Hukum, Jangan Tebang Pilih!

"Apakah hukum Jahiliah yang mereka kehendaki? (Hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang meyakini (agamanya)?" (Al- Maidah : 50)

Oleh. Ana Nazahah
(Kontributor Tetap Narasi.post.com)

NarasiPost.Com-Masyarakat Indonesia kini ramai dengan berita penangkapan Nia Ramadhani (NR) dan suaminya Ardi Bakrie (AB), yang dikenal sebagai publik figur di tanah air. Pembicaraan warganet terfokus pada bagaimana negara akan memberikan sanksi. Apakah NR dan AB akan disanksi tegas atau malah hanya sebatas direhabilitasi?

Kendati Kapolres Jakarta Pusat, Kombes Hengki Haryadi, mengatakan sekalipun NR dan AB menjalani rehabilitasi, proses hukum tetap berjalan. Namun, rakyat tetap merasa harus mengawal kebijakan hukum di negeri ini agar tidak seperti pisau dapur yang tumpul ke atas, sementara tajam ke bawah.

Kekhawatiran rakyat bukan tanpa alasan, mengingat hukum tebang pilih yang sering terjadi di negeri ini. Sebut saja, seperti kasus Wisma Atlet, Hambalang, Century, dan kasus mafia pajak, serta banyak lagi. Kasus-kasus ini telah mempertontonkan ketidakadilan dan tebang pilih dalam penegakan hukum. Dan hanya mampu menyeret kalangan teri.

Rakyat tentunya berharap agar negara mampu adil dalam penegakan hukum di negeri ini. Sekalipun yang bersalah memiliki privilage atau kedudukan sosial yang lebih tinggi. Tetap saja, hukum seharusnya dihargai dan tidak mudah dibeli.

Jika hukum tak diindahkan, apalagi oleh petinggi negeri. Pun penegak hukum yang kehilangan kepercayaan umat, akibat mempermainkan hukum, maka jangan salahkan umat jika mencurigai dan bersikap apatis terhadap kebijakan yang diterapkan di negeri ini. Jika hukum tidak lagi menyelesaikan masalah, dan malah menimbulkan masalah baru berupa ketidak-adilan, bukankah kita wajib curiga. Bisa saja yang bermasalah bukan hanya penegak hukumnya, namun juga sistem hukum itu sendiri?

Bukan tanpa alasan, karena Rasulullah shalallahu alaihi wassalam sendiri telah mengingatkan kita pentingnya hukum ditegakkan dengan penuh rasa keadilan tanpa tebang pilih. Sebagaimana sabdanya,

"Wahai manusia, sesungguhnya yang membinasakan orang-orang sebelum kalian adalah jika ada orang yang mulia (memiliki kedudukan) di antara mereka yang mencuri, maka mereka biarkan (tidak dihukum). Namun jika yang mencuri adalah orang yang lemah (rakyat biasa), maka mereka menegakkan hukum atas orang tersebut. Demi Allah, sungguh jika Fatimah binti Muhammad mencuri, aku sendiri yang akan memotong tangannya." (HR Bukhari). 

Memang benar, hukum tebang pilih ini terjadi karena penegak hukum yang kurang amanah menjalankan perannya sebagai peri'ayah (pengatur urusan umat). Namun, kurangnya amanah bisa saja timbul karena kebijakan itu sendiri. Lemahnya hukum di hadapan orang kaya menunjukkan kecacatan hukum yang diterapkan di sistem demokrasi. Dan semua ini tidak terjadi begitu saja, melainkan karena hukum yang diterapkan saat ini lahir dari ide batil sekularisme, yakni sebuah paham yang memisahkan peran Allah sebagai pembuat hukum dan menggantinya dengan hukum buatan manusia. Paham ini lahir dari proses pemikiran yang dangkal, lemah, serba kurang dan terbatas.

Paham yang menisbatkan segala sesuatu berdasarkan manfaat ini telah memaksa kita meninggikan aturan buatan manusia, dengan tujuan meninggalkan ayat-ayat Allah sebagai solusi. Inilah yang menjadi sebab hukum demokrasi berpotensi cacat dan malfungsi, serta mengakibatkan kerusakan di muka bumi. Padahal Allah telah menurunkan agama dan ayat-ayat Al-Qur'an sebagai pedoman yang wajib diikuti. Rasulullah shalallahu alaihi wassalam telah menyontohkan kepada kita bagaimana proses penegakan hukum, pun sanksi yang tegas lagi adil. Tidak membedakan si kaya dan si miskin. Di mata Allah semua manusia sama.

Di dalam Islam, seorang hakim wajib menegakkan hukum dengan standar hukum yang pasti. Kepastian yang dimaksud adalah halal dan haram, pembeda antara yang benar (al-haq) dan mana yang salah (al-bathil) berdasarkan bukti-bukti. Jika hakim tidak menetapkan standar keadilan ini (Al-Qur'an dan As-sunah), maka ancaman neraka telah menanti.

Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bersabda, "Hakim itu ada tiga, dua di neraka dan satu di surga. Seseorang yang menghukumi secara tidak benar, padahal ia mengetahui mana yang benar maka ia masuk neraka. Seorang hakim yang bodoh lalu menghancurkan hak-hak manusia maka ia masuk neraka. Dan, seorang hakim yang menghukumi dengan benar maka ia masuk surga." (HR Tirmidzi).

Standar hukum ini tidak akan pernah kita temui di sistem demokrasi. Karena menurut demokrasi standar kebenaran adalah suara terbanyak, meski terbanyak itu bisa saja batil menurut Allah dan Rasul-Nya. Karenanya Allah menuntut kita untuk berhukum dengan hukum Allah saja. Jika kita benar-benar berharap keadilan dan kesejahteraan bisa tegak di muka bumi.

Sebagai umat yang meyakini Allah sekaligus syariat-Nya sebagai aturan, tentunya kita berharap bisa hidup dalam suasana penuh kerahmatan. Sebab rahmat Allah tidak datang begitu saja, jika kita tidak menjadikan hukum-hukum Allah sebagai aturan dalam kehidupan.

Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman,

اَفَحُكْمَ الْجَاهِلِيَّةِ يَبْغُوْنَۗ وَمَنْ اَحْسَنُ مِنَ اللّٰهِ حُكْمًا لِّقَوْمٍ يُّوْقِنُوْنَ ࣖ

"Apakah hukum Jahiliah yang mereka kehendaki? (Hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang meyakini (agamanya)?" (Al- Maidah : 50)

Wallahua'lam[]


photo : google

Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Previous
Anak Sulungku, Fatihah
Next
Butuh Kepemimpinan Islam dalam Menangani Pandemi
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

1 Comment
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
Percaya Takdir
2 years ago

nice article

bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram