Pinjol ini mengandung riba, yang sudah jelas keharamannya dalam Islam. Seharusnya pejabat menjauhkan rakyatnya dari segala keharaman, bukan malah menjerumuskan.
Oleh. Rini Fajri Yanti
(Kontributor NarasiPost.Com dan Aktivis Muslimah)
NarasiPost.Com-Pernyataan ngawur kembali disuarakan oleh menteri negeri ini. Kali ini berkaitan dengan dunia pendidikan yang biayanya semakin hari semakin tinggi. Pendidikan yang seharusnya ditanggung oleh negara sebagai kewajibannya dalam mengurus rakyat, kini malah dibebankan kepada masyarakat, bahkan semakin dipersulit dengan adanya adopsi pinjaman online (pinjol) untuk biaya pendidkan.
Dikutip dari CNN Indonesia, Menteri Koordinator Pengembangan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK), Muhadjir Effendi, mendukung wacana student loan atau pinjaman online kepada mahasiswa untuk membayar uang kuliah. Hal ini diungkap merespons dorongan DPR RI kepada Kemendikbudristek untuk menggaet BUMN terkait upaya pemberian bantuan dana biaya kuliah untuk membantu mahasiswa meringankan pembayaran. "Pokoknya semua inisiatif baik untuk membantu kesulitan mahasiswa harus kita dukung gitu termasuk pinjol," kata Muhadjir di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (2/7).
Pada kesempatan lain, Menko PMK juga mengatakan, "Pinjol ini memang sudah mengandung arti kesannya negatif. Akan tetapi, ‘kan ini sebuah inovasi teknologi. Akibat dari kita mengadopsi teknologi digital terutama, dan ini sebetulnya peluang bagus asal tidak disalahgunakan dan tidak digunakan untuk tujuan pendidikan yang tidak baik," Hal ini disampaikan dalam Konferensi Pers di Kantor Kemenko PMK, Jakarta, Rabu (3/7) (Tirto.id, 03/07/24).
Lagi-lagi pernyataan Menko PMK menuai kontroversi, sebab ini bukan kali pertama pernyataannya meresahkan publik. Judi online diberi bansos, kampus menarik uang yang besar dari wisuda mahasiswa, serta mendukung kenaikan UKT dan IPI adalah beberapa pernyataannya yang kontroversial di tengah masyarakat. Ia pun menambah deretan nama menteri yang pernyataannya jelas menyakiti hati masyarakat.
Mindset Rusak Kapitalisme
Keberpihakan pejabat terhadap pinjol hingga menjadi sarana pembayaran uang kuliah, tentu sebuah langkah yang keliru dan rusak. Jelas ini bukan solusi, melainkan menambah masalah masyarakat. Sebelum pernyataan ini ada, sudah banyak gen z dan milenial terjebak pinjol. Data dari Indonesiabaik.id memaparkan bahwa hingga juni 2023 ada 10 juta anak muda terjebak pinjol, yaitu 60% dari total pengguna pinjol yang berjumlah sekitar 17 juta orang. Dukungan pejabat ini tentu dapat meningkatkan pengguna pinjol terkhusus anak muda.
Padahal pinjol ini mengandung riba, yang sudah jelas keharamannya dalam pandangan syariat. Seharusnya pejabat menjauhkan rakyatnya dari segala keharaman, bukan malah menjerumuskan. Ditambah lagi dampak negatif yang luar biasa akibat pinjol. Banyak yang gagal bayar pinjol karena sudah membengkak, hingga bunuh diri akibat terjerat pinjol.
Melihat fenomena pejabat yang ngawur dalam menanggapi persoalan negeri ini, menunjukkan bahwa ada mindset bepikir yang rusak akibat sistem kapitalisme sekuler yang diterapkan hari ini. Pernyataan yang menguntungkan para perusahaan pinjol, tetapi merugikan masyarakat. Nasib rakyat tidak menjadi hal yang serius dipikirkan oleh pejabat. Jabatan mereka hari ini hanya dalam rangka meraih kekuasaan dan kekayaan semata, bukan dalam rangka mengurus rakyat.
https://narasipost.com/teenager/06/2024/bayar-kuliah-pakai-pinjol-omg/
Pernyataan ini juga menunjukkan adanya sikap lepas tangan negara dalam memenuhi kebutuhan rakyatnya. Pendidikan yang sejatinya menjadi kewajiban negara kepada rakyat, baik tingkat dasar hingga tingkat perguruan tinggi, malah diserahkan kepada masing-masing rakyat dalam pembiayaannya dengan menguntungkan perusahaan pinjol. Sungguh miris watak pemimpin dalam sistem ini. Pendidikan semakin sulit, masalah semakin melilit.
Di sisi lain, banyaknya jumlah masyarakat yang terjebak pinjol dan menerima pernyataan Menko PMK tersebut, menunjukkan rusaknya masyarakat dan sikap pragmatis mereka. Kemiskinan yang bertambah mengakibatkan masyarakat mengambil jalan pintas berupa pinjol, karena biaya kehidupan yang semakin tinggi harus ditanggung sendiri oleh mereka. Ditambah perusahaan pinjol semakin menjamur baik legal maupun ilegal. Negara telah gagal menyejahterakan kehidupan rakyatnya.
Pemimpin adalah Pengurus Rakyat
Paradigma seperti itu adalah khas sistem kapitalisme sekuler. Sedangkan paradigma sistem Islam dibangun di atas akidah Islam, sehingga ketakwaan menjadi fondasinya. Seorang pejabat negara adalah pe-riayah (pengurus) bagi rakyatnya. Mereka menjalankan tugasnya dengan amanah sesuai syariat Islam karena keimanan. Mereka menjadi teladan bagi rakyat dalam ketaatan. Kemajuan teknologi akan senantiasa dimanfaatkan sesuai syariat, bukan mengejar keuntungan yang besar tanpa melihat halal haram seperti saat ini. Rasulullah saw. bersabda,
“Imam/Khalifah itu laksana penggembala, dan hanya dialah yang bertanggungjawab terhadap gembalaannya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Juga dalam hadis lainnya,
“Sesungguhnya seorang imam itu laksana perisai. Dia akan dijadikan perisai, di mana orang akan berperang di belakangnya, dan digunakan sebagai tameng. Jika dia memerintahkan takwa kepada Allah ‘Azza wa Jalla dan adil, maka dengannya, dia akan mendapatkan pahala. Akan tetapi, jika dia memerintahkan yang lain, maka dia juga akan mendapatkan dosa/azab karenanya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Pemimpin dalam negara yang menerapkan sistem Islam akan menyediakan fasilitas pendidikan seluas-luasnya bagi rakyat tanpa membebani rakyatnya. Negara mewujudkan tujuan pendidikan Islam yaitu mencetak individu ber-syakhsiyah (kepribadian) Islam, memahami agama serta menguasai ilmu dan teknologi terkini. Semua ini diwujudkan oleh negara dengan pembiayaan dari kas negara bukan dari pungutan terhadap rakyat apalagi pinjol. Termasuk untuk mewujudkan tujuan-tujuan tersebut, negara akan memberikan fasilitas terbaik baik gedung dan alat-alat yang dibutuhkan dalam pembelajaran, hingga uang saku untuk para peserta didik dan hadiah atau penghargaan bagi mereka yang mengeluarkan buku dari penelitiannya.
Sungguh pemimpin yang amanah dan bertanggung jawab hanya ada dalam negara yang menerapkan sistem Islam. Begitu juga generasi emas, generasi bertakwa yang memahami agama dan ahli dalam sains dan teknologi, hanya ada dalam negara yang menjalankan sistem pendidikan Islam. Karenanya, di dalam Islam, pendidikan benar-benar meningkatkan kehidupan rakyat dan negara semakin maju dan penuh berkah.
Wallahu a'lam bishawab.[]