"Indonesia menjadi episentrum baru Covid-19 di dunia namun para pemimpin negeri masih terlena dalam alur drama sinetron sehingga membuat rakyat terjun ke jurang nestapa."
Oleh. Isty Da'iyah
NarasiPost.Com-Pandemi Covid-19 semakin mengganas, rakyat setiap hari selalu diliputi rasa cemas. Entah kecemasan akan terpapar virus Covid-19 atau kecemasan yang tersebab oleh tekanan ekonomi akibat pandemi yang belum juga melandai. Namun, hal berbeda justru dilakukan para pejabat di negeri ini, yang masih sempat membuat dagelan tidak lucu untuk rakyatnya. Hal ini bukan hanya dari satu atau dua pejabat saja, sering dan sudah berkali-kali lontaran narasi yang dilakukan oleh para pejabat terhormat, membuat sedih hati rakyat.
Seperti cuitan di sebuah akun twitter yang viral di media sosial baru-baru ini, seorang pejabat masih sempat mereview sinetron di kala PPKM Darurat. Hal ini jelas memantik cibiran publik lantaran perbuatannya tersebut, karena hal ini dilakukan di tengah banyaknya korban akibat pandemi Covid-19. (Suara.com 17/12)
Sementara, diberitakan oleh Tempo.co (18/7/21), di tengah krisis badai Covid-19 dan pemberlakuan PPKM Darurat, sejumlah menteri di Kabinet Presiden Jokowi masih melakukan perjalanan ke luar negeri. Hal ini menjadi sorotan Direktur Eksekutif Instituts for Development on Economics and Finance (Indef), Tauhid Ahmad, yang menyatakan perilaku para menteri ini belum menunjukan adanya sense of crisis, di tengah naiknya angka kasus orang terinfeksi keganasan virus ini.
Ada pula pernyataan dari seorang menteri yang membidangi pariwisata dan ekonomi kreatif, Sandiaga Uno, yang meminta para komedian untuk berkolaborasi menghibur masyarakat agar bisa memberi imunitas yang tinggi kepada masyarakat. Tayangan komedi ini bisa disalurkan melalui tayangan media sosial atau televisi. Pemerintah bisa berkolaborasi dalam hal ini. (Tempo.co 14/7/21)
Sungguh, lontaran-lontaran narasi yang disampaikan oleh para pejabat ini, tidak menunjukan sebuah empati. Lisan mereka melalui media membuat psikis rakyat menjadi terkuras. Alih-alih membuat rakyat punya harapan agar pandemi segera sirna, yang ada justru sebaliknya, rakyat semakin kecewa. Karena sesungguhnya rakyat ingin melihat contoh kerja keras dan kepekaan mereka atas krisis yang terjadi saat ini. Bukan malah disuguhi berita dan narasi yang semakin membuat rakyat terjun ke jurang nestapa.
Ke Mana Rakyat Harus Berharap
Beragam fakta di atas menggambarkan mentalitas para penguasa rezim kapitalis sekuler saat ini. Hal ini menunjukan bahwa empati pejabat kepada rakyatnya sedang tergerus.
Ketika rakyat berharap pemimpin dan pejabat mereka mencontohkan dan ambil bagian bertaqorrub pada Sang Pencipta, nyatanya mereka malah asyik mengomentari alur cerita sinetron dan memberi pernyataan agar rakyat mendapat lebih banyak hiburan dari komedian. Rakyat menuntut perbaikan aturan yang berfokus pada pengendalian virus, justru mereka sibuk menyesuaikan regulasi agar kursi tetap diisi kaum oligarki.
Di saat ruang gerak rakyat tersekat karena adanya PPKM Darurat, nyatanya masih ada saja keluarga pejabat justru pergi plesiran ke luar negeri. Padahal seharusnya mereka lebih peka terhadap situasi yang dialami masyarakat saat terjadi pandemi. (Suara.com 16/7/21).
Disaat lebih dari 59 negara melarang warganya datang ke Indonesia. Bahkan, sebagai bentuk perlindungan kepada rakyatnya, negara Jepang sampai mengirim sejumlah pesawat penerbangan untuk mengevakuasi rakyatnya yang ada di Indonesia. Hal ini sebenarnya sudah menunjukan citra dan harkat martabat Indonesia di mata dunia, yakni negara telah gagal dalam menangani laju penyebaran virus, sehingga menjadi episentrum baru Covid-19 di dunia.
Namun, kenyataanya para pejabat di sini tidak menjadikannya sebagai bahan evaluasi, hal ini tersebab karena mereka tidak berorientasi melayani pemenuhan kebutuhan rakyat. Mereka hanya berpikir untuk keluarga dan menyelamatkan diri sendiri. Lalu ke mana rakyat akan berharap, di mana makna pemimpin khadimul ummah?
Inilah fakta dari sebuah sistem kapitalis sekuler yang segala sesuatunya hanya berorientasi pada untung dan rugi materi duniawi saja. Sehingga akan sulit dijumpai level pemimpin dan pejabat yang mempunyai pemikiran cemerlang, yakni mengaitkan segala sesuatunya dengan hukum dan aturan dari Allah Swt. Pemimpin dan pejabat yang mengatur dan memelihara urusan rakyatnya dengan bijak, bukan malah membuat hidupnya semakin nikmat. Namun, beban hidup rakyat semakin berat.
Pemimpin dalam Sistem Islam
Hal ini akan berbeda jika sistem Islam diterapkan dalam suatu pemerintahan. Islam dengan segala aturannya akan menghasilkan sebuah tatanan pemerintahan yang harmonis antara pemimpin dan rakyatnya. Sebuah tatanan pemerintahan yang dilandaskan karena ketakwaan kepada Allah Swt.
Dalam pandangan Islam, penguasa menjadikan negara itu sebagai peri'ayah atau pengayom. Pemimpin atau pejabat melakukan pelayanan dan pengayoman terhadap rakyatnya. Penguasa laksana penggembala (ra'in). Sebagaimana sebuah hadis yang diriwayatkan olah al- Bukhari dan Muslim: "Sesungguhnya seorang pemimpin itu adalah perisai, orang-orang berperang di belakang dia dan berlindung kepada dia."
Selain paradigma pemimpin sebagai peri'ayah, para pejabat yang ditugaskan sebagai pengelola bidang-bidang tertentu haruslah juga orang yang memiliki keahlian sesuai dengan bidangnya. Inilah yang selalu diingatkan oleh Rasulullah Saw. dalam sebuah hadisnya, "Jika amanat telah disia-siakan, tunggu saja kehancuran terjadi." Ada seorang sahabat bertanya, "Bagaimana maksud amanat di dia-siakan?" Beliau menjawab, "Jika urusan diserahkan bukan kepada ahlinya, tunggulah kehancuranya."(HR al Bukhari)
Berdasarkan hadis di atas, Islam memerintahkan menyerahkan urusan kepada ahlinya, berdasarkan kompetensi dan keilmuannya, bukan karena kedekatan dengan pemimpinnya atau bahkan bagi-bagi jabatan dan balas jasa saja. Pemimpin bertanggung jawab di hadapan Allah atas para pejabat dan wali satu per satu, dalam semua perkara besar dan kecil. Maka dia juga harus berlaku adil dalam menempatkan setiap pejabat dan selalu memonitor aktivitas mereka.
Pun juga perhatian Rasulullah terhadap umat dan masa depannya sangat besar, karenanya beliau pernah berdo'a; " Ya Allah, siapa yang mengemban tugas mengurusi umatku kemudian ia menyusahkan mereka, maka susahkanlah dia, dan siapa yang mengemban tugas mengurusi umatku dan memudahkan mereka maka mudahkanlah dia." ( HR Muslim dan Ahmad)
Catatan sejarah dalam tinta emas peradaban kepemimpinan Islam yang di contohkan Rasulullah Saw, telah mampu membuktikan betapa Islam adalah sebuah tatanan kehidupan yang mampu menghasilkan para pemimpin dan pejabat yang dicintai dan mencintai rakyatnya. Banyak contoh dari profil para sahabat dan salafusshalih dalam memegang amanah kekuasaan dan bertugas melayani rakyat.
Di antaranya sosok pemimpin yang bisa dijadikan contoh adalah Khalifah Umar bin Khathab yang memberi teladan terbaik dalam memimpin umat dan dijadikan panutan oleh para khalifah sesudahnya. Karena kesadarannya akan pertanggungjawaban yang berat di sisi Allah, maka Umar ra, pernah berazam untuk berkeliling selama satu tahun di negeri-negeri Islam. Ini dilakukan untuk mengetahui dan memastikan kebutuhan rakyatnya telah tersampaikan melalui para wali dan pejabatnya.
Monitoring ini dilakukan bukan untuk memata-matai, hal ini merupakan bentuk tanggung jawab mendasar untuk menjamin pelaksanaan hukum Allah di muka bumi. Serta ini adalah bentuk dari periayahan dan amanah yang menjadi tanggung jawabnya. Bukan pula sebagai bentuk pencitraan untuk meraih suara umat.
Beginilah gambaran pemimpin dan pejabat dalam Islam, yang semua aktivitasnya diniatkan karena ketakwaan kepada Allah Swt. semata. Semua perbuatanya diliputi dengan ketulusan dalam mengurusi rakyatnya siang dan malam, agar semua kebutuhan rakyatnya bisa terpenuhi. Serta memastikan semua hukum Allah dilaksanakan dengan sebaik-baiknya, sehingga ridha Allah bisa dicapai. Pemimpin dan pejabat idaman seperti ini, hanya akan terwujud jika syariah Islam diterapkan secara kafah dalam bingkai khilafah.
Wallahu'alam bishawab.[]
Photo : Google
Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya. NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]