"Penegakkan dan keadilan hukum di indonesia merupakan perkara yang langka dan mahal. Hukum dapat diperjualbelikan sesuai kepentingan dan dapat dipesan sesuka hati."
Oleh. Putri Bunda Harisa
NarasiPost.Com-Jagat raya negeri ini kembali dihebohkan oleh pemberitaan tertangkapnya sepasang suami istri publik figur yang terjerat kasus penyalahgunaan narkotika. Pasangan tersebut, sebut saja NR dan AR, terpaksa harus diamankan pihak kepolisian lantaran ditemukan barang bukti penggunaan narkoba berjenis shabu.
Kasus pasangan suami istri publik figur ini menambah daftar panjang publik figur yang menjadi pecandu narkoba dan tertangkap basah oleh pihak berwajib. Sedikitnya sejak awal tahun 2021 terdapat sepuluh publik figur yang tertangkap akibat menyandang gelar pecandu dan pemakai narkoba. Tentu saja fenomena ini begitu memprihatinkan, terlebih mereka adalah sosok yang kini banyak diidolakan dan ditiru gerak-geriknya oleh masyarakat. Dan ulah buruk mereka akan memberian dampak negatif bagi masyarakat.
Publik Figur Papan Atas Terjerat Kasus, Bagaimana Proses Hukum Terhadap Mereka?
Kasus tertangkapnya pasangan suami istri publik figur papan atas tersebut tidak hanya menyita perhatian masyarakat dari sisi dampak negatifnya, tetapi masyarakat pun terfokus pada sanksi yang akan diterima mereka. Apakah mereka akan menjalankan proses hukum yang seadil-adilnya atau justru mendapatkan angin segar berupa perlakuan istimewa dari kasus yang sedang mereka alami?
Seperti yang dilansir dari kompas.com, mengacu kepada Pasal 54 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 yang mengatur bahwa pecandu narkotika dan korban penyalahgunaan narkotika wajib menjalani rehabilitasi medis. Sehingga pengacara NR dan AR berencana akan mengajukan asesmen atau penelitian lebih dalam terkait posisi mereka, sehingga dapat mengajukan permohonan rehabilitasi dalam waktu dekat.
Undang-undang tersebut memang dapat memberikan peluang bagi seseorang yang sedang dalam masa penyidikan kasus penyalahgunaan narkotika untuk dapat mengajukan permohonan rehabilitasi. Tim asesmen terpadu yang terdiri dari tim hukum dan tim dokter inilah nantinya yang akan memutuskan apakah tersangka akan menjalani rehabilitasi atau tidak.
Tentu saja peluang tersebut besar kemungkinannya jika tersangka dapat menghadirkan pengacara yang mampu menangani proses hukum kasus mereka. Lantas bagaimana nasib rakyat biasa yang terjaring razia narkoba dan terbukti melakukan penyalahgunaan narkotika? Sudah pasti bui-lah tempatnya.
Padahal kejahatan penyalahangunaan narkotika adalah termasuk kejahatan besar, baik mereka posisinya sebagai produsen, pengedar, maupun pemakai. Barang haram tersebut tidak layak untuk terus menjadi masalah yang menggurita di tengah-tengah masyarakat. Dampaknya pun begitu buruk bagi penggunanya, mulai dari dehidrasi akut, halusinasi, menurunnya tingkat kesadaran, bahkan tidak sedikit yang berujung kepada kematian.
Dilansir dari Kompas.com, menurut Kepala Badan Reserse Kriminal (Kabareskrim) Polri, Komjen Agus Andrianto, mengungkapkan peredaran narkotika dan orang yang terjerat penyalahgunaan narkotika di Indonesia masih cukup tinggi. Tercatat 19.229 kasus dengan jumlah tersangka 24.878 orang sejak Januari hingga Juni 2021.
Barang haram itu pun menyumbangkan angka kematian 50 orang per hari di negeri ini akibat penyalahgunaannya, dan negara mengalami kerugian ekonomi mencapai 63 triliun setiap tahunnya. Luar biasa.
Melihat bahaya dan kerugian yang ditimbulkan begitu besar, sudah seharusnya negara serius memutus mata rantai peredaran narkoba, jangan memberikan celah sedikit pun bagi siapa pun mereka yang melakukan tindak penyalahgunaan narkotika.
Namun sayang, di dalam sistem kapitalis sekuler, penegakkan dan keadilan hukum merupakan perkara yang langka dan mahal. Hukum dapat diperjualbelikan sesuai kepentingan. Dan hukum pun dapat dipesan sesuka hati. Sistem kapitalis sekuler ini memberi peluang tegaknya hukum sesuai kehendak manusia, karena sistem ini adalah sistem buatan manusia. Ketidakadilan hukum di negeri ini begitu banyak dipertontonkan. Apa kabarnya kasus korupsi yang merugikan negara triliunan rupiah? Menguap begitu saja bukan? dari mulai kasus korupsi Century, Hambalang hingga Wisma Atlet. Tetapi jika kasus hukum itu terjadi pada orang-orang yang berada dalam barisan dakwah Islam, perlakuannya begitu garang, tidak tanggung-tanggung jeruji besi menjadi tempat mereka mendekam. Lihat saja, perlakuan kepada almarhum Ust. Maher Athuailib, Habib Bahar bin Smith, Ustaz Abu Bakar Baashir, hingga yang terbaru adalah vonis terhadap Habib Riziq Syihab.
Keadilan Hukum Dalam Islam
Keadilan adalah dambaan setiap umat. Dan keniscayaan keadilan dalam perkara penegakan hukum hanya akan terwujud jika kita hidup dalam sistem Islam. Karena dalam sistem Islam aturan yang digunakan adalah aturan yang bersumber dari Sang Khaliq, sehingga hukum tidak dapat dipesan sekali pun oleh pejabat negara. Khalifah beserta jajarannya akan bersungguh-sungguh dalam melaksanakan syariat Islam. Sistem Islam akan menghadirkan penguasa yang taat dan amanah.
Sejarah telah mencatat bagaimana keadilan hukum dalam sistem Islam terlaksana. Salah satunya yang terjadi pada masa kekhilafahan Umar bin Khattab. Pada saat itu sahabat Amr bin al-Ash yang menjabat sebagai Gubernur Mesir pernah menerapkan hukuman had khamr terhadap Abdurrahman bin Umar, anak dari Khalifah Umar bin Khattab. Hukuman had tersebut biasanya dilakukan di lapangan pusat kota agar memberikan efek jera kepada yang lain. Tetapi apa yang dilakukan oleh Amr bin al-Ash selaku orang nomor satu di Mesir? Dia menerapkan hukuman had kepada anak Khalifah tersebut di dalam rumah. Hingga akhirnya sampailah peristiwa itu kepada Khalifah Umar, dan Umar langsung melayangkan surat kepada Gubernur Mesir Amr bin al-Ash dengan menunjukkan kemarahannya. Umar murka terhadap sikap Amr bin al-Ash yang pilih kasih tersebut, kemudian Umar meminta pelaksanaan hukuman terhadap anaknya tersebut diulang kembali sebagaimana mestinya.
Luar biasa, begitulah sosok pemimpin di dalam Islam. Tidak memandang siapa yang bersalah, jika terbukti melakukan pelanggaran sekali pun itu adalah bagian dari keluarganya, maka tidak ada keistimewaan penegakan hukum baginya. Cukup sudah berharap kepada sistem kapitalis sekuler, sudah saatnya kita kembali kepada sistem Islam, satu-satunya sistem yang menjamin terlaksananya keadilan bagi seluruh umat manusia. Wallahualam bis shawwab[]
Photo : Google
Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya. NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]