Peran Strategis Ibu Membentuk Generasi Berkesadaran Politik

Peran strategis ibu dalam arahan ideologi Islam, tentu saja harus dioptimalkan agar terlahir generasi yang optimis dan cerdas menjalani hidup. Generasi yang memandang masalah dengan kesadaran bahwa setiap masalah hidup saat ini tak lepas dari akar masalah ketiadaan penerapan Islam kafah.


Oleh. Putri Achmad (Bunda6)

NarasiPost.Com-Kesadaran politik menurut Muhammad Ismail dalam "Bunga Rampai Pemikiran Islam" adalah upaya manusia untuk memahami bagaimana memelihara urusannya. Atau kesadaran yang berasal dari pandangan yang universal dengan sudut pandang yang khas. Seorang muslim (termasuk seorang ibu) ia harus memiliki kesadaran politik Islam. Ia harus memiliki sudut pandang khas dalam pemeliharaan urusan kehidupan yang berasal dari ideologi Islam.

Upaya membentuk generasi berkesadaran politik sudah pasti menjadi tanggung jawab semua muslim, terlebih lagi seorang ibu. Peran strategis ibu menumbuhkan kesadaran politik sangat dibutuhkan bagi generasi muda dan generasinya, yaitu para ibu lainnya. Ini merupakan kesempatan emas yang tidak boleh disia-siakan.

Generasi berkesadaran politik dalam pandangan Islam adalah generasi yang memiliki pandangan yang khas yang lahir dari ideologi Islam. Ia akan memandang semua hal yang terjadi dalam kehidupan manusia dan apa yang tampak pada alam semesta dengan pandangan yang berasal dari ideologi Islam. Hingga tampak pada dirinya keistimewaan atau keunikan dalam menjalani kehidupan dibandingkan manusia lain yang tidak memiki kesadaran politik. Contohnya, ia memandang adanya kesenjangan sosial yang tampak pada masyarakat di banyak wilayah sebagai akibat penerapan ideologi kufur, bukan karena semata ada kemalasan individu atau suratan nasib. Atau, ia bisa memahami mengapa banyak intelektual atau orang terpelajar yang pintar secara akademis, tapi tak mampu menyelesaikan masalah umat yang terus berulang dan bertambah. Bahkan, ia juga mampu mengaitkan satu peristiwa lokal dengan peristiwa internasional, memberikan analisa, sekaligus solusi yang berasal dari ideologi Islam.

Lalu, apa saja peran strategis para ibu dalam mewujudkan generasi berkesadaran politik? Pertama, ibu adalah madrasatul 'ula, the real musyrifa. Ibu sejati adalah pengurus, pengelola, pendidik, pembimbing, pembina generasi penerus. Ibu juga merupakan sosok terdekat dengan generasi muda, mulai dari dalam kandungan, hingga edukasi kepada anak saat mereka telah dewasa pun peranan ibu sangat besar dan sangat penting. Ibu mendampingi anak menuju dewasa, membersamai anak hingga sempurna akal anak dengan mengedukasi sesuai tahapan tumbuh kembang anak. Ibu yang akan membersamai anak-anaknya mengimplementasikan tsaqofah-tsaqofah Islam, ilmu-ilmu dan keterampilan dasar yang harus dimiliki anak. Inilah momen berharga ibu membimbing generasi muda menghadapi berbagai problem kehidupan dan menjadikan Islam sebagai panduan solusi masalah-masalah tersebut.

Ibu sebagai pendidik pertama yang akan meletakkan pondasi terhadap bangunan kepribadian buah hatinya. Ibulah yang meletakkan visi hidup sang anak dan ibu juga yang lebih sering mendampinginya dalam melangkah mencapai visi hidup. Hingga suatu saat, anaknya telah menjadi dewasa dan ibu akan mulai menuai apa yang ia tanam dahulu pada sang anak.

Kedua, peran ibu sebagai the real role model. Siapa orang dewasa yang lebih banyak waktunya dengan anak-anak, itulah yang akan menjadi panutan, gambaran ideal sosok di masa depan bagi anak-anak. Dan sosok yang paling dekat dan nyata sebagai role model bagi anak adalah orang tuanya, terutama ibunya. Anak tidak akan sulit saat mencari contoh orang yang taat pada Allah dan Rasul karena ibunya adalah role model hal ini.

Ketiga, peran strategis di ranah publik. Ini tak kalah penting dengan peran strategis pertama dan kedua. Pada peran ketiga ini, ibu bahkan bisa menduplikasi dirinya pada kaumnya, para ibu lainnya. Ia tak berpuas diri pada anak-anaknya, tapi juga ia mampu berbagi pengetahuan dan kemampuan sebagai pencetak generasi berkesadaran politik. Ia mengedukasi kaumnya di tempat ia tinggal, di tempatnya bekerja, dan lain-lain. Secara fitrah, kaum ibu akan lebih nyambung dan lebih leluasa ngobrol dengan kaum ibu juga.

Seorang ibu berkesempatan untuk mengamati turunan kebijakan kufur dan pemikiran-pemikiran kufur apa saja yang telah masuk ke dalam keluarga-keluarga muslim, meracuni kehidupan masyarakat umum, apa saja bentuk kesengsaraan rakyat karena kebijakan tersebut, betuk riil racun-racun pemikiran asing yang dicekokkan kepada umat. Lalu, ia akan berupaya untuk membangun kesadaran politik, menjelaskan kesalahan kebijakan penguasa, memberikan perlawanan terhadap pemikiran-pemikiran asing dengan mengedukasi anak-anaknya, keluarganya, tetangganya, masyarakat sekelilingnya dalam berbagai bentuk aktivitas dakwah.

Keempat, pressure group (kelompok kepentingan yang bisa memengaruhi suatu keputusan politik). Tidak bisa dipungkiri, the power of emak-emak saat ini sangat strategis dalam memblow up atau memviralkan suatu opini atau suatu isu yang berkaitan dengan hajat hidup orang banyak. Kita bisa bayangkan, bagaimana jadinya jika suara para emak dalam menyampaikan aspirasi kepada penguasa muncul karena kesadaran politik? Pasti hal ini akan sangat besar memberikan tekanan pada kebijakan penguasa dan pihak-pihak terkait, bahkan gaungnya bisa sampai level internasional. Inilah yang harusnya kita wujudkan. Jangan sampai peran strategis yang satu ini justru hanya dimanfaatkan untuk perjuangan-perjuangan parsial. Perjuangan yang belum berasal dari kesadaran politik, melainkan mungkin masih lebih dominan karena dorongan naluri. Seperti peristiwa di Lombok Tengah, akhir Februari lalu, empat orang ibu yang masih punya balita terancam penjara lima tahun karena didakwa atas dugaan pelemparan pabrik tembakau sebagai bentuk protes atas dugaan polusi udara yang ditimbulkan pabrik tersebut. Berita ini mengundang reaksi dari pemda setempat, WALHI, LSM, media massa nasional, pakar, dan pengamat sosial dari perguruan tinggi setempat. Padahal, para ibu tersebut tergerak untuk melakukan protes semata karena tidak tega melihat anak-anak mereka mengalami sesak napas dikarenakan polusi udara dari pabrik tersebut.

Adapun pada bulan ini yang cukup membuat para ibu panas meradang adalah wacana pemberlakuan pajak sembako. The power of emak-emak bisa diberdayakan untuk menyadarkan masyarakat betapa bahayanya pemberlakuan pajak ini, menyuarakan realita pahit yang harus kembali terjadi pada masyarakat di era Kapitalisme memimpin dunia. Kemudian, meluaskan opini bagaimana Islam memberikan solusi tuntas masalah pajak.

Bagaimanapun, para ibu yang mengurus keuangan sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan primer keluarga adalah pihak yang paling merasakan akibat pemberlakuan pajak ini. Menyakitkan dan sangat menghimpit kehidupan masyarakat. Respon masyarakat tentu akan berbeda ketika masalah penetapan pajak disuarakan oleh para remaja, apalagi generasi milenial yang masih jauh dari kepedulian terhadap kondisi masyarakat. Kembali, posisi strategis para ibu sangat bermanfaat dalam membangun kesadaran politik.

Peran-peran strategis ini tentu saja tidak serta-merta disadari oleh semua ibu. Terlebih dahulu, hal ini disadari oleh para ibu yang berideologi Islam. Mereka adalah bagian dari parpol Islam ideologis, visioner, punya gambaran jelas dan terukur tentang langkah-langkah mencapai visi tersebut dan pastinya bermental penakluk. Mereka akan membaur dengan umat, menduplikasi diri dan terus menambah teman yang sevisi dengannya.


Peran strategis ibu dalam arahan ideologi Islam, tentu saja harus dioptimalkan agar terlahir generasi yang optimis dan cerdas menjalani hidup. Generasi yang memandang masalah dengan kesadaran bahwa setiap masalah hidup saat ini tak lepas dari akar masalah ketiadaan penerapan Islam kafah. Generasi yang tidak akan mudah putus asa hanya karena tak ada harta atau alasan lainnya yang serupa. Ia menyadari di belahan bumi yang lain ada saudara-saudaranya yang tak seberuntungnya dan ia merasa malu, jika ia menyerah hanya karena perkara-perkara yang masih bisa ia atasi. Baginya, hambatan di depan mata adalah tantangan untuk ditaklukkan karena visinya terlalu besar untuk dikalahkan oleh apa pun

Ibu yang punya kesadaran politik adalah ibu visioner. Ia tidak hanya berupaya untuk menyelamatkan anak-anaknya dari api neraka, tapi ia juga akan berupaya untuk bersama-sama para ibu lainnya untuk menyelamatkan anak-anak umat, generasi penerus umat Islam yang akan melanjutkan kehidupan Islam dalam naungan Khilafah ‘ala minhajinnubuwwah. Wallahu a’lam bishshowab.

Picture Source by Google


Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya. NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

.

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Previous
Haruskah Menikah dengan Sekufu?
Next
Kasus Pinangki, Bukti Pemberantasan Korupsi Kian Tak Bertaji
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram