanakan Kementerian Koperasi dan UKM dalam rangka penanganan dampak Covid-19 tidak tepat sasaran. Laporan Iktisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II Tahun 2020 BPK mencatat Rp1,18 triliun terdistribusi untuk 414.590 penerima bermasalah.
Penyaluran dana yang tidak tepat sasaran ditemukan dalam rincian berikut: 56 penerima BPUM berstatus sebagai aparatur sipil negara (ASN), TNI, dan Polri; 2.413 penerima BPUM dengan NIK yang sama menerima bantuan lebih dari satu kali; 29.060 penerima BPUM bukan usaha mikro; 144.802 penerima BPUM yang sedang menerima kredit atau pinjaman perbankan; 25.912 penerima BPUM sedang menerima kredit atau pinjaman KUR; 207.771 penerima memiliki NIK yang tidak sesuai dengan database Dukcapil; dan 8.933 penerima sudah meninggal dunia.
Tak kalah menggeramkan, BPK pun mengungkap dana tak tepat sasaran ditemukan pada pelaksanaan PIP, dan meminta Kemendikbud untuk mempertanggungjawabkannya. Menurut catatan BPK, dana bantuan PIP sebesar Rp2,86 triliun yang diberikan kepada sebanyak 5.364.986 siswa tidak tepat sasaran, karena diberikan kepada siswa yang tidak layak atau tidak diusulkan untuk menerima.
Selain itu, ada sebanyak 2.455.174 siswa pemilik KIP dan/atau yang berasal dari keluarga peserta PKH atau KKS kehilangan kesempatan karena tidak diusulkan dalam SK penerimaan bantuan PIP. (cnbcindonesia.com, 22/6/2021)
Pendataan Buruk, Akibat Sistem Lapuk
Penyaluran bantuan tidak tepat sasaran bukan kali ini terjadi di negeri ini. Masyarakat yang benar-benar membutuhkan nyatanya selalu gigit jari, karena jatahnya dinikmati orang yang tidak layak mendapat bantuan.
Sengkarut penyaluran bantuan ini bukan sekadar masalah teknis belaka atau ketidakpiawaian instansi terkait dalam memvalidasi data. Namun, ini adalah salah satu masalah yang muncul akibat diterapkannya sistem sakit bernama demokrasi kapitalistik.
Sistem demokrasi merupakan sistem yang cacat sejak ia lahir. Ia dibidani kapitalisme dengan sifat dasar yang dimilikinya untuk menjadikan demokrasi merusak segala sendi kehidupan, baik akidah, akhlak, ekonomi, sosial, budaya dan juga hukum.
Dengan karakter dan kecacatan sejak lahir, sudah barang tentu demokrasi tak memiliki solusi mengatasi masalah apapun selain motif materi dalam setiap perbuatan dan sepak terjangnya. Watak ini akan tercermin pada siapa pun yang mengambilnya sebagai pandangan hidup dan menerapkannya dalam lingkup negara.
Demikian pula halnya dalam urusan administrasi negara yang bersinggungan dengan data dan kondisi masyarakat, serta pemenuhan kebutuhan publik tak bisa dilepaskan dari manajemen yang buruk, dari hulu hingga hilir.
Imbasnya, pelaku UMKM kehilangan manfaat BPUM dan celah perilaku korup semakin terbuka. Sebut saja kehadiran pelaku-pelaku UMKM fiktif, pungutan liar saat mengurus surat keterangan usaha (SKU), dan pemanfaatan dana yang tidak diperuntukan untuk usaha. Lebih dari itu, dana yang diperuntukkan untuk rakyat malah berputar di pengusaha dan birokrat, sebagaimana program kartu kerja dan Indonesia pintar (PIP).
Sengkarut Dana harus Diatasi dengan Sistem Nyata
Penyaluran dana tak tepat sasaran adalah masalah sistemik yang bermula dari gagapnya pemerintah atasi wabah. Berbeda dengan Islam dan syariatnya. Islam sebagai pandangan hidup kaum muslim telah memiliki seperangkat aturan yang bisa mengatasi masalah apa pun dari akar hingga daunnya. Dari bangun tidur hingga bangun negara. Praktiknya, telah dicontohkan pada masa kepemimpinan Rasulullah Saw di Madinah, dan kepemimpinan berikutnya di era khalifah ar-Rasyidah.
Penanganan atas beragam urusan publik akan disolusikan negara, baik secara teknis maupun nonteknis (taqarrub ilalLah), baik kondisi normal atau saat diterpa wabah. Karena kepala negara adalah sosok sentral dalam upaya menghindarkan masyarakat dari dampak bencana alam, wabah atau meminimalisasinya. Maka segenap upaya akan dilakukannya agar masyarakat aman dan nyaman. Hal ini bisa terlihat dengan upaya negara memberi solusi sebelum terjadinya bencana, ketika masa tanggap darurat, masa pemulihan, hingga kehidupan kembali normal.
Sebelum terjadinya wabah, kepala negara senantiasa menjadikan keterikatan pada hukum syara' sebagai hal yang utama. Apa yang ada di alam semesta ini adalah milik Allah yang harus dijaga dari kerusakan hingga menyebabkan bencana, sebagaimana firman Allah dalam QS. ar-Rum: 41. Jika pun bencana akhirnya menimpa, kepala negara bersama rakyatnya akan menjadikannya sebagai ujian dan muhasabah.
Pun demikian saat terjadi wabah, kepala negara akan bersegera melakukan beberapa langkah di antaranya: lock down syar'i; social distancing melalui pemisahan yang sakit dan yang sehat ke tempat-tempat tertentu agar virus tidak menyebar, melarang siapa pun agar tidak mendekati orang sakit, melarang masuk dan keluarnya warga dari area terdampak wabah. Terlebih lagi warga di luar negara. Hal ini pernah dilakukan Rasulullah saat terjadi wabah lepra (kusta).
Masa tanggap darurat akan dilakukan negara melalui penerapan 3T (tracing, testing and treatment); menyuplai kebutuhan rakyat secara maksimal; menjamin pelayanan kesehatan gratis, nyaman dan optimal; mengerahkan dana negara dan daerah melalui Baitul Mal, hingga mengerahkan tenaga ahli untuk menemukan obat/vaksin penangkal virus.
Kondisi tanggap darurat yang dilakukan negara akan direalisasikan juga oleh pejabat negara di pusat maupun daerah. Memastikan tak ada satu pun individu terlewat dari pelayanan atau merasa ditelantarkan negara. Dana yang dialokasikan untuk masyarakat terdampak melalui departemen yang dibentuk negara, dapat dipastikan tidak salah sasaran. Manajemen pendataan dalam sistem Islam penuh ketelitian dan sarat amanah. Di sinilah fungsi raa'in pada diri pemimpin benar-benar terwujud.
"Al-imam itu adalah raa'in (pelayan). Dan ia bertanggung jawab atas apa yang menjadi tanggungannya (rakyat)." (HR. al-Bukhari)
Dengan kondisi tersebut di atas, tentu bukan hal mustahil keadaan normal, bebas wabah dan ketenteraman yang didamba umat segera terwujud. Aktivitas ekonomi, sosial dan pemerintahan akan berangsur pulih hingga stabil. Sebab, perlindungan nyawa manusia adalah prioritas utama dibanding ekonomi.
"…Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya.” (TQS. Al Maidah: 32)
Itulah fakta ketika kepemimpinan ada dalam genggaman syara'. Pemimpinnya, institusinya dan warga negaranya sama-sama ada dalam lingkaran kebaikan. Bahu membahu mengatasi wabah dengan penuh keimanan.
Beruntungnya umat memiliki sosok pemimpin adil, taat syariat, bertanggung jawab terhadap urusan umat, tanggap menyikapi masalah, serta cerdas dalam menyusun keuangan negara berikut penyalurannya.
Islam dan sosok ri'ayah su-unil ummah inilah yang mampu mengatasi sengkarut manajemen keuangan dan penyaluran dana ala demokrasi kapitalisme saat tegak kembali di tengah umat. Untuk itu, perjuangan kembalinya sistem tersebut butuh kerja nyata seluruh kaum muslim agar keburukan demokrasi dalam segala aspek kehidupan segera sirna.
Wallahu a'lam bi ash Shawwab.[]
Photo : Google
Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya. NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]