“ Wahai sekalian manusia, penyakit ini menyebar layaknya kobaran api. Jaga jaraklah dan berpencarlah kalian dengan menempatkan diri di gunung-gunung.”
(‘Amr bin Al-Ash )
Oleh. Dia Dwi Arista
NarasiPost.Com-Melonjaknya kasus Covid-19 di Indonesia, menjadi indikasi bahwa gelombang kedua sudah di depan mata. Dimulai dari setelah libur lebaran, dan ditambah masifnya warga negara asing yang masuk, ditengarai menjadi sebab terbukanya gelombang kedua di Indonesia.
Sebagaimana yang lalu, ketika terjadi lonjakan signifikan, pemerintah segera mengeluarkan jurus-jurus andalan dengan berbagai istilah. Kali ini PPKM darurat menjadi pilihan. Program baru ini mulai berlaku pada tanggal 3-20 Juli 2021 di Jawa dan Bali. Program-program yang terdapat di PPKM mikro sebelumnya di perketat pada PPKM darurat ini. Namun, di tengah usaha rakyat mematuhi aturan baru, rakyat terhianati dengan masuknya puluhan WNA asal Cina. Sebanyak 20 TKA (Tenaga Kerja Asing) dari Cina mendarat di Bandara Internasional Sultan Hasanuddin, Maros, Sulawesi Selatan, pada Sabtu, 3 Juli 2021, tepat pada hari pertama diberlakukannya PPKM darurat dan di tengah gelombang naiknya Covid-19. (cnnindonesia.com, 4/7/2021)
Bukan hanya kali ini, namun berkali-kali banyak warga yang menyayangkan kebijakan pemerintah. Seolah aturan yang mereka buat tak bertaji jika dibandingkan dengan kepentingan kapitalis. Semua hal bisa dinegosiasikan jika berhubungan dengan para pemodal. Negeri ini seperti tunduk di bawah kaki kapitalis.
Ketat di Dalam, Longgar di Luar
Mungkin kalimat yang pas untuk kebijakan yang selalu terulang adalah ketat di dalam longgar di luar. Sejak Indonesia dilanda covid tahun lalu, TKA dan WNA selalu lolos melenggang keluar masuk dalam negeri ini. Ditambah dengan peraturan karantina yang tidak sesuai standar SOP kesehatan. Hanya 8 hari karantina. Padahal harusnya dibutuhkan waktu 14 hingga 21 hari untuk menjalani karantina.
Masyarakat Indonesia saja diharuskan mematuhi PPKM darurat di tengah keterbatasannya. Dengan segala konsekuensi hukum jika melanggar, dari sanksi denda hingga penjara. Tapi dengan mudah TKA masuk dan diberi banyak kelonggaran.
Kebijakan buka penerbangan dari luar adalah kebijakan kontraproduktif dan tidak efektif dengan usaha pemerintah menekan lonjakan kasus. Apalagi banyak virus impor yang sudah masuk ke Indonesia, seperti Delta, Alpha, Beta, dan Kappa. Jika tetap dibiarkan strain-strain baru akan terus muncul dan tak terkendali. Masalahnya adalah meski sudah berjibaku selama setahun lebih dengan virus ini, Indonesia masih belum siap dan mampu dalam menangani pandemi. Bukan karena kurangnya profesionalitas para petugas medis. Namun ketersediaan rumah sakit, peralatan bantu, dan dana yang menjadi ganjalan. Hingga banyak rakyat yang antre masuk RS dalam kondisi kritis, bahkan harus meregang nyawa di perjalanan maupun di pelataran rumah sakit, miris!
Pemerintah harusnya tegas dalam masalah pembukaan gerbang penerbangan dari luar negeri, apa pun alasannya. Kekonsistenan pemerintah sangat dibutuhkan agar varian baru tidak terus merangsek ke dalam negeri. Indonesia harusnya sudah mempunyai rencana mitigasi pandemi, salah satunya adalah menutup potensi masuknya virus kedl dalam negeri. Jika tidak ada ketegasan, sampai kapan pemerintah membuat jurus-jurus baru dengan istilah baru?
Mitigasi Islam Atasi Pandemi
Islam punya solusi, sebab agama ini tidak hanya sebatas peribadahan, namun Islam adalah way of life bagi seluruh umat manusia dengan menerapkan Islam menjadi sistem negara. Syariat Islam dapat mencegah dan menyelesaikan segala permasalahan secara paripurna.
Dalam masalah penyelesaian pandemi, Islam telah memiliki track record keberhasilan yang susah didapat bahkan pada masa modern saat ini. Dimulai dengan sabda Nabi Muhammad tentang penyelesaian dan pencegahan meluasnya wabah di tengah masyarakat. Nabi bersabda, “Jika kalian mendengar tentang wabah di suatu negeri, maka janganlah kalian memasukinya. Tetapi jika terjadi wabah di tempat kalian berada, maka jaganlah kalian meninggalkan tempat itu.” (HR. Bukhari)
Berdasarkan hadis di atas, akan diberlakukan karantina wilayah pada tempat yang terkena wabah, dan isolasi bagi masyarakat yang terkena wabah, penderita akan diisolasi pada tempat khusus yang jauh dari permukiman warga yang sehat. Ketika diisolasi, orang yang sakit diperiksa dengan mendetail, kemudian diobati hingga sembuh total. Hal ini bisa mengantisipasi tersebarnya wabah secara luas, sekaligus menyelesaikan wabah di tempat munculnya.
Tak hanya pada masa kepemimpinan Nabi yang terjadi wabah di daratan Arab. Ketika Umar bin Khattab menjabat sebagai Khalifah pun pernah terjadi wabah di daerah Syam. Wabah Amwas yang saat itu menimpa Syam adalah sebuah penyakit menular dengan benjolan di seluruh tubuh, jika pecah maka akan mengakibatkan perdarahan. Wabah ini memakan korban hingga 20 ribu orang, adapun di tengah mereka terdapat sahabat-sahabat Nabi seperti Abu Ubaidah, Muadz bin Jabal, Suhail bin ‘Amr yang ikut menjadi korban. Hingga akhirnya ‘Amr bin Al-Ash menjabat sebagai Gubernur Syam. Dengan kecerdasannya, beliau berhasil mengatasi wabah tersebut. Tentu dengan bimbingan hadis-hadis nabi tentang wabah, dan pengamatan luar biasa. Beliau berkata, “ Wahai sekalian manusia, penyakit ini menyebar layaknya kobaran api. Jaga jaraklah dan berpencarlah kalian dengan menempatkan diri di gunung-gunung.”
Hebatnya Islam, tak hanya menyembuhhkan secara fisik, Islam juga memberi reward lain ketika Allah berkehendak. Dengan reward ini, keadaan psikologis dari penderita akan tenang. Karena layaknya perang, sembuh ataupun gugur akan tetap mendapat keberkahan. Nabi bersabda,
“Tha’un adalah azab yang ditimpakan kepada siapa saja yang Dia kehendaki. Kemudian ia jadikan rahmat kepada kaum mukminin. Maka, tidaklah seorang hamba yang dilanda wabah lalu ia menetap di kampungnya dengan penuh kesabaran dan mengetahui bahwa tidak akan menimpanya kecuali apa yang Allah tetapkan, baginya pahala orang yang mati syahid.” (HR. Bukhari dan Ahmad).m
Demikianlah cara Islam mengatasi dan mencegah wabah agar tidak meluas. Dengan memahami potensi virus, yakni menyebar pada satu manusia ke manusia lainnya. Maka karantina dan sosial distancing sangat diperlukan. Ketegasan pemerintah juga menjadi faktor yang berpengaruh bagi keberhasilan penyelesaian pandemi. Selain mengatur agar manusia yang terkena wabah diisolasi, negara juga harus memenuhi segala kebutuhan masyarakat yang terdampak wabah. Hingga masyarakat tidak melanggar ketentuan isolasi hanya untuk memenuhi kebutuhan dasarnya. Allahu a’lam bis-showwab.[]
Photo : Google
Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya. NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]