"Covid -19 sebagai alarm untuk segera meninggalkan sistem thagut berupa kapitalisme sekularisme dan menggantinya dengan Khilafah Islamiyah.Keberadaan institusi politik, yakni Khilafah hanya bisa diwujudkan ketika para pemimpin dunia Islam bersatu dalam ukhuwah yang terikat dengan akidah Islam"
Oleh: Miladiah al-Qibthiyah
( Kontributor Tetap NarasiPost.Com )
NarasiPost.Com-Karut-marut penanganan pandemi Covid-19 telah menyita perhatian dunia. Wabah coronavirus yang berlangsung kurang dari dua tahun ini rupanya belum memberikan tanda akan berakhir. Penyebaran virus corona kian hari kian bertambah secara global. Hal ini diperparah dengan kondisi 5 negara dengan kasus Covid-19 tertinggi, salah satunya adalah kasus baru di Malaysia pecah rekor selama dua hari berturut-turut.
Berdasarkan data Worldometers hingga Minggu (11/072021) pagi, total kasus Covid-19 di dunia terkonfirmasi sebanyak 187.235.846 (187 juta) kasus. Dari jumlah tersebut, sebanyak 171.219.070 (171 juta) pasien telah sembuh, dan 4.042.145 orang meninggal dunia. Selain itu, mengacu pada Pembaruan Epidemiologis Mingguan Tentang Covid-19 yang WHO rilis Selasa (6/7) lalu, kasus baru virus corona global naik 3% di pekan terakhir Juni menjadi 2,68 juta infeksi dibanding minggu sebelumnya.
Demikian parahnya. Kasus Covid-19 di Indonesia rupanya tak kalah mencengangkan. Negeri yang merupakan salah satu mayoritas muslim terbesar ini masuk ke dalam lima besar negara dengan kasus tertinggi di dunia pada periode 28 Juni-4 Juli lalu. Kembali memecah rekor dunia, Indonesia memimpin pertambahan Covid-19 pada Kamis (8/7/2021). Indonesia memiliki kontribusi sekitar 20% dengan 38.391 kasus baru.
Betapa situasi dunia telah berada diambang kehancuran. Seiring dengan meledaknya kasus pertambahan Covid-19 di berbagai penjuru telah memberi sinyal kuat bahwa sebuah peradaban yang menjadi kiblat negara-negara di dunia tak mampu menyelesaikan persoalan pandemi. Bagaimana tidak? Langkah penyelesaian wabah coronavirus bukannya memberi angin segar, tetapi justru perlahan membawa pada matinya nafas kehidupan.
Kemunculan coronavirus sejak awal di Wuhan yang kemudian ditetapkan sebagai pandemi oleh WHO, hingga merebak di berbagai belahan dunia sepatutnya menjadi jalan menuju aktivitas muhasabah secara global. Sayangnya, situasi pandemi di mata sebagian penduduk bumi dianggap sebagai sebuah konspirasi. Di sinilah urgensitas keberadaan perisai sebagai satu-satunya tempat berlindung dari segala bentuk kejahilan. Akhirnya muncul sebuah pertanyaan, mampukah sang perisai diwujudkan di tengah karut- marutnya situasi dunia?
Jatuh Bangun Melawan Pandemi
Disadari atau tidak lonjakan kasus Covid-19 belum menunjukkan tanda-tanda melandai. Seiring dengan adanya sinyal waspada terhadap gelombang II infeksi virus corona, dunia dihadapkan dengan berbagai macam permasalahan. Tak terkecuali Indonesia yang begitu memprihatinkan. Alih-alih memikirkan nasib rakyat, pemerintah justru menjadikan sektor ekonomi sebagai pertimbangan utama dalam memulihkan kondisi negara pasca pandemi. Memang benar, pandemi telah memukul telak perekonomian dunia, tak terkecuali di Indonesia. Namun, roda ekonomi tak memiliki arti apa-apa jika para penggerak ekonomi perlahan mati akibat karut-marut penanganan pandemi.
Langkah penguncian wilayah secara total pun tak serius dijalankan. Akibatnya, varian delta tanpa permisi menerjang wilayah ibu kota, bahkan hampir mendominasi di seluruh wilayah Indonesia. Ibarat sebuah pintu, Indonesia mengalami kebobolan pasca masuknya ratusan WN India ke Indonesia dengan alasan menghindari tsunami Covid.
Seharusnya kasus Covid-19 India membuat pemerintah Indonesia memperketat penjagaan di setiap titik sentral yang berpeluang masuknya warga negara asing yang berpotensi membawa virus. Namun, pemerintah tetap menjalankan titah WHO atau organisasi kesehatan dunia agar negara tidak menutup pintu masuk bagi perjalanan internasional selama pandemi.
Lonjakan kasus Covid-19 juga diperparah oleh oknum pejabat daerah yang ikut serta dalam kerumunan di berbagai acara hajatan. Alih-alih menindak tegas, mereka justru membiarkan kerumunan terjadi dengan mengabaikan prokes. Alhasil, dalam waktu singkat korban virus corona meningkat, membuat sistem kesehatan Indonesia kolaps. Selain banyaknya para nakes yang tumbang, rumah sakit pun tak mampu lagi menampung pasien. Parahnya lagi, angka kematian warga negara disebabkan kelangkaan tabung oksigen meningkat.
Melihat coronavirus yang semakin mengganas, maka disimpulkan bahwa Indonesia sedang mengalami masa kritis dalam menangani pandemi Covid-19. Upaya pemerintah dalam mengantisipasi terjadinya skenario terburuk, pada akhirnya mengambil jalan terakhir dengan mengimbau seluruh perangkat pemerintahan agar memasifkan doa bersama, dimulai dari skup terkecil yakni dalam ranah keluarga. Bukankah ini pertanda bahwa manusia butuh pertolongan Allah untuk menghadapi wabah?
Saatnya Pemimpin Dunia Islam Bersatu
Situasi pandemi yang tak terkendali sejatinya adalah sebuah peringatan dari Sang Maha Kuasa. Berbagai langkah yang ditempuh untuk mengakhiri pandemi, baik skala nasional maupun internasional, dengan melibatkan bantuan negara adikuasa rupanya tak mampu memukul balik pasukan tentara Allah, virus Corona. Hingga kini, pasukan tentara Allah tak kasat mata itu malah semakin masif memorak-porandakan dunia.
Padahal sederhana saja. Kehadiran coronavirus adalah bukti manusia tidak memiliki kekuatan apa pun. Seabrek harta dan kekayaan yang mereka miliki juga tak mampu menyelamatkan mereka dari ancaman virus Corona. Maha Kuasa Allah menampakkan bahwa sistem yang sedang mendominasi dunia saat ini tidak mampu mengakhiri pandemi. Bukankah ini alarm untuk segera meninggalkan sistem thagut berupa kapitalisme sekularisme yang dengan pongah mengambil posisi Ilahi dalam mengatur kehidupan di bumi?
Allah Swt. berfirman yang artinya, "Apakah engkau tidak memperhatikan orang-orang yang mengaku dirinya telah beriman kepada apa yang diturunkan kepada engkau dan kepada apa yang diturunkan sebelum engkau? Mereka hendak berhakim kepada thagut, padahal mereka telah diperintah mengakhiri thagut itu. Dan syaithan bermaksud menyesatkan mereka dengan penyesatan yang sejauh-jauhnya." (QS. An-Nisa': 60)
Sejak runtuhnya terpal dunia Islam, umat di berbagai belahan dunia didera krisis yang tak pernah habis. Saat ini telah tampak di depan mata berbagai krisis multidimensi akibat pandemi. Maka satu-satunya jalan memulihkan keadaan dunia adalah dengan mewujudkan suatu kepemimpinan umum bagi seluruh umat muslim di dunia. Sebuah institusi politik dengan tujuan melanjutkan kehidupan Islam dengan menegakkan hukum-hukum syariat Islam hingga tersebar ke seluruh penjuru dunia.
Keberadaan institusi politik, yakni Khilafah hanya bisa diwujudkan ketika para pemimpin dunia Islam bersatu dalam ukhuwah yang terikat dengan akidah Islam. Sebab, seorang muslim adalah saudara bagi muslim yang lain. Mereka harus bersatu mewujudkan janji Allah akan kembalinya masa kehidupan Islam. Tanpa kehidupan Islam, mustahil mewujudkan tatanan kehidupan yang baik yang akan membebaskan masyarakat dari cengkeraman kapitalisme di berbagai aspek kehidupan, termasuk dalam penyelesaian pandemi.
Saatnya pemimpin dunia Islam bersatu meninggalkan kejahiliyaan modern, yakni demokrasi yang menjadi biang kerok munculnya berbagai problem kehidupan. Mereka harus mengakui bahwa dirinya mencintai Allah Swt. dan wajib mengambil jalan yang benar, yakni menjalankan syariat Islam sesuai suri teladan Rasulullah Saw.
Allah Swt. berfirman, "Katakanlah: "Apabila kamu benar-benar mencintai Allah, ikutilah jalanku niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu." (QS. Ali Imran:31)
Karut-marut penyelesaian wabah hanya bisa diatasi secara tuntas ketika setiap pemimpin di dunia Islam sadar untuk mendukung bahkan bergabung dengan saudara muslim di belahan dunia lain dengan ikhlas dan penuh kesungguhan berjuang secara bersama-bersama untuk menegakkan syariah dari Sang Pencipta, yakni Allah Swt, dalam naungan Khilafah. Wallaahu a'lam bi ash-shawab.[]
Photo : google
Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya. NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]