RUU KUHP Hanya Ilusi, Bukan Solusi

"Tingginya tindak kekerasan suami terhadap istri menyebabkan pemerintah mengeluarkan kebijakan dengan adanya RUU-KUHP 2019 dalam rumusan pasal 479 dengan ancaman pidana."


Oleh: Siti Zulaikha, S.Pd
(Aktivis Muslimah dan Pegiat Literasi)

NarasiPost.Com-Masyarakat kembali diresahkan dengan delik krusial yang terdapat dalam RUU KUHP 2019. Bagaimana tidak, dalam RUU-KUHP 2019 tersebut semakin meluaskan definisi perkosaan, salah satunya perkosaan suami terhadap istrinya. Hal ini tertuang dalam rumusan pasal 479 dimaksudkan agar konsisten dengan pasal 53 UU nomor 23 tahun 2004 tentang PKDRT, yaitu tindak pidana kekerasan seksual berupa pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan terhadap istri atau suami. (detik.com, 14/06/2021)

Dalam pasal 49 KUHP disebutkan bahwa setiap orang yang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seseorang bersetubuh dengannya, maka akan dipidana karena melakukan pemerkosaan, dengan pidana penjara paling lama 12 tahun.

Tindak pidana pemerkosaan itu antara lain, perbuatan persetubuhan dengan cara kekerasan, memaksa seseorang karena orang tersebut percaya bahwa orang yang disetubuhinya itu merupakan suami atau istrinya yang sah. (CNNIndonesia, 16/06 2021)

Dengan definisi yang tercantum dalam pasal 49 ayat 1, maka bisa saja seorang suami dapat dikatakan memerkosa istrinya, apabila si istri sedang tidak mau berhubungan badan dan si suami melakukan kekerasan. Sebagaimana yang pernah terjadi di Denpasar tahun 2015 lalu, yaitu seorang suami yang memaksa istrinya untuk melayaninya, sedangkan kondisi istrinya sedang sakit setelah itu istrinya meninggal.

Komisioner Komnas Perempuan, Theresia Iswarini, menjelaskan bahwa berdasarkan Catatan Tahunan 2021, jumlah laporan terkait pemerkosaan terhadap istri sebanyak 100 kasus di tahun 2020. Sedangkan tahun 2019, kasusnya mencapai 192 yang dilaporkan. (Detiknews, 15/7/2021).

Menurutnya, tingginya angka tersebut karena adanya anggapan di tengah-tengah masyarakat bahwa dalam hubungan suami istri tidak ada yang namanya pemerkosaan. Sehingga pandangan seperti itu terus berkembang dan menjadikan istri memaklumi pemerkosaan, tambah Iswarini.

Tidak bisa dipungkiri, semakin hari kasus kekerasan terhadap perempuan semakin mengkhawatirkan. Hal ini menuntut penyelesaian segera, namun menjadikan pasal 49 KUHP sebagai solusi terlepasnya istri dari perkosaan suami tentu tidak sesederhana itu. Tindak kekerasan suami terhadap istri tak semata-mata karena kesalahan sang suami, namun juga terkait dengan problem lainnya, misalnya terjadinya krisis problem ekonomi yang menyebabkan problem dalam keluarga tak kunjung usai dan masih banyak lagi masalah lainya, terutama sistem yang diterapkan saat ini, yaitu kapitalis-sekuler.

Sistem yang berdiri atas dasar pemisahan agama dari kehidupan menyebabkan himpitan ekonomi dan krisis. Akibatnya para suami sebagai pencari nafkah terus berada dalam kehidupan yang berat, lebih-lebih ketika pandemi saat ini. Para suami merasa kering rasa kasih sayang dan pengertian, sementara istri merasa diperkosa.

Ditambah lagi, sistem pendidikan yang diterapkan adalah sistem pendidikan sekuler, sehingga menyebabkan banyaknya masyarakat yang minim akan pemahaman tentang ilmu pernikahan yang sesuai syariat. Akibatnya dalam menjalani kehidupan pernikahan tidak didasari oleh mahabbah fillah (saling mencintai karena Allah). Akhirnya tidak terjalin interaksi suami dan istri layaknya persahabatan yang penuh kebahagiaan dan ketentraman.

Sementara masyarakat sendiri kehilangan fungsi kontrol akibat individualisme yang mengikis budaya amar ma'ruf nahi mungkar. Sedangkan negara yang fungsinya sebagai pengurus rakyat tidak lagi menjalankan fungsinya, namun beralih menjadi pengurus dan penjaga kepentingan asing dan pengusaha. Sibuk mengobral kekayaan alam negara pada korporasi nasional maupun internasional. Jadi sudah jelas bahwa sistem kapitalisme Inilah penyebab runtuhnya ketahanan keluarga.

Namun berbeda jika sistem Islam yang diterapkan. Islam adalah satu-satunya sistem yang memberikan perlindungan pada perempuan dari tindakan kekerasan dalam rumah tangga. Islam menjamin pemenuhan hak dan kewajiban suami istri secara benar sesuai dengan syariat Islam, maka jika ada yang menistakan salah satu pihak berarti sama saja sedang melanggar syariat Allah Swt.

Islam mendorong laki-laki ataupun perempuan menikah atas dasar agamanya bukan hartanya, keturunannya atau fisiknya. Karena keimanan ibarat sebuah bangunan yang menjadi pondasi. Keimanan adalah pondasi awal yang paling utama dalam mengarungi bahtera rumah tangga.

Syekh Taqiyuddin an Nabhani menjelaskan dalam bukunya yang berjudul "Sistem Pergaulan dalam Islam", bahwa pergaulan antar suami-istri ialah pergaulan yang dapat memberikan kedamaian dan ketentraman satu sama lain. Karena kedamaian dalam keluarga merupakan dasar ketenteraman dari kehidupan suami istri. Jika seorang suami yang tidak menyukai sesuatu dari istrinya lalu bersabar atas istrinya, juga sebaliknya seorang istri yang tidak menyukai sesuatu dari suaminya lalu bersabar atas suaminya, hal itu akan menjadi pembasuh dosa keduanya.

Islam juga menganjurkan agar masing-masing dari anggota keluarga lebih mengedepankan melaksanakan kewajibannya daripada menuntut haknya, sehingga dalam kehidupan rumah tangga tercapai keluarga bahagia, sakinah mawaddah warahmah.

Dari sinilah pentingnya keberadaan negara dalam menanamkan pemahaman Islam kafah kepada masyarakat melalui pendidikan yang memiliki kurikulum berbasis Islam. Dan ini bisa terwujud jika sistem yang diterapkan adalah sistem pemerintahan Islam, yakni Khilafah Islamiyah.

Allahu a’lam biasshawab.[]


Photo : Google 

Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Previous
Karya Terbaik
Next
Keadilan, Angan Kosong dalam Sistem Demokrasi
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram