"Menutup mata terhadap wabah bukanlah penyelesaian masalah. Adapun terkait konspirasi, permainan elite kapitalis, oknum yang mencari untung, juga kelalaian penguasa, itu soal berbeda."
Oleh: Pahriati, S.Si.
(Praktisi Pendidikan)
NarasiPost.Com-Sejak akhir Juni lalu, kasus Covid-19 di Indonesia mengalami lonjakan tajam. Rata-rata kasus positif melebihi angka 20.000 orang per hari, bahkan tembus angka 30.000. Pada 5 Juli 2021, Kementerian Kesehatan RI melaporkan ada 31.189 kasus positif baru dengan kematian bertambah 728 orang.
Kondisi ini tentu mengkhawatirkan. Rumah sakit (RS) mulai kewalahan. Kapasitas IGD dan ICU sudah tak mencukupi. Sebagian terpaksa mendirikan tenda darurat di halaman RS. Sebagian lagi terpaksa menolak masuknya pasien baru. Akhirnya beberapa pasien harus isolasi mandiri (isoman) di rumah dengan fasilitas seadanya.
Kelompok pemerhati perkembangan COVID-19 di Indonesia, Lapor Covid-19, menyampaikan sudah ada 269 pasien isoman yang meninggal dunia di luar fasilitas kesehatan (faskes). Baik di rumah ataupun saat di antrean IGD RS. Kematian ini terjadi hanya selama sebulan belakangan, dan mungkin akan terus bertambah. Ini menandakan faskes di Indonesia sudah kolaps menghadapi pandemi. (News.detik.com, 3/7/2021)
Selain kekurangan faskes, kondisi tenaga kesehatan (nakes) juga mengkhawatirkan. Sudah ratusan yang gugur dalam tugas. Angka itu terus bertambah seiring wabah yang mengganas. Apa yang dikhawatirkan kini benar-benar terjadi. Negeri ini tak siap dengan lonjakan kasus yang kian tinggi.
Covid Melonjak, Buah Kebijakan Tak Bijak
Lonjakan kasus Covid ini sebenarnya tak terjadi tiba-tiba. Para ahli telah memprediksi jauh hari sebelumnya, melihat dari data-data dan penanganan pemerintah yang tampak setengah hati. Sejak awal pemerintah memang abai. Banyak pernyataan yang meremehkan virus ini. Kebijakan yang diambil juga sungguh tak bijak. Di saat negara lain mulai membatasi pergerakan masyarakatnya, pemerintah justru membuka penerbangan seluas-luasnya, termasuk dari Cina yang menjadi awal munculnya virus. Alasannya demi menggenjot sektor pariwisata.
Pemerintah menolak melakukan lockdown (karantina wilayah). Alasannya tak ingin mematikan sektor ekonomi. Lalu lahirlah istilah Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), PSBB Diperketat, dan PSBB Transisi. Setelah itu muncul lagi Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Mikro dan PPKM Darurat. Namun perubahan istilah tak membawa dampak signifikan. Aktivitas masyarakat dibatasi, tapi pemenuhan kebutuhan tak diberi solusi. Akhirnya banyak masyarakat yang tak ambil peduli.
Demikian pula dengan serangan gelombang kedua saat ini. Berawal dari WNA asal India yang diizinkan masuk Indonesia. Padahal saat itu pandemi sedang melonjak di India yang menjadi permulaan menyebarnya varian delta. Menurut Wakil Ketua Umum Pengurus Besar IDI, lonjakan dipicu oleh virus varian delta yang memiliki daya tular jauh lebih cepat dibandingkan varian sebelumnya. (sindonews.com, 26/6/2021)
Sikap pemerintah yang lebih mendahulukan ekonomi ini justru mengakibatkan kekacauan berkepanjangan. Masalah utamanya adalah keberadaan wabah penyakit. Seharusnya sektor kesehatan dipulihkan lebih dahulu. Tapi ketika itu diabaikan, tak hanya kesehatan dan ekonomi yang ambruk, sektor lain juga terkena imbasnya.
Kondisi ini diperparah dengan ketidakdisiplinan dari masyarakat. Seruan menjalankan Protokol Kesehatan (Prokes) 5M dan vaksinasi seringkali diabaikan. Bahkan tak sedikit yang menilai wabah ini adalah konspirasi, sengaja dibesar-besarkan.
Banyaknya berita bohong (hoax) yang beredar, juga pendapat tokoh yang bukan ahli, justru jadi pegangan masyarakat. Sedangkan suara para ahli dan petugas lapangan sering diabaikan, bahkan dituduh sebagai agen yang terlibat dalam konspirasi.
Tuntutan hidup dan minimnya literasi masyarakat berpadu dengan kurangnya edukasi dari pemerintah, membuat pemahaman seperti itu makin meluas. Belum lagi penerapan kebijakan yang tebang pilih, keras pada rakyat, lembek pada yang dekat dengan pemegang kekuasaan. Hal ini menguatkan ketidakpercayaan masyarakat terhadap pemerintah hingga muncul resistensi. Imbasnya, suara para ahli pun tak mau didengarkan.
Solusi Hakiki Hadapi Pandemi
Sebagai muslim, sudah semestinya kita melihat segala sesuatu dari sudut pandang Islam. Begitu pula dalam penanganan wabah. Syariat Islam telah mengaturnya. Ketika terdengar adanya wabah penyakit, Rasulullah Saw. memerintahkan umat muslim untuk menghindarinya seperti menghindari binatang buas. Beliau juga mengingatkan, orang yang berada di dalam wilayah wabah tidak boleh keluar, dan orang yang di luar dilarang masuk. Sebenarnya konsep ini sama seperti karantina wilayah.
Semestinya, pemerintah dibantu para petugas memasifkan 3T, tes massal dan penelusuran untuk memilah masyarakat. Orang yang terpapar dipisahkan dari yang bebas virus. Orang yang sakit dirawat dengan fasilitas maksimal. Wilayah yang terpapar dikarantina. Tapi tentu saja mereka yang dikarantina tetap diperhatikan kebutuhan hidupnya. Dan pemerintahlah yang bertanggung jawab menyiapkannya.
Tindakan tersebut memang akan berpengaruh pada kondisi ekonomi. Tapi persoalan nyawa manusia harus diutamakan. Bila manusia yang menjadi sumber daya utama sudah terjaga, perlahan ekonomi pun akan bangkit.
Konsep seperti ini tentu sulit diwujudkan jika pemerintah masih berpegang pada sistem kapitalisme. Kepentingan kapitalis selalu diutamakan dibanding rakyat keseluruhan. Maka harus ada perubahan yang menyeluruh agar persoalan bisa terselesaikan.
Secara individual, taat prokes adalah satu keharusan. Itu dilakukan untuk menghindarkan diri dan orang lain dari keburukan. Jadikan pendapat ahli sebagai rujukan. Jangan mudah termakan hoax. Carilah penjelasan atas berita yang beredar. Wabah ini nyata, bukan rekayasa. Telah banyak yang menjadi korbannya. Sakit dan sembuh, hidup dan mati memang ketentuan Allah. Tapi kita juga disyariatkan untuk melakukan ikhtiar menghindari penyakit.
Menutup mata terhadap wabah bukanlah penyelesaian masalah. Adapun terkait konspirasi, permainan elite kapitalis, oknum yang mencari untung, juga kelalaian penguasa, itu soal berbeda. Masalah ini tentu harus kita kritisi.
Penanganan wabah ini harus dilakukan bersama. Diperlukan keseriusan dari pemerintah yang didukung oleh kedisiplinan masyarakat. Semua pihak bertindak sesuai ranah tugasnya. Beriringan dengan ikhtiar melawan wabah, kita juga harus berupaya melakukan perubahan yang komprehensif. Terus berjuang mengubah sistem kehidupan, dari kapitalisme yang membawa kekacauan menuju kehidupan Islam yang insyaallah akan menyejahterakan. []
Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya. NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]