Saya yakin, masyarakat akan mendukung jika program itu tidak hanya ditunda, tetapi dibatalkan. Bagaimana pun juga, vaksinasi gratis pasti akan lebih populis dan mudah diterima daripada vaksinasi berbayar,"
(Saleh Partaonan Daulayn)
Oleh. Ummayyaa
NarasiPost.Com-Angka sebaran Covid 19 hingga saat ini terus menanjak. Dilansir dari situs pemerintah, covid.go.id, angka sebaran di Indonesia hingga 12 juli 2021, tercatat 2.567.630 jiwa tepapar virus Covid 19. Angka ini tentu saja belum termasuk pasien yang tidak terdaftar dan melakukan isoman mandiri. Sedang untuk angka kematian tercatat 67.355 jiwa. Hal ini tentu menyebabkan keresahan di masyaraat, terlebih ketika masuknya varian baru ke Indonesia yang menjadi penyebab melonjaknya penderita Covid 19
Sampai saat ini, pemerintah pun tidak tinggal diam. Berbagai kebijakan dikeluarkan, baik berupa kebijakan teknis maupun praktis. Tercatat pemerintah mengambil kebijakan PSBB, Perpu Covid 19, herd immunity, pembentukan komite penanganan Covid 19 dan kebijakan terkini, yakni PPKM.
Tidak hanya itu, guna memutus rantai penularan dan meningkatkan imunitas warga negaranya, pemerintah pun melakukan vaksinasi dengan target awal adalah para ASN, manula, dan para pekerja. Rupanya pemerintah bersungguh sungguh untuk men-gol-kan agenda ini. Hal ini bisa terlihat dengan adanya target 1 juta vaksin sehari, yang dibantu TNI dan Polri.
Namun, belakangan pemerintah mengeluarkan Permenkes Nomor 19 Tahun 2021 yang merupakan revisi dari Permenkes Nomor 10/2021 yang mengatur adanya vaksinasi gotong royong untuk vaksinasi mandiri dengan beban biaya alias vaksin berbayar. Vaksin berbayar ini bisa diakses di Kimia Farma mulai 12 juli 2021 dengan mendaftar online dan mendatangi gerai klinik Kimia Farma yang telah ditunjuk untuk mendapatkan pelayanan vaksin. Beragam vaksin yang dapat diakses dengan layanan ini adalah Novavax, Sinopharm, Sputnik V, dan Moderna. Sedangkan di lansir dari detik.com, harga untuk vaksin dipatok Rp321.660 per dosis sementara tarif maksimal pelayanan vaksinasi sebesar Rp117.910 per dosis. Total yang harus dikeluarkan masyarakat untuk vaksinasi penuh adalah sekitar Rp879.140.
Bagaimana awal mula adanya vaksin berbayar?Seperti yang diberitakan oleh kontan.com, munculnya vaksin gotong royong ini berawal dari pertemuan antara Presiden RI, Ketua Kadin Perkasa Roeslani, dan para pengusaha dengan ide awal vaksin mandiri yang kemudian disepakati untuk mengadakan vaksin gotong royong dengan melibatkan pengusaha sebagai penanggung biaya vaksin untuk karyawannya. Sedangkan di luar karyawan, akan diarahkan untuk melakukan vaksin mandiri. Langkah ini senada dengan keinginan presiden RI yang menginginkan percepatan Herd Immunity.
Langkah ini pun diambil dengan harapan kondisi merebaknya wabah Covid 19 dapat ditekan hingga akhirnya terbentuk herd immunity dengan melibatkan warga negara untuk ikut menanggung permasalahan ini, sehingga roda perekonomian dapat berjalan kembali dari yang sebelumnya melambat.
Namun, jika kita melihat kondisi masyarakat terkini akibat pandemi Covid 19 dengan adanya pembatasan wilayah, di samping kehati-hatian masyarakat untuk beraktivitas di luar, maka semakin meyulitkan masyarakat untuk mencari nafkah di situasi pelik ini. Bahkan World Bank pun menurunkan peringkat Indonesia dari yang semula upper middle income (negara menengah ke atas) menjadi lower middle income (negara menengah kebawah). Hal ini diakibatkan adanya penurunan pendapatan per kapita yang sebelumnya tahun 2019 sebesar US$ 4.050 turun menjadi US$ 3.870 di tahun 2020 (kontan.co.id).
Bahkan detik.com, menginfokan bahwa Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat ekonomi Indonesia di Kuartal I 2021 sebesar minus 0,74% year on year (yoy). Kondisi terpuruknya perekonomian ini berimbas pada penurunan daya beli yang semakin menyulitkan masyarakat untuk membeli vaksin mandiri.
Akibatnya, kebijakan vaksin gotong royong ini menimbulkan pro dan kontra. Jaksa Agung, ST Burhanuddin, menyatakan dukungannya terhadap rencana pelaksanaan program vaksin mandiri dan gotong royong yang berbayar. Burhanuddin berpendapat bahwa pelaksanaan vaksinasi mandiri ini merupakan kondisi yang extraordinary karena terjadi kondisi darurat (sindonews.com).
Sedangkan, pendapat berbeda dilontarkan oleh Saleh Partaonan Daulay, anggota Komisi IX DPR RI dari Fraksi PAN. Ia berkata "Saya yakin, masyarakat akan mendukung jika program itu tidak hanya ditunda, tetapi dibatalkan. Bagaimana pun juga, vaksinasi gratis pasti akan lebih populis dan mudah diterima daripada vaksinasi berbayar," tegasnya.(kontan.co.id)
Solusi Islam Hadapi Wabah melalui Vaksinasi
Bagaimana Islam memberikan solusi terhadap permasalahan ini? Bagaimana seharusnya sikap pemimpin? Pemimpin di dalam sistem Islam dinamakan khalifah yang berfungsi sebagai pengurus rakyat melalui penegakkan syariat Islam dalam menjalankan sistem pemerintahannya (khilafah). Rasulullah Saw bersabda, “Sayyid al-qawm khâdimuhum“ yang artinya pemimpin suatu kaum adalah pelayan mereka.(HR.Abu Nu’aim)
Dari sini kita memahami bahwa tugas dari seorang pemimpin adalah melayani rakyat, dengan menjalankan syariat Islam secara menyeluruh dan terpadu. Maka dengannya kita bisa melihat hasilnya pada sejarah peradaban Islam yang memiliki sistem peradilan yang adil, sistem ekonomi yang kuat, kemiliteran yang disegani dunia, kesehatan yang memadai, pendidikan yang terkemuka, serta politik luar negeri yang berpihak pada rakyat
Lantas bagaimana solusi Islam dalam menghadapi pandemi, khususnya dalam pengadaan vaksinasi? Seorang khalifah akan bersungguh-sungguh dalam menjalankan amanah di pundaknya karena ia menyadari seluruh keputusan dan tindakannya akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah nantinya. Demikian pula saat ia menjalankan fungsi sistem Islam dalam menjaga jiwa (hifzh an nafs), maka ia akan berusaha sekuat tenaga untuk mengerahkan segala upaya untuk mengatasinya sesuai dengan hukum syara.
Rasulullah Saw bersabda:
لاَ يُوْرِدُ مُمْرِضٌ عَلَى مُصِحِّ
"Janganlah unta yang sehat dicampur dengan unta yang sakit." (HR.Bukhari Muslim)
Hal ini senada dengan yang dilakukan oleh pemerintah dengan melakukan 3T (testing, tracking, dan treatment). Hanya bedanya, sifat negara khilafah adalah terpusat pada individu per individu, sehingga 3T dilakukan pada seluruh warga negara, tidak hanya terbatas untuk kalangan tertentu saja.
Dengan dilakukannya 3T ke seluruh warga negara, maka akan mudah memutus rantai penularan, dikarenakan jelas mana penderita dan mana yang sehat. Setelahnya negara khilafah akan memisahkan dan merawat para penderita dengan pengobatan dan fasilitas utama hingga sembuh. Sedangkan untuk yang sehat dapat beraktivitas sebagaimana biasanya dengan adanya pembatasan wilayah, supaya tidak ada penularan dari luar negara. Seperti sabda Rasulullah Saw, “Jika kalian mendengar wabah terjadi di suatu wilayah, janganlah kalian memasuki wilayah itu. Sebaliknya, jika wabah itu terjadi di tempat kalian tinggal, janganlah kalian meninggalkan tempat itu.” (HR al-Bukhari).
Adapun kebutuhan pokok dalam negara khilafah menjadi tanggungan negara. Dan hal ini mudah, dikarenakan sistem perekonomiannya bertumpu pada sistem Islam dengan menggerakkan sektor riil, sedangkan SDA dikelola oleh negara yang hasilnya menjadi milik rakyat, dan masih banyak pemasukan negara dari sektor lainnya seperti kharaj, ghanimah, zakat, jizyah dan lain-lain.
Khalifah akan memerintahkan para ilmuwan untuk mencari qadar dari penyebab wabah atau melakukan observasi, seperti yang dilakukan oleh ilmuwan Andalusia saat itu, yaitu Lisanuddin ibn al Khatib, dalam bukunya, Muqni’at as-Sâ’il ‘an al-Maradh al-Hâ’il. Di sisi lain, negara khilafah akan memaksimalkan potensi para ilmuwan di negerinya untuk meramu solusi yang efektif dalam mengatasi pandemi, sekaligus memaksimalkan pengadaan fasilitas dan obat-obatan, termasuk pembuatan vaksinasi untuk mengatasi wabah tersebut.
Setelah vaksinasi ditemukan, maka khalifah akan membagikan kepada seluruh warga negara, baik muslim maupun nonmuslim, seperti yang terjadi saat wabah smallpox/cacar melanda khilafah Utsmani pada abad 19, khalifah segera memerintahkan pengadaan fasilitas kesehatan termasuk vaksinasi untuk diberikan secara keseluruhan tanpa kecuali dan tanpa syarat. Semua gratis, semua mudah. Mengapa? Karena seluruh sistem termasuk sistem ekonomi berbasis Islam, sehingga memungkinkan untuk membiayai semua pengeluaran tersebut. Dan jika kas Baitul Mal mengalami defisit, barulah negara akan berutang kepada rakyat tanpa tambahan (riba) atau melakukan penggalangan infak pada aghniya muslim saja (kalangan mampu). Hal ini memungkinkan seluruh warga negara, baik mampu maupun tak mampu untuk mendapat fasilitas kesehatan yang sama termasuk mendapatkan vaksinasi.
Demikianlah Islam mengatur penyelenggaraan vaksinasi yang merupakan salah satu bagian dalam mengatasi wabah. Hal ini hanya bisa dilaksanakan apabila umat kembali kepada sistem Islam secara keseluruhan (kafah) dalam naungan khilafah.
Allah Swt berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا ادْخُلُوا فِي السِّلْمِ كَافَّةً وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ ۚ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ
"Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu."
Jadi, ditunda atau dibatalkan? Jawabannya adalah diganti dengan solusi yang sahih, yaitu solusi Islam.[]
Photo : Google
Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya. NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]