Relokasi Raih Restu, Muncullah "Pabrik Hantu"

"Muara relokasi tak lepas dari keuntungan materi tanpa memikirkan imbas mangkraknya bangunan fisik pabrik di wilayah ibu kota dan karyawan yang terpaksa kehilangan pekerjaannya. Hal ini semakin memperlengkap konflik perburuhan. Tetapi, pemilik modal alias pelaku usaha (pengusaha) yang akan meraup keuntungan."

Oleh. Afiyah Rasyad
(Tim Penulis Inti NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Syahdan, ibu kota menjadi tujuan rakyat seluruh penjuru tanah air untuk mencari cuan. Pabrik menjadi salah satu tujuan mereka mencari lapangan pekerjaan. Meski mereka tahu biaya hidup di Jakarta sangatlah tinggi, mereka tetap berazam mengais rezeki di ibu kota dengan harapan bisa memperbaiki keadaan. Meski jadi buruh kasar, masyarakat melakukannya dengan penuh kesadaran.

Regulasi Merestui Relokasi

Untaian harapan bisa meraih cuan di ibu kota tak semudah membalikkan telapak tangan. Sempitnya lapangan pekerjaan hingga tingginya PHK akhir-akhir ini, menjadi pemandangan mencengangkan. Bahkan muncul kabar tak sedap terkait relokasi pabrik di ibu kota ke sejumlah wilayah lain demi memangkas biaya pengeluaran gaji karyawan.

Pabrik padat karya yang diharapkan bisa menopang kehidupan rumah tangga, kini bereksodus untuk menyelamatkan produksinya. Pabrik padat karya itu mencari angin segar di wilayah lain guna melanjutkan produksi dan usahanya. Pengusaha dan pengelola pabrik rela membiarkan bangunan fisik pabrik mangkrak di ibu kota. Mereka juga tak peduli dengan "pabrik hantu" menjadi sebuah fenomena. Mencari UMK gaji yang terjangkau menjadi alasan utama.

Dikabarkan CNBCIndonesia.com, pabrik-pabrik industri padat karya di Jakarta sudah banyak eksodus ke daerah untuk mencari upah yang lebih terjangkau. Sehingga banyak kawasan pabrik di kawasan industri seperti di Kawasan Berikat Nusantara (KBN) sepi dari operasi pabrik memunculkan fenomena "pabrik hantu" di Jakarta.

Beberapa wilayah favorit pelaku usaha di antaranya di Jawa Tengah serta Jawa Barat. Pelaku usaha utamanya dari padat karya seperti garmen tidak menjadikan tujuan wilayah lain yang upahnya lebih tinggi, jika tidak ancamannya bisa kolaps (cnbcindonesia.com, 26/5/2023).

Wilayah tujuan relokasi pabrik adalah daerah yang UMK-nya lebih rendah dari ibu kota. Seperti Majalengka dan jepara yang memiliki UMK setengah dari ibu kota. Dengan angka yang jauh lebih rendah, maka pabrik padat karya bisa membayar dua karyawan sekaligus dibandingkan dengan bertahan di ibu kota. Jelas hal itu bisa memangkas anggaran gaji karyawannya.

Eksodus pabrik padat karya tentu harus melewati berbagai macam prosedur dan regulasi di wilayah tujuan. Pabrik tersebut tak akan berhasil berdiri di wilayah baru jika tidak meraih restu. Maka, wilayah tujuan relokasi mungkin memang tak akan berat hati dengan hadirnya pabrik padat karya guna menambah pemasukan pemerintah daerahnya dari sedotan pajak.

Muara Relokasi

Mangkraknya bangunan fisik pabrik tak segera diatasi. Pabrik hantu bermunculan tanpa ada operasi apa pun di dalamnya. Sungguh mubazir. Belum lagi karyawan di ibu kota yang ditinggal begitu saja. Belum tentu mereka dan keluarganya ikut pindah ke wilayah relokasi.

Sementara pelaku usaha padat karya memandang keuntungan materi dengan jalan memangkas gaji. Sementara pemerintah daerah tujuan relokasi menerima dengan senang hati karena juga akan meraih pundi-pundi materi. Jelas, kondisi ini menggambarkan peliknya sistem ekonomi yang diterapkan.

Tak ada yang menafikan, asas manfaat menggelinding dengan liar. Sistem ekonomi kapitalisme diterapkan dengan sempurna. Mengeluarkan modal sekecil-kecilnya dan meraih keuntungan materi yang sebesar-besarnya menjadi gambaran yang sangat lazim.

Muara relokasi tak lepas dari keuntungan materi tanpa memikirkan imbas mangkraknya bangunan fisik pabrik di wilayah ibu kota dan karyawan yang terpaksa kehilangan pekerjaannya. Hal ini semakin memperlengkap konflik perburuhan. Tetapi, pemilik modal alias pelaku usaha (pengusaha) yang akan meraup keuntungan. Demikianlah kapitalisme membawa buruh pada muara kemiskinan.

Upah Minimum Kota/Kabupaten (UMK) nyatanya tak serta merta membuat rakyat kecil sejahtera. Upah tidak pernah berjalan beriringan dengan tingginya biaya hidup dan gaya hidup. Apalagi, kapitalisme menanggalkan peran negara atas seluruh kebutuhan rakyatnya. Rakyat dipaksa mandiri dengan berbagai biaya kebutuhan hidup yang terus meninggi. Upah yang diterima kerap membuat buruh gigit jari.

Sistem Islam Menyejahterakan Rakyat

Karut-marutnya kondisi perburuhan, upah, dan kesejahteraan tak akan dijumpai dalam sistem Islam. Islam adalah agama yang sempurna berasal dari Zat Pencipta dan Pengatur kehidupan. Islam mengatur segala aspek kehidupan dan sangat relevan diterapkan di segala zaman.

Pabrik hantu tak akan dijumpai dalam tatanan kehidupan Islam. Seluruh bangunan dan tanah yang terlantar akan dicari pemiliknya agar ditempati dan difungsikan dengan baik. Apabila ada beberapa pemilik dan terjadi konflik di antara mereka, maka negara akan turun tangan untuk menyelesaikannya sesuai syariat Islam. Namun, jika tak seorang pun pemiliknya dijumpai dalam waktu 3 tahun, maka akan dijadikan harta milik negara. Selanjutnya, negara akan memfungsikan bangunan tersebut sebagai fasilitas umum atau diserahkan pada rakyat yang membutuhkan untuk tempat tinggal atau usaha.

Adapun hubungan antara buruh dan pekerja sangat mesra dalam sistem Islam. Sebab, negara akan memperlakukan kedua pihak dengan adil. Sebab, Allah mewajibkan negara bersikap adil dalam melaksanakan setiap aturan kehidupan. Sebagaimana firman Allah dalam surah Al-Hadid ayat 25,

"Sesungguhnya Kami telah mengutus rasul-rasul Kami dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka Al-Kitab dan mizan (neraca, keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan."

Kemesraan pengusaha dan pekerja terajut karena mereka sama-sama diperlakukan sebagai hamba Allah yang wajib taat pada syariat Islam. Sehingga tak ada kasta antara dua belah pihak yang saling membutuhkan dan menguntungkan itu.

Islam akan menyejahterakan pekerja dan juga pengusaha. Islam memandang pengusaha dan pekerja terikat oleh satu kontrak (akad) kerja yang adil dan harus saling rida di antara kedua belah pihak. Kontrak kerja itu harus detail dan jelas, mencakup aspek upah, jam kerja, jenis pekerjaan, sanksi jika ada pelanggaran, dll. Sehingga keridaan muncul sejak kontrak kerja disepakati.

Saat kedua belah pihak rida dan sepakat atas akad kerja, maka pekerjaan harus dilakukan sesuai dengan akad. Sehingga tidak ada pihak yang terpaksa dan terzalimi.

Adapun sistem gaji dalam Islam akan ditegakkan dengan adil. Seorang pekerja akan mendapatkan gaji sesuai dengan manfaat yang ia curahkan atau berikan, bukan disesuaikan dengan kebutuhan minimum. Gaji tersebut adalah hak pekerja dan wajib ditunaikan oleh pengusaha sesuai tanggal yang disepakati. Jangan sampai terlewat apalagi sampai mengering keringat pekerjanya. Jika demikian, negara akan turun tangan untuk mengingatkan pengusaha. Sabda Nabi saw.,

"Berikan kepada seorang pekerja upahnya sebelum keringatnya kering." (HR. Ibnu Majah, sahih)

Begitu pun dengan pekerja, mereka harus bersungguh-sungguh menuntaskan pekerjaannya sesuai akad. Akad kerja adalah amanah yang wajib ditunaikan. Apabila ada pelanggaran yang disengaja, maka dia juga harus siap menerima sanksi sesuai akad.

Jamak dipahami bahwa gaji para pekerja akan dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan pokok personal seperti pangan, sandang, dan papan. Adapun kebutuhan dasar komunal seperti pendidikan, kesehatan, dan keamanan dijamin dan disediakan oleh negara secara cuma-cuma atau gratis. Untuk transportasi umum guna mendukung mobilisasi para pekerja. Negara menyediakannya dengan harga terjangkau bahkan gratis.

Selain itu, negara akan membantu pemenuhan kebutuhan pokok para pekerja yang sudah bekerja sungguh-sungguh dan seoptimal mungkin, tetapi gajinya tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan hidup. Negara akan memberikan penyuluhan atau workshop guna meningkatkan keterampilan sekaligus membantu dari urusan modal usaha. Negara bahkan akan menyokong secara cuma-cuma kebutuhan pokok personal jika memang dalam satu keluarga sangatlah lemah. Dengan demikian, seluruh rakyat akan bisa menikmati kesejahteraan di bawah naungan Islam. Wallahu a'lam bishawab.[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Penulis Inti NarasiPost.Com
Afiyah Rasyad Penulis Inti NarasiPost.Com dan penulis buku Solitude
Previous
Di Rumah, Ayahku Berbeda
Next
Tim Percepatan Reformasi Hukum, Apakah Solutif?
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

6 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
Tya Ummu Zydane
Tya Ummu Zydane
1 year ago

Hmm... begitulah sistem kufur ini ...
Bukannya mengatur tapi merusak.
Hanya sistem yang datang dari sang pencipta (Islam) yang mampu mensejahterakan rakyat.
Yuk bersama-sama meraih janji Allah di Q.S An-Nur ayat 55.

Afiyah Rasyad
Afiyah Rasyad
Reply to  Tya Ummu Zydane
1 year ago

Bismillah semoga kita semua istikamah

Nirwana Sadili
Nirwana Sadili
1 year ago

Islam begitu sempurna mengatur seluruh aspek kehidupan, termasuk sistem ekonomi. Kapitalisme dah gagal menyejahterahkan rakyat, tetap saja dipertahankan. Padahal sistem ekonomi Islam dah jelas sepanjang sejarah terbukti mampu mensejahterahkan rakyat.

Afiyah Rasyad
Afiyah Rasyad
Reply to  Nirwana Sadili
1 year ago

Allahu Akbar. Leres Mbak

Sartinah
Sartinah
1 year ago

Miris ya lihat karut-marutnya sistem perburuhan di era kapitalisme. Lebih miris lagi, rakyat kecillah yang selalu menjadi korban kezaliman regulasi yang dibuat pemerintah.

Wd Mila
Wd Mila
1 year ago

Polemik aturan UMK maupun UMR di negeri kapitalis. Kenyataannya, tidak mampu menyejahterakan rakyat. Kebutuhan pokok kian melambung, tak terbendung. Gaji pun tak cukup menutupi.

bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram