"Perempuan-perempuan keji untuk laki-laki keji, dan laki-laki keji untuk perempuan-perempuan keji (pula), sedang perempuan-perempuan baik untuk laki-laki baik dan laki-laki baik untuk perempuan-perempuan baik (pula). Mereka itu bersih dari apa yang dituduhkan manusia. Mereka memperoleh ampunan dan juga rezeki yang mulia (surga)." (QS. An-Nur: 26)
Oleh: Aya Ummu Najwa
(Kontributor Tetap NarasiPost.com)
NarasiPost.Com-Miris bercampur geram menyaksikan kerusakan kondisi yang terjadi pada generasi Islam hari ini. Betapa tidak, krisis dari berbagai aspek telah menggerogoti mereka. Krisis idola, krisis kepemimpinan, krisis jati diri, narkoba, hingga darurat seks bebas.
Terdapat fakta yang sangat menghawatirkan dari krisis generasi, khususnya terkait pergaulan bebas. Berdasarkan hasil survei KPAI yang dilakukan pada tahun 2007 menunjukkan bahwa sebanyak 4.500 remaja yang mengikuti survei, sebanyak 97 persen di antaranya mengaku pernah menonton film dewasa alias porno. Juga 93,7 persen remaja sekolah menengah pertama (SMP) dan sekolah menengah atas (SMA) pernah melakukan ciuman serta happy petting, yaitu bercumbu berat juga oral seks.
Hal yang lebih menyedihkan lagi adalah 62,7 persen remaja SMP malah mengaku sudah bukan perawan lagi. Bahkan 21,2 persen remaja tingkat SMA telah mengaku pernah melakukan aborsi. Data ini telah dipublikasikan 12 tahun yang lalu, yaitu pada tahun 2007.
Pada sepanjang tahun 2015, Dinas Kesehatan Daerah Istimewa Yogyakarta telah mencatat sekitar 1.078 remaja usia sekolah di Yogyakarta yang telah melakukan persalinan. Dari jumlah tersebut, 976 di antaranya dikarenakan hamil di luar pernikahan. Ini adalah angka kehamilan di luar nikah yang didapat dari lima kabupaten/kota di Yogya. Di kabupaten Bantul sendiri ada 276 kasus, Kota Yogyakarta tercatat 228 kasus, kabupaten Sleman 219 kasus, kabupaten Gunungkidul 148 kasus, serta kabupaten Kulon Progo terdapat 105 kasus.
Data lain dari Data Unicef tahun 2016 lalu pun menunjukkan bahwa kekerasan yang dilakukan kepada sesama remaja di Indonesia diperkirakan telah mencapai 50 persen. Peneliti dari pusat studi kependudukan dan kebijakan (PSKK) Universitas Gajah Mada (UGM), mengatakan bahwa tingkat kenakalan remaja akibat pergaulan bebas, yang hamil serta melakukan aborsi telah mencapai 58 persen, begitupun dengan penyimpangan remaja lainnya, seperti penyalahgunaan narkotika, miras, kekerasan, dan lainnya adalah faktor dari segala kerusakan generasi yang terjadi di negeri ini.
Liberalisasi Seksual Menjerat Generasi Indonesia
Inilah yang terjadi pada generasi kita. Generasi yang seharusnya menjadi tumpuan harapan masa depan bangsa, telah menjelma menjadi generasi sakit dan rusak. Perkembangan tekhnologi yang tidak diimbangi dengan pendidikan agama dan juga kontrol dari penyelenggara negara telah benar-benar meliberalkan penerus negeri ini.
Racun-racun pemikiran yang telah disuntikkan melalui tayangan-tayangan yang tak beradab, minim edukasi dan nol nilai agama, telah menjadi candu berbahaya yang terus ditenggakkan ke mulut-mulut anak-anak kita. Para publik figur yang tidak bisa menjadi panutan bertebaran di mana-mana, memenuhi mata dan otak generasi kita.
Mereka seakan tak malu mengumbar aib sendiri, mempertontonkan gaya hidup hedonis dan matrealistis. Bangga dengan kehidupan bebas, bergonta-ganti pasangan, berciuman dan berpelukan di layar kaca, melontarkan kata-kata yang tidak pantas di sosial media, hingga gaya hidup rusak ala Barat. Mereka tak berpikir apa yang mereka ucapkan dan lakukan akan berimbas pada orang lain, penggemarnya, dan merusak generasi.
Bahkan baru-baru ini, seorang publik figur tanah air, Yuni Shara, mengaku menemani anak-anaknya ketika mereka menyaksikan tayangan porno. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menilai bahwa film porno buruk bagi anak-anak. "Konten porno merupakan konten yang berbahaya. Dampak negatifnya sangat serius bagi tumbuh kembang anak," kata Ketua KPAI, Susanto. (detikNews.com. Sabtu (26/6/2021).
Sebagai orang tua harusnya artis ini yang notabenenya adalah seorang muslim merasa malu. Harusnya ia sadar kata-katanya akan didengar oleh orang tua lainnya, yang sedikit banyak akan mengikutinya dalam mendidik putra-putrinya. Namun inilah yang memang terjadi, seakan benteng keluarga itu sudah lama ambruk, dengan serangan Barat yang kian masif, dari budaya, ekonomi, hingga jati diri. Serangan pemikiran tersebut telah membuat para orang tua muslim kehilangan jati dirinya dalam mendidik anak.
Jika artis di atas dengan terbuka malah menemani anaknya menonton film porno, ternyata banyak juga orang tua muslim yang mendorong anaknya untuk punya pacar dan pacaran. Mereka seakan sedih jika tidak ada laki-laki yang menghubungi anaknya. Bahkan lebih biadabnya lagi beberapa orang tua malah tega menjual dan mengiklankan anaknya sebagai pemuas nafsu pelanggan bejat. Apalagi di tengah pandemi dan krisis ekonomi yang tak kunjung usai, mereka seakan gelap mata, mereka disibukkan memenuhi kebutuhan hidup dan kuota hp anak daripada mengambil alih pendidikan mereka selama di rumah dengan menanamkan nilai-nilai agama.
Di tambah lagi, game-game perusak mental dan kepribadian yang begitu meresahkan, yang tak hanya mengajarkan kekerasan pada anak, namun juga banyak adegan-adegan pornoaksi dan pornografi yang begitu mudahnya diakses oleh anak-anak kita. Demikian juga vlog-vlog tak bermutu bertebaran bak jamur di musim penghujan, menampilkan adegan-adegan domestik tak bermoral, liwath, hingga bingar-bingar kehidupan tanpa aturan agama. Seakan bangga, mereka terus memviralkannya, meraih sebanyak-banyaknya viewer, tanpa ada tindakan nyata dari pihak pemerintah untuk menghentikan fenomena ini.
Kerusakan generasi yang terjadi hari ini adalah hasil diterapkannya sistem kapitalisme. Dengan akidahnya yang memisahkan agama dari kehidupan, kapitalisme telah menanamkan pemahaman berbahaya bagi manusia. Menjadikan kebebasan adalah sumber kebahagian, kapitalisme mengubah manusia seakan-akan Tuhan bagi dirinya sendiri. Dengan kedaulatan di tangan individu, mereka bebas melakukan apa saja asal mereka bahagia termasuk kebebasan melakukan seks pranikah.
Dalam sistem rusak ini, kehidupan laki-laki dan perempuan adalah kehidupan jinsiyah. Mereka memandang satu dengan lainnya dengan pandangan seksualitas. Laki-laki memandang wanita sebagai pemuas seks semata, begitu pula wanita memandang laki-laki pun dengan pandangan yang sama. Maka tak heran, kita lihat mereka berperilaku dan tujuan hidupnya semua berhubungan dengan pandangan ini, mulai dari tayangan, film, gaya hidup, yang mempertontonkan kehidupan seks bebas, dari one night stand, friends with benefit, dan lainnya. Begitu pula produk-produk yang dihasilkan pun tak jauh dari seksualitas. Contohnya, murah dan bebasnya penjualan kondom, hingga boneka seks telah dipasarkan dengan bebas.
Angin beracun kebebasan inilah yang terus dihembuskan ke dalam dada umat Islam, terkhusus generasi mudanya. Dengan jeratan musik mereka dilenakan, masuklah narkoba dan miras. Dengan rayuan syahwat pada usia-usia sekolah melalui kampanye pendidikan seksual dan reproduksi, game, dan tayangan-tayangan receh, mereka menanamkan bibit kebebasan pada generasi muslim. Dengan investasi pabrik-pabrik miras, kondom dan bisnis pelacuran, mereka melemahkan benteng negeri ini.
Parahnya lagi, dengan minimnya peran negara dalam mencegah dan menanggulangi bahkan seakan ikut menjadi pemain, semakin memperparah krisis generasi ini. Namun fakta sebaliknya, ketika ada komunitas-komunitas hijrah yang mengajak generasi kembali kepada jati diri mereka, kembali kepada jalan taat, dan menjadi generasi tangguh dengan kembali mengenalkan Islam serta mempelajari Islam, malah dianggap sebagai ancaman negara, dicap dengan berbagai stempel yang menyakitkan dan provokatif.
Negara melahirkan UU boleh zina asal suka sama suka, namun di sisi lain ajaran Islam terkait menikah malah diserang. Seakan menikah muda adalah kejahatan, namun seks usia sekolah adalah kemajuan. Tentu ini semakin menambah parah kondisi, sedikit demi sedikit generasi rusak dan hancur. Maka tak usah heran jika hasil survei-survei di atas akan lebih meledak lagi jumlahnya di masa yang akan datang.
Islam Mencegah Kerusakan Generasi
Generasi Islam adalah generasi penerus estafet kepemimpinan Islam. Mereka tak hanya sebagai anugerah, namun juga sebagai amanah. Maka Islam sangat tegas mengenai pendidikan dalam mempersiapkan generasinya.
Pendidikan dalam Islam terbagi menjadi dua fase, fase prabaligh dan pascabaligh. Pendidikan prabaligh dimulai jauh sebelum manusia lahir, dari caron ibu dan bapaknya. Menjadi manusia saleh agar mendapatkan jodoh yang saleh pula.
ٱلۡخَبِيثَٰتُ لِلۡخَبِيثِينَ وَٱلۡخَبِيثُونَ لِلۡخَبِيثَٰتِۖ وَٱلطَّيِّبَٰتُ لِلطَّيِّبِينَ وَٱلطَّيِّبُونَ لِلطَّيِّبَٰتِۚ أُوْلَٰٓئِكَ مُبَرَّءُونَ مِمَّا يَقُولُونَۖ لَهُم مَّغۡفِرَةٞ وَرِزۡقٞ كَرِيمٞ
"Perempuan-perempuan keji untuk laki-laki keji, dan laki-laki keji untuk perempuan-perempuan keji (pula), sedang perempuan-perempuan baik untuk laki-laki baik dan laki-laki baik untuk perempuan-perempuan baik (pula). Mereka itu bersih dari apa yang dituduhkan manusia. Mereka memperoleh ampunan dan juga rezeki yang mulia (surga)." (QS. An-Nur: 26)
Menggelar pernikahan sesuai aturan Islam. Mendidik janin dalam kandungan dengan Al-Qur'an. Begitu pun ketika masa hadonah, tidak sembarangan orang yang mengasuhnya, karena dalam hadonah ada pendidikan, adab dan aurat. Usia 7-8 tahun adalah usia mumayiz, mak mulai diajarkan mana haram dan mana halal. Dalam masa nol bulan hingga usia baligh inilah ditanamkan akidah Islam, hakikat penciptaannya, ke mana ia akan kembali, dan apa yang harus dilakukannya selama di dunia. Sehingga ketika ia telah mencapai usia baligh ia tidak akan terombang-ambing dalam kemaksiatan.
Dengan bekal penanaman akidah dalam pendidikan Islam inilah ia diharapkan menjadi anak yang taat kepada Allah di mana pun ia berada. Ketika di dalam keluarga ia diajarkan menjauhi yang haram, maka di luar rumah ia akan terbiasa dengan itu. Jika di rumah ia dijauhkan dari tontonan perusak akidah, di luar rumah ia akan menjaga dirinya dari menyaksikannya. Jika di rumah ia diajarkan batas-batas aurat dan cara menutup aurat, maka ketika ia di luar rumah ia akan menundukkan pandangannya dari hal yang akan membuatnya terjerumus dalam kehinaan kemaksiatan. Ia akan menjauhi memandang lawan jenis, ia tak akan berkhalwat yaitu berduaan dengan lawan jenis, juga tak melakukan ikhtilath yaitu bercampur baur laki-laki perempuan, dan pergaulan bebas lainnya.
Maka akan lahir generasi cemerlang nan tangguh. Generasi yang bermental baja nan taat. Generasi muda yang siap mengambil alih kepemimpinan, yang akan membawa Islam dan kaum muslimin menjadi umat yang sesuai fitrahnya, yaitu umat terbaik. Yang di pundak merekalah kita titipkan amanah dakwah dan masa depan dunia.
Maka inilah pentingnya peran orang tua dan keluarga dalam menanamkan pondasi akidah dari rumah, bukannya malah menemani menonton film dewasa. Begitu pula dengan masyarakat yang saling nasihat-menasihati dan tidak apatis, akan meminimalisasi bibit kerusakan generasi yang terjadi. Ketika anak-anak usia sekolah malah nongkrong bareng antara laki-laki dan perempuan, mereka akan menasihati tidak acuh tak acuh. Dan tak kalah penting lagi adalah peran negara. Negara begitu ketat membentengi rakyatnya dari serangan pemikiran rusak, seperti tayangan serta konten-konten beracun, juga pemikiran-pemikiran yang dapat merusak akidah umat. Namun peran negara mumpuni ini tak akan pernah kita temui di dunia mana pun saat ini, karena peran hebat ini hanya dapat dilakukan oleh negara hebat yaitu Khilafah Rasyidah 'ala minhaji annubuwah.
Wallahu a'lam[]
Photo : Google
Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya. NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]