"Jika syariat Islam ini diterapkan, mereka akan dididik dan diarahkan pada akhlak dan sikap mulia, tidak melakukan hal-hal yang sampai merugikan orang lain. Termasuk perihal wisuda. Sudahlah menambah biaya (beban) orang tua, bahkan bisa mengarahkan anak-anak pada gaya hidup hedonistik, karena biayanya yang terbilang mahal."
Oleh. Mariyam Sundari
(Kontributor NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Fenomena mahalnya biaya wisuda saat ini sedang marak diperbincangkan di berbagai media. Seperti yang dialami oleh Erfan, salah satu orang tua murid di Gunung Kidul (Yogyakarta) merasa terbebani lantaran hajatan wisuda perguruan tinggi di sekolah putrinya bersifat wajib dan rencananya akan digelar di hotel berbintang 4. Biaya untuk kegiatan wisuda ini bahkan sudah dibebankan saat jelang masuk tahun ajaran baru. Termasuk untuk kebutuhan siswa lainnya, seperti buku alumni hingga study tour yang bakal diagendakan sampai dua kali dalam setahun. (cnnindonesia.com, 17/6/2023)
Erfan bersama dengan orang tua lainnya mengajukan protes. Aduan keberatan orang tua murid mengenai wisuda ini, masuk ke dalam Forum Pemantau Independen (Forpi) Yogyakarta, serta Ombudsman Republik Indonesia (ORI) DIY. Hal ini, terbukti dengan adanya pernyataan dari Kepala ORI DIY, Budhi Masturi yang menyebutkan bahwa berdasarkan hasil pemantauannya memang sudah sejak beberapa tahun terakhir acara wisuda di sekolah-sekolah di daerahnya digelar cukup glamor.
Biaya wisuda yang terkesan melambung tinggi tidak hanya berlaku pada jenjang perguruan tinggi saja, melainkan di semua jenjang pendidikan, mulai dari tingkat TK, SD, SMP, dan SMA. Ini jelas akan memberatkan dan menambah beban orang tua, apalagi dari keluarga yang ekonominya terbilang pas-pasan atau tidak mampu.
Gaya Hidup Hedonistik
Dalam sistem kapitalisme liberal (bebas), gaya hidup hedonistik memang tak bisa dihindari. Dengan adanya sikap hedonistik ini, tentu akan bisa melahirkan manusia yang cenderung egois dan pemalas, serta tak peduli terhadap kesusahan orang lain. Sikap seperti ini jika dibiarkan, akan membuat banyak orang merasa terbebani dan dirugikan. Hal ini terbukti dari fenomena mahalnya biaya wisuda di berbagai jenjang pendidikan, apatah lagi bakal digelar dengan glamor.
Berada dalam lingkungan yang pro terhadap sikap hedonistik, harus membuat diri pandai memilah dan memilih mana perilaku yang baik dan bermanfaat bagi sesama, dan mana perilaku yang dapat merugikan orang lain. Jangan mudah terpengaruh dengan hal-hal yang mengarahkan pada sikap hedonistik, baik dari media, pergaulan, dan lain sebagainya.
Hal ini bisa dimulai dari lingkungan keluarga, hendaklah orang tua menanamkan sikap yang sederhana, jauh dari kemewahan yang mengarah pada gaya hidup hedonistik. Dalam masyarakat seyogianya menunjukkan perilaku dan mengajarkan pada hal-hal yang bermanfaat saja. Seperti mengadakan kegiatan-kegiatan sosial yang banyak memberikan dampak positif bagi sesama, bukan pada kegiatan yang cenderung berlebih-lebihan. Pun negara yang memiliki peran penting dalam mengatasi semua problem kehidupan masyarakat. Termasuk menjauhkan masyarakatnya dari perilaku dan gaya hidup hedonistik, glamor yang akan menimbulkan sikap mubazir atau berlebihan. Semua ini tentu bisa terwujud ketika aturan Islam diterapkan di segala aspek kehidupan.
Pendidikan Islam
Sistem kapitalisme liberal yang berasas manfaat, sangat jauh berbeda dengan sistem Islam yang bersandar pada halal dan haram. Aturan Islam sangat komprehensif dan teratur sesuai syariat yang berlandaskan Al-Qur’an dan sunah, serta dilakukan dengan penuh kehati-hatian. Salah satunya dalam bidang pendidikan. Pendidikan dalam Islam berlandaskan pada akidah Islam, yang mencakup keimanan pada Allah Swt. dan syariat-Nya. Jadi penanaman akidah ini, ibarat akar. Bila akarnya kuat maka jelas akan mampu menopang seluruh bagian tanaman yang lain seperti batang, buah, termasuk daun.
Begitu pun akidah yang menjadi dasar pendidikan dalam Islam, akan menjadi dasar tumbuhnya pemikiran-pemikiran dan hukum-hukum Islam yang mengikat perilaku masyarakatnya sesuai dengan hukum syarak. Akidah inilah yang kelak akan mampu melahirkan generasi atau manusia-manusia yang berkepribadian Islam, yang senantiasa berpegang teguh dan punya prinsip yang tegas, tidak mudah rapuh, dan taat pada syariat-Nya. Dengan demikian, mereka tidak akan mampu tergadai dengan iming-iming dunia. Melainkan, hanya akan bergerak menjalani aktivitas kehidupan atas dasar keimanan dan takwa semata.
Oleh karena itu, akidah atau keimanan ini memang harus menjadi pelajaran yang utama dalam pendidikan yang diajarkan di sekolah-sekolah. Akidah juga harus menjadi dasar bagi setiap materi pelajaran dan penyelenggaraan pendidikan secara keseluruhan. Jika syariat Islam ini diterapkan dalam kehidupan, setiap individu akan dididik dan diarahkan pada akhlak dan sikap mulia, tidak akan melakukan hal-hal yang merusak, apalagi sampai merugikan orang lain. Termasuk dalam mengadakan kegiatan wisuda di sekolah. Sudahlah menambah biaya (beban) orang tua, bahkan bisa mengarahkan anak-anak pada gaya hidup hedonistik, bersenang-senang, apalagi berlebih-lebihan sebab biaya yang terbilang mahal.
Khatimah
Bahagia saat perpisahan dari sekolah menuju ke jenjang selanjutnya atau menjadi alumni memang semestinya dirasakan oleh setiap pelajar. Namun, jika kebahagiaan ini menimbulkan keresahan bagi orang tua atau orang-orang di sekitar, karena harus menanggung mahalnya biaya kegiatan pelepasan, justru akan menjadikan masalah dan kontradiksi dalam kehidupan masyarakat. Oleh karenanya, jika sistem kufur yang bebas (liberal) diterapkan, maka jelas akan mencerminkan masyarakat yang rusak sebab jauh dari nilai Islam. Begitu pun sebaliknya, jika aturan yang jelas dari Sang Pencipta diterapkan, sudah pasti masyarakatnya akan tenang, damai, aman, bahagia, sejahtera, dan jauh dari sikap, perilaku, dan kegiatan yang melanggar syariat serta merugikan orang lain. Wallahu a'lam bi ash-shawab.[]
Yups benar banget ketika yang sederhana bisa membuat jauh lebih bermakna mengapa harus poya2 dengan memberatkan para orangtua yang hanya kesenangan sesaat saja. Jika syariat Islam ini diterapkan, maka siswal/i dididik dan diarahkan pada akhlak dan sikap mulia, tidak melakukan hal-hal yang sampai merugikan orang lain. Termasuk perihal wisuda. Sudahlah menambah biaya (beban) orang tua, bahkan bisa mengarahkan anak-anak pada gaya hidup hedonistik, karena biayanya yang terbilang mahal. Miris sekali era sekarang yang makin menggila saja...
Inilah nestapa hidup di sistem kapitalisme. Niat hati ingin besyukur atas kelulusan, yang terjadi justru diberatkan dengan biaya yang besar. Pendidikan yang seharusnya mencetak generasi unggulan, kini jauh dari harapan. Saatnya kembali kepada Islam kafah.
Perayaan kelulusan seharusnya juga menjadi evaluasi. Sudahkah para lulusan mencerminkan kepribadian yang baik sebagaimana tujuan pendidikan? Bukan malah dijadikan ajang glamor karena gaya hidup hedonis. Astagfirullah.
Rasa syukur atas kelulusan itu boleh saja. Menggelar acara perpisahan atau wisata pun ya boleh saja, asalkan tidak kelewatan batas yang akhirnya menjadi beban para orang tua. Hal tersebut bisa termasuk perbuatan yang sia-sia yang dilarang Allah.
Saatnya back to pendidikan Islam yang mampu mencetak generasi cemerlang
Sistem kapitalisme melahirkan gaya hidup hedonistik.. berbeda dengan sistem Islam.. melahirkan sikap kanaah dan tawadlu..