PPKM Ciderai Kepercayaan Rakyat

"Longgarnya PPKM bagi warga asing akan memperparah situasi dan kondisi. Lantas dimana keefisienan pengetatan mobilitas masyarakat dalam negeri pada masa PPKM, jika mobiltas masyarakat asing dibukakan pintu lebar-lebar, diberikan karpet merah dan disambut dengan gegap-gempita?"


Oleh. Rita Handayani
Penulis dan Pemerhati Publik

NarasiPost.Com-Iduladha sebentar lagi tiba. Peringatan hari besar Islam, hari raya Idulkurban 2021 diperkirakan jatuh pada Selasa, 20 Juli 2021, bertepatan dengan pandemi Covid-19 yang semakin mengganas dan turunnya kebijakan pemerintah terkait PPKM Darurat. Rakyat pun bertanya-tanya, bagaimana pelaksanaannya? dalam unggahannya di twitter, Ketua MUI, Cholil Nafis, menjawab bahwa "Masyarakat harus menaati Allah, Rasul-Nya, dan pemerintah" ungkapnya.
Yang mana telah diketahui sebelumnya, pemerintah telah memutuskan untuk meniadakan salat Iduladha, takbiran, dan pembatasan penyembelihan hewan kurban di wilayah yang terkena PPKM (Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat) darurat, yakni Jawa dan Bali (pikiran rakyat.com, 4/7/2021)

Meski, MUI tetap mendukung kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah. Namun sebagian besar masyarakat masih tetap merasa keberatan. Pasalnya, pada saat yang sama TKA (Tenaga Kerja Asing) yang berasal dari Cina berdatangan. Dalam keterangan tertulis yang dikutip detikcom, Senin (5/7/2021), Jenderal Imigrasi, Arya Pradhana Anggakara, mengatakan "20 TKA tersebut merupakan calon tenaga kerja asing yang akan bekerja dalam rangka uji coba kemampuan dalam bekerja di Proyek Strategis Nasional PT.Huady Nickel-Alloy Kabupaten Bantaeng Sulawesi Selatan."

Tak dipungkiri lonjakan kasus pesakit dan kematian akibat pandemi Covid-19 semakin mencemaskan. Jumlah warga yang terpapar rata-rata di atas 30 ribu kasus perhari. Layanan kesehatan kolaps. Pasien di rumah sakit bertumpuk, bahkan tak mampu lagi ditampung, hingga tenda-tenda darurat didirikan untuk menangani pasien Covid-19, sebagian lagi diminta untuk perawatan isolasi mandiri di rumah masing-masing. Tenaga kesehatan juga ikut ambruk. Sebagian ikut jatuh sakit, hingga isolasi mandiri. Sebagian lagi wafat.

Nasib pasien Covid yang melakukan isolasi mandiri di rumah juga tak kalah memprihatinkannya. Sejumlah pasien meninggal, karena tidak ada perawatan yang memadai untuk mereka. Antrean di pemakaman dengan protokol Covid-19, turut mengkhawatirkan. Peti jenazah banyak kekurangan. Hingga Pemda harus menambah lahan pemakaman baru untuk memakamkan jenazah korban Covid-19 yang terus bertambah.

Mobilitas masyarakat pada saat momen Idulfitri kemarin, ditengarai menjadi salah satu penyebab lonjakkan Covid saat ini. Ditambah dengan kepatuhan terhadap prokes yang masih sangat rendah. Dengan PPKM darurat ini, ketika tidak hanya pengetatan dalam mobilitas masyarakat, namun juga pemberian sanksi pidana penjara dan denda bagi yang melanggar, pemerintah berharap bisa mengendalikan situasi.

Akan tetapi, banyak kalangan yang merasa pesimis. Hingga para pakar pun menganggap kebijakan PPKM ini bukan kebijakan yang efektif untuk mengatasi ledakan dan kegentingan wabah Covid-19. Justru saran dari berbagai kalangan agar pemerintah melakukan lockdown atau penguncian wilayah, yang dinilai paling ampuh karena aktivitas masyarakat benar-benar dibatasi dengan lebih ketat, dihiraukan pemerintah. Alasannya demi sektor ekonomi agar tetap berjalan. Pemerintah pun melakukan pelonggaran di berbagai sektor dalam kebijakan PPKMnya, seperti aktivitas perkantoran dibuka dengan kapasitas 50%, mall kembali dibuka dengan pengunjung dan waktu yang dibatasi. Sampai diperbolehkannya TKA (Tenaga Kerja Asing) tetap masuk Indonesia selama masa PPKM karena investor berasal dari negeri tersebut.

Ini menunjukkan enggannya pemerintah mengorbankan keuntungan ekonomi demi nyawa rakyat. Bukankah pemerintah sebagai pengurus urusan rakyat harusnya lebih mengedepankan nyawa rakyat ketimbang uang?

Wajar akhirnya masyarakat mempertanyakan terkait sejauh mana konsistensi dan keseriusan pemerintah dalam menangani pandemi ini? Mengapa yang ditutup harus masjid, yang dilarang dengan ketat hingga menyiapkan sanksi harus salat jemaah, salat jumat, salat Iduladha, dan penyembelihan hewan kurban? padahal jumlah kehadiran jemaah di masjid lebih terbatas dan waktunya pun hanya beberapa menit saja? Sementara tempat-tempat lain seperti pasar, mal, resto, dan tempat wisata, justru lebih sulit dikendalikan dan peluang terjadinya pelanggaran prokes justru lebih besar. Ditambah kedatangan warga asing, bukankah akan menambah imported case.

Berdasarkan laporan pusat analisis Determinan Kesehatan Kementerian RI dalam website padk.kemkes.go.id pada 4/5/2021 jubir vaksinasi Kemenkes dr. Siti Nadia Tarmizi M.Epid mengatakan, "Sekarang di beberapa negara sedang terjadi lonjakan kasus Covid-19 akibat dari mobilitas pergerakan masyarakat. Dan banyak mutasian dari virus Covid-19 seperti B117 asal Inggris, B1351 asal Amerika Selatan, dan varian mutasi ganda dari India B 1617 dan tiga varian ini sudah masuk ke Indonesia." Paparnya.

Tentu dengan longgarnya PPKM bagi warga asing akan memperparah situasi dan kondisi. Lantas dimana keefisienan pengetatan mobilitas masyarakat dalam negeri pada masa PPKM, jika mobiltas masyarakat asing dibukakan pintu lebar-lebar, diberikan karpet merah dan disambut dengan gegap-gempita?

Hal ini diperparah dengan ketidakmampuan negara untuk memenuhi dan mencukupi kebutuhan dasar warga negara dalam kondisi PPKM, baik kebutuhan pangan, tunjangan ekonomi, maupun layanan kesehatan yang gratis, berkualitas dan memadai serta mudah didapat. Banyak masyarakat yang tidak mampu melakukan tes swab atau berobat. Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari saja mereka semakin banyak yang kesulitan akibat pandemi.

Akhirnya mengakibatkan banyak masyarakat yang tidak peduli mobilitas aktivitas mereka berisiko tinggi. Juga mereka tidak mau tahu kalau pergerakan mereka bisa membawa carier bagi masyarakat lainnya dan penyebaran Covid-19 lebih menggurita.

Ditambah lagi pemerintah menunjukkan kolapsnya benteng pertahanan ekonomi negara dengan semakin membengkaknya utang luar negeri. Dikutip dari kompas.com (11/7/2021) Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia hingga bulan April 2021 saja telah mencapai 418 miliar dollar AS atau setara dengan Rp5.977,4 triliun (kurs Rp14.300 per dollar AS). Maka tak aneh, jika negara kelimpungan menghadapi pandemi yang semakin menjadi. Dan hanya mampu berharap uluran tangan dari negara-negara pendonor, baik dalam bentuk utang maupun hibah dari negara-negara kaya.

Dan yang lebih miris, seolah negara tak berprikemanusiaan, di tengah kondisi kehidupan dan ekonomi masyarakat yang masih kelabu, pemerintah mengajukan tambahan pungutan pajak dari rakyat, yang sekarang sudah berada di atas meja DPR untuk digoalkan.

Wajar akhirnya lenyap kepercayaan rakyat kepada negara dan penguasa mereka. Karena selama ini rasa keadilan rakyat telah dicederai oleh berbagai kebijakan dan keberpihakkannya yang bukan demi rakyat. Padahal, pada hakikatnya rakyat akan dengan mudah berada di belakang penguasa, mendukung, dan mendorong keputusan dan segala aturan yang ditetapkan penguasa, jika penguasa tersebut menjalankan amanah kekuasaannya sesuai dengan syariat Islam. Ketidakpatuhan rakyat kepada perintah pemerintah, sesungguhnya membuktikan bahwa penguasa saat ini telah gagal dan tak layak mengemban amanah kepemimpinan.

Masyarakat harus segera menyadari bahwa kondisi abnormal ini tidak akan bisa berubah menjadi baik, selama akar dari permasalahan ini tidak dibenahi. Segala solusi tambal sulam yang ditawarkan seperti istilah-istilah baru dari kebijakan-kebijakan prokapitalis hingga pergantian pemimpin dan rezim, sejatinya hanya akan membuat rakyat menjadi berlarut-larut dalam kenestapaan.

Inilah risiko besar atas konsekuensi hidup yang jauh dari aturan Allah Swt. Segala kebijakan, berpijak pada asas manfaat yang bersumber dari hukum buatan manusia yang nyata dangkal dan justru membuka peluang penjajahan baru, serta menjauhkan umat dari penyelesaian masalah secara hakiki. Sebaliknya malah membawa umat masuk ke dalam masalah yang lebih kompleks lagi.

Maka, sudah saatnya rakyat melakukan koreksi secara mendasar terhadap aturan hidup, dari aturan yang dibuat manusia, mencampakkan agama, dan berasas manfaat belaka, menjadi hidup yang bersandar pada aturan Allah Swt, berasas akidah dan menerapkan Islam secara kafah (menyeluruh) di segala bidang kehidupan berbangsa dan bernegara.

Aturan ini tidak hanya matang dan indah dalam kontekstualnya saja, namun juga memiliki metode dan teknisnya secara praktis dan konstruktif sehingga segala permasalahan mulai dari skala individu, masyarakat, hingga pengaturan dan kebijakan negara serta panduan untuk hubungan internasional mampu terselesaikan dengan ending yang membahagiakan. Termasuk kala manusia diuji dengan wabah, syariat Islam memiliki solusi dalam menyelesaikannya. Tuntunan syar'inya berskala secara individu, keluarga, masyarakat sampai negara.

Dengan sistem ekonomi Islam yang kokoh, kuat dan independen, serta tersentral, maka akan mampu membangun sistem pendidikan dan informasi yang mencerdaskan, sistem administrasi yang memudahkan, dan sistem lain yang menguatkan. Menjadikan wabah mudah dikendalikan dan ditangani dengan sigap dan cepat. Bahkan ketika negara harus mengambil kebijakan darurat, masyarakat tidak akan merasa berat apalagi sekarat hingga merasa tercegah dari ibadah. Karena negara telah mampu menjalankan perannya dengan baik atas dorongan keimanan. Dan rakyat pun akan siap karena kesejahteraan mereka sudah berada di level kondusif.

Negara yang bersyariat Islam akan melahirkan penguasa dan rakyat yang bertakwa. Dengan takwa inilah Allah Swtnmenjamin akan memberikan jalan keluar dari masalah dan rezeki yang berkah. "Barang siapa bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rezeki dari arah yang tak disangka-sangka.” (QS Ath-Thalaq: 2—3)

Takwa inilah yang harus diupayakan oleh segenap penghuni negeri ini, penguasa dan rakyat, yakni dengan kembali berhukum dengan hukum Allah Swt dengan mengembalikan konstitusi ini ke pangkuan Islam.
Wallahu'alam bishshawab.[]


photo : google

Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Previous
Bijak Bertindak Hadapi Covid yang Melonjak
Next
Saatnya Pemimpin Dunia Islam Bersatu Tegakkan Syariah dan Khilafah
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram