"Semua karut-marut peradilan di Indonesia ini terjadi bukan semata karena faktor personal individu penegak hukum. Namun, penyebab utamanya adalah sistem demokrasi yang diterapkan di negara ini. Demokrasi telah menjelma menjadi 'duitokrasi' karena sistem kehidupan sekuler materialistis yang menjadi asas tegaknya demokrasi."
Oleh. Ragil Rahayu, S.E.
(Tim Penulis Inti NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD telah membentuk Tim Percepatan Reformasi Hukum untuk membenahi karut-marut hukum di Indonesia. "Kemenko Polhukam yang membuat Tim Percepatan Reformasi Hukum untuk membenahi karut-marut hukum," ujar Mahfud dalam keterangan tertulisnya.
Pembentukan tim ini dilakukan atas perintah Presiden Joko Widodo (Jokowi). Perintah tersebut disampaikan Jokowi merespons penangkapan hakim agung oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena diduga menerima suap dalam pengurusan perkara di Mahkamah Agung. Presiden lantas meminta Menko Polhukam merumuskan reformasi hukum dan pengadilan.
Tim percepatan reformasi hukum tersebut dibentuk tidak untuk menyelesaikan kasus konkret yang sekarang ada karena untuk keperluan tersebut ditangani oleh aparat penegak hukum dan birokrasi. Tim Percepatan Reformasi Hukum akan merumuskan naskah akademik dan rancangan kebijakan hukum.
Berdasarkan Keputusan Menkopolhukam Nomor 63 Tahun 2023 tentang Tim Percepatan Reformasi Hukum pada 23 Mei 2023, tugas Tim Percepatan Reformasi Hukum adalah menetapkan strategi dan agenda prioritas, mengoordinasikan kementerian atau lembaga, serta mengevaluasi agenda prioritas (CNN Indonesia, 27-5-2023).
Adapun agenda prioritas tersebut meliputi:
- Reformasi Lembaga Peradilan dan Penegakan Hukum
- Reformasi Hukum Sektor Agraria dan Sumber Daya Alam
- Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi
- Reformasi Sektor Peraturan Perundang-undangan.
Karut-marut Hukum Indonesia
Pembentukan Tim Percepatan Reformasi Hukum mengonfirmasi bahwa kondisi hukum di negeri ini karut-marut. Artinya, pemerintah mengakui sendiri bahwa hukum di negeri ini bobrok. Persoalan yang paling menonjol adalah korupsi yang telah membudaya di berbagai lini. Bahkan para penegak hukum yang seharusnya memberantas korupsi, justru menjadi pelaku korupsi. Banyak hakim, jaksa, dan polisi yang justru terlibat tindak korupsi.
Yang paling miris adalah kasus hakim agung Sudrajat Dimyati (SD) yang menjadi tersangka dugaan suap terkait penanganan perkara di Mahkamah Agung (MA). Bayangkan, seorang hakim agung yang merupakan hakim tertinggi, penegak hukum yang diharapkan berlaku adil, ternyata justru menjadi tersangka kasus korupsi.
Data Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menunjukkan bahwa sepanjang 2004-2022 ada 34 koruptor yang merupakan penegak hukum. Adapun rinciannya adalah 21 koruptor merupakan hakim, 10 koruptor adalah jaksa, dan 3 orang merupakan anggota kepolisian (katadata, 23-9-2022).
Para penegak hukum bisa diibaratkan sebagai sapu untuk membersihkan. Mirisnya, sapu yang seharusnya bersih sehingga efektif untuk membersihkan, ternyata justru kotor. Walhasil, sapu kotor tersebut tidak pernah bisa membersihkan rumah. Akibatnya, Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia selalu jeblok. Skor IPK Indonesia pada 2022 adalah 34. Indonesia berada pada peringkat yang sangat rendah, yaitu peringkat 110 dari 180 negara . Bahkan di Asia Tenggara saja, posisi Indonesia masih berada di bawah Singapura, Vietnam, dan Malaysia (tempo, 4-2-2023).
Selain kasus korupsi, hukum Indonesia juga diwarnai ketidakadilan. Tidak ada kesetaraan di depan hukum (equality before the law), yang ada justru hukum tumpul ke atas dan tajam ke bawah. Kasus yang menunjukkan hal ini adalah vonis dalam tragedi Kanjuruhan. Majelis hakim Pengadilan Negeri Surabaya pada 23-3-2023 telah membebaskan dua terdakwa, yang merupakan anggota kepolisian. Vonis ini sungguh mencederai rasa keadilan, utamanya bagi para keluarga korban.
Selanjutnya adalah bisnis narkoba yang dilakukan oleh oknum polisi. Penangkapan Kepala Polda Sumatra Barat Inspektur Jenderal Teddy Minahasa telah menggegerkan publik. Betapa miris bahwa oknum anggota kepolisian yang seharusnya memberantas narkoba ternyata justru terlibat bisnis narkoba. Mirisnya lagi, dari tahun ke tahun, ternyata kasus keterlibatan polisi dalam kejahatan narkoba makin bertambah.
Jika kita teruskan pembahasan, akan makin banyak kasus yang membuktikan karut-marutnya penegakan hukum di Indonesia. Keadilan yang didambakan setiap rakyat tidak terwujud. Bahkan yang ada adalah para mafia peradilan. Tuntutan dan vonis bisa ditransaksikan, asalkan nominal uang cocok, semua bisa diatur.
Semua karut-marut peradilan di Indonesia ini terjadi bukan semata karena faktor personal individu penegak hukum. Namun, penyebab utamanya adalah sistem demokrasi yang diterapkan di negara ini. Demokrasi telah menjelma menjadi 'duitokrasi' karena sistem kehidupan sekuler materialistis yang menjadi asas tegaknya demokrasi.
Di dalam demokrasi yang diklaim sebagai pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat, nyatanya semua praktik bernegara ditujukan untuk duit, duit, dan duit. Penguasa bekerja untuk mencari duit, anggota legislatif sidang demi duit, bahkan aparat hukum bekerja juga untuk duit. Tidak ada tujuan luhur untuk melayani masyarakat, mewujudkan keadilan bagi rakyat, dan lain-lain. Pada akhirnya, wajarlah jika segala kesempatan akan digunakan untuk memperkaya diri sendiri, meski dengan praktik-praktik kotor.
Oleh karenanya, selama sistem yang diterapkan di Indonesia masih sistem demokrasi, selama itu pula hukum dan peradilan di negara ini akan karut-marut seperti benang kusut. Bahkan lembaga yang hendak mewujudkan pemerintahan yang bersih seperti KPK justru mengalami amputasi fungsi. Pelemahan terhadap KPK akhirnya membuat para tikus berdasi makin digdaya.
Dengan demikian, ikhtiar pembentukan Tim Percepatan Reformasi Birokrasi ibarat menegakkan benang basah, teramat sulit dan nyaris mustahil akan efektif untuk mewujudkan keadilan hukum. Pembentukan tim ini tidak akan solutif untuk membersihkan hukum Indonesia dari berbagai boroknya.
Yang penting dan mendesak untuk dilakukan adalah membuang sistem demokrasi ke keranjang sampah peradaban secara permanen dan menerapkan sistem Islam yang terbukti selama berabad-abad telah mewujudkan keadilan bagi dunia.
Solusi Sistem Islam
Allah Taala memerintahkan umat Islam untuk menegakkan keadilan. Firman-Nya di dalam QS. Al-Maidah: 8,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُونُوا قَوَّامِينَ لِلَّهِ شُهَدَاءَ بِالْقِسْطِ وَلَا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَآنُ قَوْمٍ عَلَى أَلَّا تَعْدِلُوا اعْدِلُوا هُوَ أَقْرَبُ لِلتَّقْوَى وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ
"Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu menjadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap suatu kaum mendorongmu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa, bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan."
Sistem Islam mewujudkan keadilan melalui langkah-langkah berikut:
- Asas negara adalah akidah Islam. Dengan demikian, setiap aktivitas pemerintahan ditujukan untuk meraih rida Allah, bukan untuk duit atau keuntungan materi lainnya.
- Syariat Islam menjadi pengatur setiap amal perbuatan para penegak hukum, aparat, dan masyarakat secara umum. Dengan demikian, mereka tidak mudah berbuat korup ataupun curang.
- Seleksi terhadap para aparat negara, termasuk penegak hukum, adalah berdasarkan ketakwaan, bukan sekadar kapabilitas. Dengan demikian akan terwujud "sapu yang bersih" untuk membersihkan "rumah" dari ketidakadilan.
- Sistem sanksi yang tegas terhadap pelanggaran hukum sehingga menimbulkan efek jera bagi semua pihak. Rasulullah pernah menyita gratifikasi yang diperoleh seorang pemungut zakat. Saat itu beliau bersabda,
"Barang siapa yang telah kami beri tugas dan telah kami tetapkan gajinya, maka harta selain gaji tersebut adalah ghulul." (HR. Abu Dawud)
- Khalifah menjadi teladan dalam penegakan hukum. Rasulullah saw. berjanji menghukum Fatimah jika terbukti melanggar hukum (mencuri). Amirulmukminin Umar bin Khaththab mendera putranya yang terbukti minum khamar dan menyita keuntungan bisnis putranya yang terbukti memakai modal dari baitulmal.
MasyaAllah, demikian indah solusi Islam. Inilah solusi yang efektif untuk menyelesaikan karut-marut persoalan hukum yang ada dan mewujudkan keadilan bagi seluruh rakyat. Wallahu a'lam bi ash-shawab.[]
Solusi yang ditawarkan kapitalisme-demokrasi tak pernah menyentuh akar persoalan. Solusi yang ada hanya tambal sulam. Karena akar masalah dari semua masalah yang ada, ya kapitalisme itu sendiri.
Hanya sistem islam lah yang mampu menyelesaikan persoalan. Solusi tuntas, bukan sistem manusia yang terbatas dan tdk mampu menyegerakan menuntaskan persoalan ini
Selama sistem tetap memakai siatem kapitalisme korupsi tidak akan berhenti Sistem Islam satu-satunya solusi
Masyaallah naskah yg mencerahkan. Pentingnya tinggalkan demokarasi
Bobroknya sistem buatan manusia tidak akan sedikitpun membawa keadilan dan ketentraman. Hanya sistem hukum dalam Islam yang membawa kepada keadilan.dam solutif di setiap masalah, menjadi jawazir dan jawabir bagi pelakunya dan menjadi pelajaran bagi yang lain agar banyak berpikir sebelum bertindak kejahatan.