Tapera, Tabungan Pemalak Rakyat?

Tapera, tabungan pemalak rakyat

Mengetahui kontroversi Tapera dengan melihat dampaknya kepada pekerja. Belajar memahami efektivitas dan mempertanyakan masa depan perumahan.

Oleh. Isty Da’iyah
(Kontributor NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Pemerintah sepertinya lagi butuh banyak pemasukan. Segala cara dilakukan agar negara punya banyak pos-pos pemasukan yang bisa dimanfaatkan. Tidak peduli, meskipun pemasukan itu didapat dari memeras keringat rakyat. Belum pulih kekagetan rakyat atas tingginya kenaikan pajak, kini para pekerja harus menelan pil pahit dengan diwajibkannya ikut Tapera (Tabungan Perumahan Rakyat). Hal ini jelas menuai protes terutama bagi buruh dan pekerja yang gajinya UMK.

Dilansir dari Tempo.co, 31 Mei 2024, Presiden Partai Buruh, Said Igbal mengungkapkan bahwa kebijakan pemerintah memotong gaji buruh atau pekerja swasta tidak tepat. Hal ini sangat membebani para pekerja dan buruh. Selain itu kebijakan ini belum memiliki kepastian tentang apakah pekerja yang ikut Tapera pasti akan mendapatkan rumah? Mengingat masa tenornya yang panjang yakni puluhan tahun.

Sebagaimana sebelumnya pemerintah telah mewajibkan bekerja membayar iuran Tapera sebanyak 3% dari total gaji bulanan, yang mana 2.5% dibayar pekerja dan 5% dibayar pengusaha. Hal ini tertera dalam Peraturan Pemerintah atau PP Nomor 21 Tahun 2024 tentang Penyelenggaraan Tapera. (Tempo.co 31/05/2024).

Penolakan juga terjadi dari kalangan pengusaha. Mereka memprotes kebijakan pemerintah yang mewajibkan pekerja untuk ikut Tapera, yang mana pengusaha membayar 0,5% dan pekerja 2,5% membebani pengusaha dan buruh. Perwakilan dari Apindo mengatakan, konsep Tapera yang belum jelas juga menimbulkan pertanyaan. Selain itu tidak ada kepastian program ini untuk bisa membuat pekerja mendapatkan rumah setelah PHK atau Pensiun. (CNBC.Indonesia.com, 30/05/2024).

Program Tapera nyatanya menimbulkan banyak pro dan kontra. Tapera terkesan dipaksakan untuk mengumpulkan dana dari masyarakat. Iuran 3% dari para pekerja dengan gaji UMK jika dihitung dengan logika matematika sangatlah tidak mungkin untuk mempunyai rumah. Sebagai contoh 10 tahun yang akan datang harga rumah akan jauh lebih mahal dari saat ini. Jika dihitung UMK buruh rata-rata Rp3,5 juta per bulan diambil 3% = Rp105.000 per bulan. Sehingga dalam satu tahun akan terkumpul Rp1.260.000. Jika 10 tahun maka akan terkumpul uang Rp12.600.000,- adakah 10 tahun yang akan datang harga rumah 12,6 juta? Atau ketika 30 tahun adakah rumah seharga 78 juta?

Sungguh, dari fakta yang ada Tapera bukan untuk rakyat biasa. Tapi ada pihak yang nantinya bisa meraup keuntungan dari Tapera.

Menambah Beban Rakyat Kecil

Dikutip dari DetikNews.com tanggal 31 Mei 2024, bahwa Pemerintah melalui Staf Presiden Moeldoko menegaskan jika Tapera bukan iuran tapi tabungan, yang bisa diambil waktu pensiun. Meskipun dalam Undang-Undang (UU) 4/2016 mewajibkan tabungan tersebut, nanti tabungan tersebut bisa diambil ketika pensiun. (31/5)

Sekilas kebijakan Tapera tampak baik. Seolah-olah negara peduli kepada rakyat yang tidak punya rumah. Nyatanya ini adalah bentuk lepas tanggung jawabnya negara. Nyatanya Tapera akan menambah beban ekonomi masyarakat. Pasalnya sebelum ada iuran Tapera, banyak sekali iuran yang harus dibayar oleh para pekerja. Di antaranya BPJS Kesehatan, BPJS ketenagakerjaan, pajak dan lain sebagainya. Bagi pekerja dengan gaji yang pas-pasan dipotong 3% adalah hal yang sangat menyakitkan. Namun, inilah konsekuensi hidup dalam sistem kapitalis sekuler yang sangat sulit .

Rakyat dengan gaji yang sangat minim terpaksa harus mengatur pengeluarannya untuk bisa bertahan hidup. Mahalnya harga bahan pokok rumah, pendidikan, dan kesehatan, memperlihatkan abainya terhadap kebutuhan hidup rakyatnya. Negara hanya sebagai penyedia tanpa memperdulikan apakah rakyat mampu mengakses rumah yang layak atau tidak.

Sedangkan untuk proyek KPR negara akan selalu menggandeng pihak swasta. Karena sejatinya tidak mungkin swasta atau kontraktor yang berorientasi bisnis, akan mengurusi rakyat dan melayani rakyat dengan sepenuh hati. Bisnis pasti akan selalu berpikir bagaimana cara meraup keuntungan yang besar bukan bagaimana menyejahterakan rakyat.

Sehingga apabila Tapera tetap dilanjutkan maka rakyat kecil, terutama kaum buruh, akan tetap hidup dalam ketidakpastian. Gaji yang pas-pasan buat makan, terpaksa harus disisihkan untuk tabungan perumahan, yang belum tentu bisa dinikmatinya dalam waktu dekat. Belum lagi risiko akan adanya bunga (riba) pada tabungan tersebut, yang bisa jadi akan menimbulkan dosa. Jadi tidak salah jika dengan adanya potongan Tapera rakyat merasa dipalak.

Padahal Islam telah memperingatkan untuk tidak mengambil harta orang lain. Sebagaimana termaktub dalam surah Al-Baqarah ayat 188 yang artinya:

“Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang batil, dan janganlah kamu membawa harta itu kepada hakim agar kamu bisa memakan sebagian dari harta benda orang lain itu dengan dosa, padahal kamu mengetahui.”

Konsep Islam dalam Pemenuhan Perumahan

Tugas negara dalam sistem Islam adalah sebagai pengurus atau pelayan rakyatnya. Sebagaimana hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari yang artinya:

“Imam/Khilafah adalah pengurus rakyat dan ia bertanggung jawab atas rakyat yang ia urus.”

Sehingga Khilafah akan memberi jaminan terhadap seluruh kebutuhan pokok setiap warga negara Islam. Pemenuhan kebutuhan pokok mulai sandang, pangan, dan papan akan diatur sesuai dengan hukum syariat. Maka semestinya penyelenggara perumahan rakyat sepenuhnya menjadi tanggung jawab negara tanpa kompensasi berupa iuran wajib.

Ketika negara memiliki visi _riayah_, negara akan secara langsung melaksanakan tata kelola perumahan, mengurusi rakyat yang membutuhkan tempat tinggal tanpa melalui pihak swasta. Rumah-rumah akan dibangun untuk rakyatnya. Negara akan memberi kemudahan kepada rakyat untuk mengaksesnya. Tanpa harus menunggu puluhan tahun dengan pemotongan gaji rakyatnya.  Aturan dan syarat yang tidak memberatkan rakyatnya. Tidak akan ada rumah-rumah kosong tanpa penghuni. namun di sisi lain rakyat kesulitan mencari tempat tinggal.

Untuk mempermudah memenuhi kebutuhan papan dan tempat tinggal rakyatnya negara akan mengelola berbagai sumber daya alamnya secara benar. Sehingga bisa memungkinkan untuk memberikan rumah dan tempat tinggal bagi rakyat.

Dengan pengelolaan SDA yang melimpah maka keuangan negara akan bisa stabil. Lapangan pekerjaan yang memadai akan memberikan dampak tercukupinya kehidupan individu per individu rakyatnya.

Ketika pemerintah bertanggung jawab atas urusan rakyatnya, maka negara tidak akan berhitung untung rugi dalam memberi jaminan ketersediaan kebutuhan pokok rakyat. Maka dari itu negara tidak memerlukan konsep pembiayaan rumah yang mengharuskannya memotong gaji rakyat.

Ketika syariat islam secara kaffah diterapkan dalam seluruh aspek kehidupan, yang terjadi adalah kesejahteraan. Sebagai contoh pada masa Khilafah Umar bin Abdul Aziz sebelum beliau wafat masyarakatnya dalam kondisi makmur dan sejahtera, sehingga tidak ada lagi orang yang berhak menerima zakat. Karena umar telah membuat mereka sejahtera, tidak adanya orang miskin saat itu. Kebutuhan tempat tinggal yang layak pada seluruh masyarakat juga terpenuhi.

Wallahualam bishawab[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Kontributor NarasiPost.Com
isty Daiyah Kontributor NarasiPost.Com & Penulis Jejak Karya Impian
Previous
Pajak Membebani Rakyat, Para Kapitalis Malah Diuntungkan?
Next
Ambisi Besar Pertumbuhan Ekonomi, Mungkinkah?
5 1 vote
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

5 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
novianti
novianti
5 months ago

Ini kebijakan lucu dari sekian kebijakan lainnya. Semua ikut tabungan tapi bisa yang bisa akses hanya kelompok tertentu. Namanya tabungan, tapi diwajibkan. Sudah tidak sesuai nurul fikri, hehehhe

Isty Da'iyah
Isty Da'iyah
Reply to  novianti
5 months ago

Dan sangat jelas, sebuah bentuk pemerasan.

Isty Da'iyah
Isty Da'iyah
5 months ago

MasyaAllah, Tabarakallah terimakasih sudah di publish.
Menyuarakan suara hati jika tapera sangat merugikan rakyat.

bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram