Putusan MA: Kepentingan Siapa?

Putusan MA

Putusan MA meninggalkan banyak pertanyaan, seperti yang terjadi di MK lalu. Apakah MK telah berubah menjadi Mahkamah Keluarga?

Oleh. Ria Nurvika Ginting, SH.,MH.
(Kontributor NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Serba-serbi penyambutan “pesta demokrasi” di tingkat daerah semakin menunjukkan kemeriahannya. Setiap parpol sudah mulai melirik siapa yang akan diajukan sebagai wakil mereka. Pengajuan calon ini pun dimulai dengan cerita yang sama ketika “pesta demokrasi” pemilihan Presiden dan Wakil Presiden yang lalu. Mengapa demikian? Sebelumnya MK yang memutuskan perubahan mengenai usia calon Presiden dan Wakil Presiden dan kini MA pun memutuskan perubahan usia untuk calon Kepala Daerah (Gubenur dan wakilnya serta Wali Kota dan wakilnya). Dengan pertimbangan yang sama yakni agar anak-anak muda saat ini bisa ikut berkontribusi dalam ajang ini.

Putusan ini diawali dengan adanya permohonan uji materiel Partai Garda Republik Indonesia (Partai Garuda) terkait aturan batas minimal usia calon kepala daerah. Permohonan ini pun akhirnya dikabulkan dengan dituangkan dalam Putusan Nomor 23 P/HUM/2024 yang diputuskan oleh Majelis Hakim MA pada Rabu, 29 Mei 2024. Dalam putusan ini, MA menyatakan bahwa Pasal 4 ayat (1) huruf d Peraturan KPU RI (PKPU) Nomor 9 Tahun 2020 tentang pencalonan pemilihan gubenur, bupati dan wakil bupati dan/atau wali kota dan wakil wali kota. Pasal itu berbunyi bahwa, Warga Negara Indonesia (WNI) dapat menjadi calon gubenur dan wakil gubenur dengan memenuhi persyaratan 30 tahun terhitung sejak penetapan pasangan calon.

Dengan dikabulkannya permohonan Partai Garuda, maka terdapat perubahan pada syarat batas minimal usia dan titik penghitungan usia calon. Dalam pertimbangannya, MA berpendapat bahwa perhitungan usia bagi calon penyelenggaraan negara termasuk calon kepala daerah harus dihitung sejak tanggal pelantikannya atau sesaat setelah berakhirnya status calon tersebut sebagai calon, baik sebagai calon pendaftar, pasangan calon maupun calon terpilih.

Menurut peradilan ini, jika terhitung usia 30 tahun pada saat penetapan sebagai calon ada potensi kerugian bagi warga negara atau partai politik yang akan mencalonkan diri genap berusia 30 tahun setelah lewat waktu penetapan calon. “terutama dalam mengakomodir kesempatan anak-anak muda untuk ikut serta membangun bangsa dan negara,” demikian bunyi pertimbangan tersebut. (Antara.com,30/05/2024)

Putusan Cepat Kilat

Putusan MA tentu saja meninggalkan banyak pertanyaan. Putusan ini termasuk putusan yang cepat kilat seperti yang terjadi di MK lalu. Ketika itu banyak yang mempertanyakan apakah MK yakni Mahkamah Konstitusi telah berubah menjadi Mahkamah Keluarga? Saat ini banyak berkomentar MK merupakan Mahkamah Kakak dan MA merupakan Mahkamah Adik. Hal ini semakin menunjukkan bahwa pada sistem saat ini suatu hal yang biasa jika kekuasaan dapat dimiliki oleh “satu keluarga”.

Hal ini merupakan hal yang wajar dalam sistem demokrasi yang merupakan anak dari sistem kapitalisme-sekuler yang berdiri atas dasar pemisahan agama dari kehidupan dan standar dalam kehidupan adalah materi. Selain itu, dalam sistem ini yang berhak membuat undang-undang/hukum adalah manusia. sehingga hukum pun dapat disesuaikan dengan kepentingan sekelompok orang atau segelintir orang. Mengapa demikian? karena dalam sistem ini pemilihan kepala negara maupun daerah membutuhkan modal baik mandiri maupun dari para pemodal. Untuk mengembalikan modal ini akhirnya muncul persoalan baru yakni suburnya kasus korupsi.

https://narasipost.com/opini/12/2021/saat-putusan-mk-setengah-hati-peradilan-islam-memberi-keadilan-hakiki/

Pemilihan kepala daerah dalam sistem pemerintahan demokrasi tidak akan melahirkan pemimpin yang akan mendahulukan kepentingan rakyatnya. Pengkhianatan terhadap amanah dan janji-janji yang disampaikan ketika pemilihan akan terus-menerus terjadi karena kembali lagi kebijakan pemerintah akan mengikuti kepentingan siapa saja yang menjadi sumber pendanaan kampanyenya. Pemimpin yang terlahir dari demokrasi senantiasa akan tersandung dengan segala kepentingan kecuali kepentingan rakyat.

Pemilihan Kepala Daerah dalam Sistem Islam

Sistem Islam yang merupakan sistem paripurna yang memiliki aturan di segala lini kehidupan termasuk sistem pemerintahan yang disebut dengan Khilafah. Khilafah dijamin mampu mewujudkan pemilihan wali (kepala daerah setingkat provinsi) yang efektif dan efesien serta akuntabel. Rakyat akan mendapatkan calon pemimpin yang amanah dan terbebas dari kepentingan pemodal. Karena Khilafah tegak untuk menjalankan syariat Islam secara kaffah (sempurna). Dengan modal ketaatan pada Allah Swt. yang mana setiap perbuatan akan diminta pertanggungjawaban kelak, maka hal ini dapat menjamin pemilihan akan berjalan bersih dan berkualitas.

Metode pengangkatan kepala daerah secara langsung oleh Khliafah merupakan keefektifan dan keefisienan dalam hal pemilihan kepala daerah. Wali dalam sistem pemerintahan Islam tidak dipilih langsung oleh rakyat dan lembaga perwakilan. Hal ini dapat menghindari pemborosan anggaran negara sebagaimana yang terjadi pada pilkada saat ini. Wali tidak membutuhkan dana untuk mencalonkan diri baik secara mandiri ataupun dari para pemodal. Hal ini akan membebaskan calon kepala daerah dari tindakan korupsi. Pelaksanaan pemilihan berjalan degan cara yang simpel yang tidak menghabiskan energi dan dana dalam pelaksanaannya.

Di sisi lain, para wali yang dipilih dan diangkat langsung oleh khalifah memahami betul bahwa jabatan yang diembannya adalah wasilah untuk bertakwa dan memberikan pelayanan terbaik pada rakyat atau warga di wilayahnya. Mereka meyakini bahwa setiap amanah tersebut akan diminta pertanggungjawaban kelak di akhirat.

Dari Ibnu Umar ra. dari Nabi saw. sesunggguhnya bersabda, “Setiap orang adalah pemimpin dan akan diminta pertanggungjawaban atas kepemimpinannya. Seorang kepala negara adalah pemimpin atas rakyatnya dan akan diminta pertanggungjawaban perihal rakyat yang dipimpinnya.” (HR Bukhari dan Muslim)

Inilah kekuasaan dalam Islam tidak hanya memiliki sisi duniawi tapi juga ukhrawi. Sudah saatnya kita kembali pada sistem yang akan melahirkan pemimpin yang amanah bagi kita yakni sistem Islam dalam institusi Daulah Khilafah Islamiah.

Wallahu a'lam bishawab.[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Previous
Hati yang Selesai
Next
Genosida Zionis di Gaza, Islam Solusinya
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

2 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
Sartinah
Sartinah
1 month ago

Aturan dalam sistem demokrasi memang elastis, bisa ditarik dan diubah sesuai kepentingan. Ini jelas bertolak belakang dengan aturan Islam yang tidak pernah berubah hanya karena kepentingan pihak tertentu.

Novianti
Novianti
1 month ago

Dalam Islam mekanisme xalon sudah jelas syaratnya. Siapa pun bisa mengajukan diri dan mendapat dukungan yang akan dinilai kelayakannya oleh Mahkamah Madzolim yang terdiri dari para mujtahid. Dengan demikian calon pemimpin ini harus melewati persyaratan yang ketat. Kompetensinya diuji. Tidak seperti sekarang. Siapa saja bisa yang penting ada dukungan dana.

bubblemenu-circle

You cannot copy content of this page

linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram