"Sejatinya pemerintah wajib memenuhi kebutuhan hidup rakyatnya apalagi dimasa pandemi Covid-19 namun faktanya rakyat tetap berjuang sendirian demi hidupnya.Bansos hanyalah drama yang mengusik keadilan publik."
Oleh. Ummu Shafiyya Asy-Syarifah
(Aktivis Muslimah)
NarasiPost.Com-Tok! Pemerintah Indonesia resmi memperpanjang PPKM level 4 mulai 26 Juli hingga 2 Agustus 2021. Hal ini disampaikan oleh pemerintah di Istana Merdeka pada Minggu (25/7/2021). Bersamaan dengan pemberlakuan perpanjangan PPKM, pemerintah juga meningkatkan pemberian bantuan sosial untuk masyarakat dan bantuan untuk usaha mikro kecil. (Tribunnews.com, 26/7/21)
Patut dicermati sejak awal kemunculan pandemi Covid19, pemerintah memang terkesan denial dengan adanya pandemi ini. Berbagai kebijakan pemerintah dalam penanganan pandemi seolah setengah hati. Justru kian hari kian tak menemukan titik terang. Gonta-gantinya kebijakan pemerintah dalam menangani pandemi, mulai dari PSBB hingga PPKM berlevel, memang sedari awal bukan ditujukan untuk menghapus pandemi, melainkan hanya menekan penyebaran pandemi. Tak heran, pandemi tak kunjung usai.
PPKM Diperpanjang, Rakyat Apa Kabar?
Perpanjangan masa PPKM dilakukan agar mobilitas rakyat turun sehingga angka penyebaran dan penularan pandemi dapat ditekan. Namun sayangnya, perpanjangan PPKM tidak diimbangi dengan jaminan kebutuhan hidup rakyat secara menyeluruh dan totalitas oleh negara.
Menurut Ahli epidemiologi dari Universitas Airlangga (UNAIR), dr. Atik Choirul Hidajah, menilai PPKM perlu diperpanjang tetapi kualitas yang menyertai pelaksanaannya perlu ditingkatkan. Menurutnya, masyarakat masih mobile karena masih harus bekerja, sehingga untuk ‘memaksa’ masyarakat agar tetap di rumah adalah mencukupi kebutuhan hidup masyarakat per hari saat mereka tidak bekerja. Selama ini bansos yang diberikan jumlahnya jauh di bawah kebutuhan masyarakat. (Investing.com, 25/7/2021)
Sungguh menyedihkan. Rakyat diminta untuk tinggal di rumah tapi di sisi lain rakyat tidak terpenuhi kebutuhan hidupnya sehingga mau tak mau rakyat harus keluar rumah untuk bekerja demi menyambung nyawa. Dalam kondisi demikian, masihkah rakyat lagi-lagi menjadi korban yang disalahkan atas melonjaknya kasus Covid-19?
Tebar Bansos Setengah Hati?
Selama penerapan kebijakan PPKM, negara menyalurkan bantuan sosial (bansos) melalui Kementerian Sosial (Kemensos) kepada masyarakat yang terdampak langsung pandemi Covid-19. Sayangnya, negara tidak berjanji akan menjamin bansos akan terus tersedia.
Menteri Sosial (Mensos), Tri Rismaharini, menuturkan bahwa pemerintah tidak bisa terus-menerus memberikan bansos kepada masyarakat karena uang pemerintah ada batasnya. Untuk saat ini, pemerintah masih bisa menyalurkan bansos kepada masyarakat selama PPKM berlangsung, tetapi untuk kedepannya tidak bisa terus-menerus berlangsung. (Wowkeren.com, 26/7/2021)
Sejatinya, bantuan sosial (bansos) tidak bisa menjamin dan menutupi kebutuhan masyarakat di masa pandemi. Bansos yang ditebar hanyalah solusi jangka pendek dan tidak bisa menyelesaikan permasalahan kebutuhan pokok. Mulai dari nominal bansos yang tidak seberapa, syarat penerima bansos yang diharuskan orang-orang yang teramat miskin, dan penyaluran bansos yang kerap kali masih dipersulit administrasi. Bila diamati, kebijakan bansos kerap kali mengusik rasa keadilan publik.
Kapitalisme Gagal Atasi Pandemi
Pandemi Covid-19 telah menyibak tabir busuknya negara penganut kapitalisme. Negara gagap menghadapi pandemi, bahkan menganggapnya guyonan. Lamban dan tidak serius mengatasi pandemi, bahkan tega dana bansos dikorupsi.
Dalam sistem kapitalis, negara kehilangan peran sebagai peri’ayah umat. Negara lebih tampak sebagai pedagang bagi rakyatnya. Segala hal ditimbang dengan asas untung-rugi. Transaksi negara dengan rakyat akan dihitung sebagai jual-beli. Alih-alih tulus mengurus masyarakat di tengah pandemi, negara justru mengeluarkan pernyataan yang menyayat hati, yakni dana negara tak mencukupi.
Maka wajar, bila negara akan menganggap rakyat sebagai beban bila harus diberikan bantuan secara berkelanjutan karena akan menguras kas negara. Terlebih, dalam kondisi pandemi, ekonomi negara tengah mengalami resesi dan terhimpit utang sana-sini. Semakin beratlah negara untuk menggelontorkan dana demi menghidupi rakyatnya
Jaminan Islam Penuhi Hajat Hidup Publik
Dalam Islam, pandemi akan disikapi dengan serius. Negara akan melakukan testing, tracing, dan treatment (3T) kepada seluruh masyarakat secara gratis. Kebijakan lockdown juga akan diambil oleh negara agar virus tidak meluas. Selama lockdown, negara tidak akan membiarkan masyarakat bingung memenuhi hajat hidupnya dan kelaparan. Negara akan menjamin hajat hidup publik di daerah terdampak pandemi secara totalitas tanpa khawatir kas negara terkuras.
Kekhawatiran yang terjadi dalam sistem hari ini tersebab pemasukan negara hanya berasal dari pajak dan utang, tidak ada yang lain. Berbeda dengan negara Islam yang memiliki tiga belas sumber pemasukan, yakni fa’i, ghanimah, anfal, kharaj, jizyah, pemasukan dari hak milik umum dengan berbagai macam bentuknya, pemasukan dari hak milik negara, usyur, khumus, rikaz, tambang, harta zakat, dan dharibah (pajak) yang dimasukkan dalam pos-pos Baitul Mal.
Pendapatan Baitul Mal diperoleh sesuai dengan hukum-hukum syariah yang menyatakan tentang pendapatan, juga disalurkan sesuai dengan hukum-hukum syariah yang menyatakan tentang pengeluaran. Pengeluaran Baitul Mal ditetapkan berdasarkan enam kaidah yang salah satunya adalah hak pembelanjaan karena ada unsur keterpaksaan, misal pandemi yang menimpa kaum muslim.
Dalam kondisi luar biasa, hak pembelanjaan negara tidak ditentukan berdasarkan adanya harta. Negara wajib menjamin hak hidup masyarakat, baik pada saat kas negara ada maupun tidak. Bila kas negara tersebut mencukupi, maka harta itu wajib disalurkan saat itu juga. Namun, bila tidak, negara wajib menarik dharibah (pajak) kepada kaum muslim yang mampu kemudian dikumpulkan di Baitul Mal untuk disalurkan kepada masyarakat yang membutuhkan. Bila pajak dari kaum muslim masih belum memenuhi, maka negara wajib meminjam harta dari pos kepemilikan umum yang nantinya utang tersebut akan dibayar dari harta yang dikumpulkan dari kaum muslim.
Pandemi Usai, Kesejahteraan Bersemi dengan Islam Kafah
Islam telah memberikan solusi solutif secara sistemik dan teknis untuk menuntaskan pandemi. Negara akan mengedukasi masyarakat dengan baik, masyarakat pun rida dengan kebijakan yang ditetapkan negara. Negara akan menjamin hajat hidup masyarakat dengan totalitas, bukan setengah hati, tanpa pilah-pilih, sehingga masyarakat akan rela bila diminta untuk tetap tinggal di rumah tanpa perlu pusing memenuhi kebutuhannya.
Negara tidak perlu khawatir kas akan terkuras sebab sistem ekonomi Islam telah membagi-bagi pos kepemilikan menjadi tiga bagian: (1) pos kepemilikan individu; (2) pos kepemilikan umum; dan (3) pos kepemilikan negara. Tidak akan ada privatisasi hak publik sehingga hak masyarakat tidak akan tercederai. Negara juga tidak kebingungan mencari pemasukan dengan memalak pajak kepada rakyat dan berutang dengan bunga mencekik karena negara memiliki pos pemasukan sendiri yang berjumlah tiga belas dan jelas.
Demikianlah telah terang bahwa Islam bila diterapkan secara sempurna dan paripurna sanggup mengantarkan pada kesejahteraan. Sungguh benar janji Allah Subhanahu wa ta’ala bahwa Islam adalah rahmat bagi seluruh alam. Kebaikan-kebaikan Islam mustahil direngkuh dan dirasakan bila syariat Islam terus-menerus dicampakkan dan dikriminalisasi. Justru, Islam bisa mendatangkan rahmat bila diterapkan secara kafah dalam naungan Khilafah.
Wallahuta’ala a’lam bi ash-showwaab[]