"Sistem Islam sangat diperlukan untuk menyelamatkan kaum perempuan agar tidak makin tereksploitasi baik fisik maupun psikisnya"
Oleh. Miliani Ahmad
( Kontributor Tetap NarasiPost.Com )
NarasiPost.Com-Kondisi mengerikan terus saja dirasakan kaum perempuan dalam peradaban kapitalisme. Tak hanya menjadi objek eksploitasi secara fisik, psikis perempuan pun kerap mengalami gejolak. Saat ini, di tengah kehidupan yang memisahkan agama dari kehidupan, perempuan kerap terintimidasi oleh berbagai tindakan kejahatan. Bayang-bayang hilangnya rasa aman terus saja menghantui kehidupan mereka. Tak hanya bagi mereka, tapi juga menjadi kekhawatiran bagi pihak-pihak yang memiliki amanah untuk menjaga mereka, seperti suami atau pun orang tua.
Setiap saat, pemberitaan media kerap menggambarkan kejahatan yang dialami oleh perempuan, mulai dari kasus pemerkosaan, pelecehan, kekerasan dalam rumah tangga, hingga kasus pembunuhan. Mirisnya lagi, kasus-kasus kejahatan tersebut menimpa perempuan dari berbagai latar belakang dan tingkatan umur yang berbeda. Tak terkecuali juga menimpa anak-anak perempuan.
Dalam perkembangannya, kasus kejahatan yang dihadapi oleh perempuan saat ini tak lagi dilakukan oleh orang-orang yang tak dikenal. Banyak di antara kasus-kasus yang ada, orang-orang terdekatlah yang melakukan kejahatan tersebut. Misal kasus ayah yang memperkosa anak kandungnya sendiri, suami yang melakukan kekerasan terhadap istri, paman yang mencabuli keponakan dan sebagainya.
Tentu hal ini menjadi kekhawatiran semua pihak. Apalagi kejahatan yang mengintai perempuan saat ini lebih dilatari oleh seksualitas. Data Kekerasan terhadap Perempuan (KtP) di ranah publik atau komunitas dari mitra layanan pada Catatan Tahunan (Catahu) tahun 2020 lalu menyebutkan kejahatan kekerasan seksual merupakan kasus yang paling menonjol. Dengan total 962 kasus yang terdiri atas kekerasan seksual lain sebanyak 371 kasus, pemerkosaan 229 kasus, lalu pencabulan dengan 166 kasus, pelecehan seksual yang mencapai 181 kasus, dan percobaan perkosaan dengan total 10 kasus. (komnasperempuan.go.id)
Kapitalisme Induk Kejahatan
Banyak pihak menuduh bahwa kejahatan yang menimpa perempuan saat ini lebih didominasi oleh lemahnya akhlak yang dimiliki individu. Tak salah, namun perlu dikaji ulang kembali. Sebab, kejahatan yang menimpa perempuan saat ini tak tersebab karena akhlak semata. Ada faktor lainnya yang menyebabkan kejahatan ini terus terjadi bahkan tak tahu kapan akan berhenti.
Kapitalisme yang memiliki asas sekularisme telah menjadikan corak kehidupan saat ini jauh dari nilai-nilai luhur. Masyarakat yang hidup di dalamnya tak lagi memiliki imunitas atau benteng untuk mempertahankan diri dari hal-hal yang mengantarkan pada kerusakan. Tak ada lagi pedoman sahih yang mampu menjadi sandaran dalam aturan interaksi antara perempuan dan laki-laki. Semuanya boleh dilakukan di bawah jargon kebebasan (liberalisme).
Tak hanya itu, kecacatan sistem kapitalis telah mengantarkan penduduk di negeri ini hidup dalam kubangan kemiskinan. Distribusi kekayaan menjadi tidak merata. Sebagian besar penduduk kesulitan untuk dapat memenuhi kebutuhan hidupnya, sementrara segelintir penduduk yang lain banyak menikmati akses kekayaan yang dimiliki negeri. Kondisi memprihatinkan ini telah menyeret kaum perempuan untuk memiliki andil menopang perekonomian keluarga. Dengan penuh keterpaksaan mereka harus meninggalkan rumah-rumah mereka, meski waktu kerjanya hingga malam hari. Hal ini tentu berisiko tinggi bagi keselamatan diri mereka.
Selain itu, ada banyak pula perempuan yang menjadi korban eksploitasi berbasis pornografi. Liuk lekuk tubuh mereka sering terkapitalisasi oleh kepentingan pihak kapital. Banyak yang tidak menyadari kondisi ini karena sering dianggap sebagai bentuk tuntutan pekerjaan. Bahkan secara berbondong-bondong perempuan dengan bangga menyodorkan diri mereka masuk dalam dunia industri produk yang menonjolkan sisi sensualitas.
Maraknya bisnis-bisnis pornografi tersebut semakin meniscayakan berkembangnya kejahatan seksual dalam masyarakat. Konten-konten iklan yang berbau pornografi begitu mudah ditemui. Apalagi tontonan-tontonan vulgar lainnya sangat mudah didapatkan di media mana pun, baik media mainstream maupun media sosial. Tak lagi sulit bagi siapa pun untuk bisa mengakses konten-konten tersebut, mulai dari orang dewasa hingga anak kecil sekali pun.
Perkembangan pornografi ini dianggap sebagai komoditi bagi kapitalisme. Dengan asas manfaatnya, kapitalisme berhasil memasarkan produk-produk yang berbau kepornoan di tengah masyarakat. Angka yang dihasilkan cukup fantastis dari bisnis ini. Setidaknya data pada tahun 2006 silam mengungkapkan bahwa penghasilan industri ponografi di seluruh dunia mencapai angka fantastis hingga 97,6 miliar dolar AS. Nilai angka yang sangat besar bagi sebuah bisnis esek-esek.
Dapat dibayangkan, jika bisnis bisa melaju dengan pesat, pastinya akan semakin menumbuhkan tindakan kejahatan terhadap perempuan. Kondisi mengerikan ini seharusnya dibarengi dengan adanya upaya kuratif. Namun sayangnya, kapitalisme tak mampu menunjukkan tajinya untuk memberantas perkembangan bisnis kotor tersebut. Meskipun sudah ada regulasi yang mengaturnya akan tetapi belum mampu menghilangkan gelombang kebangkitan bisnis pornografi.
Islam Melindungi Kehormatan Perempuan
Dalam kehidupan yang serba rusak saat ini, tentu mengharap pertolongan dari negara begitu sulit diharapkan. Regulasi-regulasi yang lahir belum mampu memberikan penyelesaian secara optimal. Bahkan angka-angka kejahatan yang menimpa perempuan bisa dikatakan cenderung mengalami kenaikan. Tentu kita tidak berharap bahwa kondisi ini akan terus berlangsung. Namun, jika tidak ada upaya perubahan mendasar dalam sistem bernegara, perlindungan terhadap keselamatan perempuan akan sangat sulit untuk diwujudkan.
Dalam Islam, setidaknya ada beberapa upaya yang bisa dilakukan oleh negara untuk melindungi nasib perempuan. Dengan penanganan multilayer yang dimulai dari institusi keluarga, masyarakat dan juga negara.
Pada institusi keluarga, Islam mewajibkan bagi orang tua untuk memberikan bekal pemahaman yang benar yang berkaitan dengan batasan aurat dan pola interaksi antara laki-laki dan perempuan terhadap anak-anak mereka. Orang tua setidaknya bisa memiliki pemahaman dalil yang berkaitan dengan perintah Allah tersebut. Dengan pemahaman tersebut, orang tua akan memiliki panduan dalam mendidik anak-anaknya yang dilandaskan pada kesadaran bahwa hal tersebut merupakan perintah Allah. Harapannya, anak-anak bisa dibina dengan pemahaman Islam yang dimulai sejak dini.
Sudah menjadi kewajiban orang tua untuk menjaga keselamatan anak-anaknya dunia dan akhirat. Bukan hanya bekal materi namun bekal spiritual wajib ditanamkan dalam diri anak-anak mereka. Bukankah anak-anak tak selamanya menyertai orang tua? Akan tiba masa ketika anak-anak akan keluar dari rumah tanpa pengawasan rutin dari orang tua. Dengan bekal iman yang cukup, anak-anak akan memiliki kemampuan untuk melindungi diri mereka dari hal-hal yang membahayakan di kemudian hari.
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا قُوْٓا اَنْفُسَكُمْ وَاَهْلِيْكُمْ نَارًا وَّقُوْدُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلٰۤىِٕكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَّا يَعْصُوْنَ اللّٰهَ مَآ اَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُوْنَ مَا يُؤْمَرُوْنَ
“Hai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu dan juga keluargamu dari api neraka yang berbahan bakar manusia dan batu; penjaganya adalah malaikat-malaikat yang kasar, dan keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang Allah perintahkan kepada mereka dan selalu melaksanakan apa yang diperintahkan.” (Q.S at-Tahrim: 6)
Selanjutnya, upaya perlindungan terhadap perempuan dalam masyarakat. Masyarakat yang lahir dari rahim kapitalisme adalah masyarakat yang individualis. Rasa untuk saling melindungi, berangsur tergerus oleh pandangan kemaslahatan yang diajarkan kapitalisme. Berbeda dengan Islam. Dalam pengaturannya, Islam telah memberikan panduan bahwa masyarakat yang baik adalah masyarakat yang saling mempedulikan keselamatan satu sama lain. Dengan pengibaratan yang indah, Islam mengajarkan masyarakat agar tidak mementingkan dirinya sendiri.
“Perumpamaan manusia yang mengingkari adanya kemungkaran dan manusia yang terjerumus dalam kemungkaran adalah bagaikan keadaan suatu kaum yang berundi di dalam sebuah kapal. Kemudian ada sebagian yang berada di bagian atas dan sebagian lagi yang berada di bagian bawah kapal tersebut. Yang berada di bagian bawah saat ingin mengambil air, mereka harus melewati orang-orang yang ada di atasnya. Mereka berkata, “Andaikan kita membikin lubang saja hingga tidak mengganggu orang-orang yang berada di atas kita.” andaikan yang berada di atas membiarkan orang-orang bagian bawah menuruti keinginannya, niscaya semuanya akan binasa. Akan tetapi, jika orang di bagian atas melarang orang-orang di bagian bawah berbuat demikian, maka niscaya mereka selamat dan selamat juga seluruh penumpang kapal itu.” (HR. Bukhari no. 2493)
Begitulah seharusnya kondisi masyarakat. Jika menemukan kerusakan, maka masyarakat harus berupaya memperbaikinya. Salah satunya adalah dengan cara giat melakukan amar ma’ruf nahi munkar. Aktivitas ini merupakan aktivitas yang mulia. Aktivitas ini pun akan mampu menjaga perempuan dari berbagai macam kejahatan. Jika melihat ada perempuan yang bakal menjadi korban kejahatan, maka masyarakat wajib untuk menyelamatkannya.
Perlindungan lapis ketiga adalah dengan memaksimalkan fungsi negara. Negara memiliki kewenangan penuh untuk menghapus semua faktor-faktor yang bisa menyengsarakan perempuan. Di bidang ekonomi misalnya, negara memiliki kewajiban untuk menjamin terpenuhinya kebutuhan dasar rakyatnya dengan akses yang mudah, seperti menyediakan lapangan pekerjaan bagi laki-laki agar mereka mampu mencukupi kebutuhan keluarganya. Dengan mekanisme ini, perempuan tak dituntut untuk terlibat dalam pemenuhan ekonomi keluarga. Jika pun mereka ingin bekerja tentu landasannya bukan untuk menambal kekurangan uang belanja, akan tetapi lebih kepada optimalisasi peran demi meninggikan kalimat Islam.
Selain sistem ekonomi yang mesti ditegakkan berdasarkan hukum Islam, sistem-sistem pengaturan kehidupan lainnya pun juga mesti diperhatikan. Di bidang sosial, negara wajib mengatur interaksi masyarakatnya sesuai syariah. Interaksi yang terjadi antara laki-laki dan perempuan haruslah interaksi yang berlandasakan ta’awwun (tolong-menolong) dan bukan interaksi jinsiy (seksual).
Peredaran konten-konten membahayakan pun juga wajib dihilangkan. Regulasi kebijakan harus jelas. Negara tidak boleh mengedepankan alasan ekonomi sehingga membiarkan konten-konten tersebut bisa beredar bebas di tengah masyarakat. Begitupun pemikiran-pemikiran kufur yang masuk ke dalam negara wajib difilter agar keselamatan perempuan dan generasi bisa terjaga.
Yang tak kalah penting adalah bagaimana negara mampu menegakkan sistem sanksi agar kejahatan terhadap perempuan bisa teratasi. Sanksi yang diberlakukan haruslah memberi efek jera, sehingga masyarakat tridak berani melakukan perbuatan serupa. Pastinya, hukum tidak boleh tumpul ke atas tapi tajam ke bawah. Demikianlah, solusi yang ditawarkan Islam untuk menjamin keselamatan dan kehormatan perempuan. Saatnya umat kembali kepada Islam sebagai satu-satunya jalan bagi terwujudnya keselamatan dunia dan akhirat. Bukankah Islam itu berarti agama keselamatan?
Wallahua’lam bish-showwab[]
Photo : Google
Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya. NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]