Air merupakan sumber kehidupan, tanpanya manusia dan alam akan punah. Defisit air inilah yang dimanfaatkan korporasi untuk keuntungan mereka.
Oleh. Moni Mutia Liza, S.Pd.
(Kontributor NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-World Water Forum (WWF) merupakan salah satu forum internasional yang seolah-olah peduli dengan kondisi masyarakat dunia. Nyatanya forum ini tidak lebih sebagai ajang untuk mencengkeramkan kuku-kuku kaum korporasi di negeri-negeri yang kaya akan sumber daya alam.
Fokus dari organisasi ini adalah menjadi tonggak percepatan target Sustainable Development Goals (SGDs), yaitu akses air bersih dan sanitasi secara global. Forum ini sendiri diselenggarakan oleh World Water Council, yaitu organisasi internasional yang fokus pada isu-isu air global. WWF pertama kali diadakan pada 1997 dan diselenggarakan setiap tiga tahun.
Memang benar bahwa kondisi dunia saat ini mengalami kekeringan akibat El Nino dan faktor alam lainnya. Hal ini seperti yang diungkapkan Gleick (1999) bahwa hingga akhir 1990-an, jumlah negara-negara yang mengalami defisit air meningkat. Diperkirakan 2/3 penduduk dunia akan mengalami kekurangan air pada tahun 2050 jika tidak segera ditanggulangi. (bpbd.bogorkab.go.id/25/09/2017).
Fakta bahwa dunia mengalami defisit air yang luar biasa harus dipahami bahwa kejadian ini bukan sepenuhnya akibat alam, melainkan ulah manusia itu sendiri. Pasalnya siklus air di planet ini akan tetap konstan kecuali manusia ikut campur dalam mengubahnya sehingga terjadi ketidakseimbangan.
Air Sumber Kehidupan
Air merupakan sumber kehidupan, tanpanya manusia dan alam sekitar akan punah. Defisit air inilah yang dimanfaatkan korporasi untuk untuk keuntungan mereka. Pasalnya masih ada negara-negara yang memiliki pasokan air yang cukup dan banyak, tidak terkecuali Indonesia, Palestina, Brazil, Kanada, Rusia, dan beberapa negara lainnya.
WWC menghebohkan dunia dengan isu kekeringan lantas menyusun propaganda agar dunia percaya bahwa dunia akan kehilangan air sehingga negara-negara di dunia harus bersatu membahas polemik yang “dibuat” serius ini. Ditambah dengan hasil-hasil penelitian akan defisitnya air akibat faktor alam membuat skenario ini makin sempurna dan mampu memengaruhi pemimpin dan pejabat negara untuk membahas isu ini. Dengan fokusnya pada penanggulangan defisit air, membuat para pemikir, pejabat negara, dan masyarakat lupa dengan akar permasalahan terjadinya defisit air secara besar-besaran.
Narasi bahwa dunia kehilangan air bersih nyatanya telah berhasil tertanam dalam pikiran manusia di dunia sehingga berbagai negara berbondong-bondong ikut dalam forum internasional WWF serta membahasnya. Hasil akhir dari pertemuan ini tidak lain adalah bagaimana investor (pemilik modal) bekerja sama dengan pemerintah untuk mengelola air bersih yang ada di negara tersebut. Nantinya air itu dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Pastinya masyarakat harus membayar dengan sebuah harga yang tidak murah. Lantas, siapa yang diuntungkan dari proyek global ini? Benarkah rakyat? Atau kaum korporat?
Proyek Menanggulangi Defisit Air
Propaganda dilanjutkan dengan mengalirkan dana untuk menanggulangi defisit air di berbagai negara. Akhirnya pemerintah dengan gagahnya mengucurkan dana yang besar dalam mengatasi kekeringan air, baik jangka pendek maupun jangka panjang. Mulai dari droping air bersih melalui tangki air, pembangunan bak penampungan air, embung, serta peningkatan pipanisasi dan sumur bor. Bahkan melakukan peningkatan dan perbaikan kualitas lingkungan seperti reboisasi dan penghijauan, pengelolaan DAS terpadu, pembangunan bendungan dan waduk, revitalisasi embung dan saluran irigasi, konservasi tanah dan air, dan lainnya.
Akhirnya mulai dari pemerintah pusat, daerah hingga para pelajar disibukkan dengan upaya-upaya untuk menanggulangi defisit air sehingga terlewatkan sesuatu yang lebih penting yaitu akar permasalahan munculnya kekeringan serta dikuasainya sumber air bersih oleh perusahaan besar dunia.
Sebenarnya jika kita teliti lebih dalam lagi terkait kasus kekeringan ini terjadi akibat serakahnya kaum korporat sehingga mereka mengeksploitasi kekayaan alam secara membabi-buta, mengeruknya hingga tidak tersisa, serta merampasnya dengan berbagai dalih atas negeri-negeri yang kaya akan SDA. Bagaimana tidak, terjadinya kekeringan karena hutan dibabat habis sehingga resapan air secara alami sudah tidak ada lagi. Limbah pabrik yang sangat banyak menyumbang penipisan lapisan ozon dan pencemaran lingkungan sehingga alam rusak dibuatnya. Selanjutnya dengan yakin mereka suarakan bahwa alam sudah rapuh dan dunia akan hancur, padahal sejatinya aktor yang melakukan kerusakan di atas bumi ini adalah mereka, kaum korporat yang begitu serakah akan SDA.
Masyarakat dunia harus tahu bahwa semua propaganda ini adalah bagian dari skenario kaum korporat untuk memperkaya diri mereka dan negaranya. Sedangkan negara yang berlimpah sumber daya air akan makin termiskinkan dan terjajah. Begitulah cara mereka untuk menguasai dunia dan menjadikan dunia dalam genggaman tangan mereka.
Lantas apa yang harus dilakukan untuk menyelesaikan krisis air? Satu-satunya jalan untuk kaum korporat berhenti menjajah dengan berbagai dalih dan propagandanya adalah membuang ide kapitalisme dari dalam tubuh individu, masyarakat hingga negara. Kesadaran dan meningkatnya taraf berpikir yaitu dimulai dengan pemahaman bahwa manusia diciptakan bukan untuk memuaskan segala hawa nafsunya, melainkan dijadikan sebagai khalifah di muka bumi untuk menciptakan kedamaian, kesejahteraan, dan keselarasan hidup antara manusia dengan alam.
Justru rusaknya alam, sumber air, moral masyarakat, serta budaya yang jauh dari fitrah manusia adalah cerminan buruknya peradaban meskipun teknologi makin canggih. Nyatanya sistem kapitalisme yang berasal dari akal manusia justru membawa manusia lebih rendah dari hewan dan lebih ganas dari binatang buas. Begitulah ketika manusia mengambil akal dan nafsunya sebagai petunjuk hidup dalam mengarungi kehidupan di dunia ini.
Islam Solusi Hakiki
Mengganti sistem kapitalisme dengan Islam merupakan solusi yang tepat dan benar atas krisis air. Selain karena Islam adalah agama yang Allah turunkan ke manusia, Islam nyatanya juga mampu menyelesaikan segala problematika masyarakat, baik di dalam maupun luar negeri, sesuai fitrah manusia dan memuaskan akal manusia.
https://narasipost.com/pilihan/02/2021/utang-solusi-usang-tangani-defisit-apbn/
Sistem Islam membagi harta kepemilikan menjadi tiga bagian. Harta kepemilikan individu, harta kepemilikan umum, dan harta kepemilikan negara. Dengan pembagian tersebut membuat sistem Islam sangat mudah dalam menyelesaikan problem terkait SDA. Sumber daya alam, baik berupa barang tambang, sumber air, dan hutan merupakan milik umum sehingga tidak bisa dimiliki oleh individu mana pun, baik warga yang muslim maupun warga kafir dzimmi.
Sumber daya alam, termasuk air, sejatinya dalam Islam dikelola oleh negara. Negara boleh menyewa orang yang ahli dalam pengelolaan SDA dan menggajinya. Namun, negara haram hukumnya menyerahkan pengelolaan SDA kepada swasta. Adapun negara boleh bekerja sama dengan swasta, tetapi tetap negara yang memegang kendali semua proses di dalamnya. Hasil dari pengelolaan baik barang tambang, perairan, maupun akan diserahkan kembali kepada rakyat berupa infrastruktur, layanan kesehatan, dan kebutuhan rakyat lainnya.
Selain itu, negara juga membuka peluang kerja yang sebesar-besarnya untuk warga negara sehingga tidak ada warga negara yang menjadi pengangguran. Jika pengaturan dalam hal kepemilikan sebegitu kompletnya dalam Islam, lantas mengapa masih setia dengan sistem kapitalisme yang secara nyata menyengsarakan rakyat dan hanya menguntungkan segelintir orang saja? Wallahua'lam bishawab. []