Penyimpangan Ponpes Al-Zaytun: Kegagalan Negara Menyelenggarakan Pendidikan Islam

"Penyelenggaraan pendidikan yang mengajarkan Islam kaffah malah dicurigai dan dimata-matai. Sebaliknya, keberadaan pesantren yang sudah jelas membahayakan akidah umat Islam malah didanai dan dipelihara."

Oleh. Hanum Hanindita, S.Si
(Kontributor NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Belum lama ini publik digegerkan dengan berita meresahkan Pondok Pesantren Al-Zaytun di Indramayu, Jawa Barat. Pasalnya ajaran Islam di dalamnya sekaligus pimpinan Ponpes Al-Zaytun dianggap melakukan penyimpangan.

Dilansir dari madura.tribunnews.com (18/6/23), dan suara.com (17/6/23), berikut ini adalah sederet kontroversi yang dapat dirangkum. Pimpinan Ponpes, Panji Gumilang, mengeluarkan sejumlah pernyataan dan ajaran yang bertolak belakang dengan syariat Islam, di antaranya mengganti salam umat Islam menjadi salam Yahudi, mengatakan bahwa Al-Qur’an adalah perkataan Nabi Muhammad, ibadah haji tak perlu dilakukan di tanah suci bisa dilakukan di Indonesia sebab juga tanah suci, boleh melakukan zina asalkan ditebus, salat Idulfitri perempuan diletakkan di saf terdepan dan mengakui bahwa dirinya adalah komunis.

Desakan kepada pemerintah dan aparat berwenang agar segera turun tangan untuk mengatasi Ponpes Al-Zaytun dilakukan oleh Ketua MUI Bidang Dakwah dan Ukhuwah, KH. Cholil Nafis. Langkah itu harus segera dilakukan demi melindungi masyarakat agar tidak terpengaruh ajaran yang menyimpang dari Islam. Terlebih lagi, ponpes tersebut belum lama ini juga didemo sejumlah warga yang resah dengan ajaran di dalamnya. (news.republika.co.id)

Siapa di Balik Pesantren Al-Zaytun?

Kasubdit Kontra Radikal Densus 88 Antiteror Polri, AKBP Budi Novijanto menyebut bahwa Ma'had Al-Zaytun dapat menjadi cikal bakal kelompok teroris, karena memiliki hubungan yang kuat dengan Negara Islam Indonesia Komandemen Wilayah 9 (NII KW 9). Keterangan ini didapat dari penelitian dan pengakuan eks NII KW 9. Panji Gumilang sebagai pimpinan Al-Zaytun juga adalah pimpinan NII KW 9. Ajaran yang dipraktikkan NII KW 9 di antaranya adalah memobilisasi dana dengan mengatasnamakan ajaran Islam yang diselewengkan. Selain itu pada ajaran NII KW 9 ditemukan adanya ayat-ayat Al-Qur’an yang ditafsirkan secara menyimpang serta paham menghukumi kafir kelompok-kelompok di luar NII KW 9. (news.republika.coi.id, 20/06/20).

Ketua Forum Ulama Umat Indonesia (FUUI), KH Athian Ali, juga memberi keterangan bahwa pihaknya selalu menginvestigasi Al-Zaytun. Namun, menurut Kiai Athian, upaya untuk membongkar jati diri Al- Zaytun justru ditentang oleh sejumlah pejabat yang salah satunya pernah menjadi pejabat tinggi di era pemerintahan orde baru. Menurut Kiai Athian, sudah lama para ulama memberikan informasi dan masukan kepada pemerintah tentang kesesatan dan bahayanya paham yang diajarkan di Al- Zaytun. Bahkan FUUI telah memberi usulan agar pemerintah mengambil alih Al-Zaytun dan membina pengurus dan santri di dalamnya. Tetapi justru pejabat-pejabat terus mendukung. (khazanah.republika.co.id, 10/05/23)

Melihat dukungan yang diberikan oleh petinggi negeri, dapat dilihat bahwa memang pesantren ini sengaja diciptakan dan dipelihara sehingga sulit tersentuh hingga kini. Pastinya ada target yang ingin diraih dan proyek-proyek yang dibentuk. Sebab dukungan diberikan pasti juga termasuk adanya aliran dana guna melancarkan tujuan tertentu yang diinginkan. Saat ini pun Ponpes Al-Zaytun juga masih mendapat dana yang diklaim merupakan dana BOS (Bantuan Operasional Sekolah) dari pemerintah dengan nominal yang besar.

Bentuk Kegagalan Negara

Munculnya kelompok dan aliran sesat bukan pertama kali terjadi di negeri ini. Sebelumnya sudah sangat sering bermunculan kelompok sesat yang mengaku bagian dari Islam, tetapi ajaran yang dibawa sangat bertentangan dengan akidah Islam. Hal ini menunjukkan gagalnya negara dalam menjaga akidah umat Islam. Maraknya kelompok sesat yang merusak akidah umat Islam tidak lepas dari penerapan sistem pemerintahan dan demokrasi yang menjunjung tinggi asas kebebasan atau liberalisme.

Sudah banyak diketahui liberalisme ini adalah ide yang dipropagandakan para pembenci ajaran Islam. Mereka mengemban ide ini dengan frasa HAM dan kebebasan. Akhirnya pemerintah dalam sistem demokrasi yang menjunjung kebebasan mau tidak mau harus mewadahi setiap aspirasi masyarakat termasuk kebebasan beragama. Tak peduli apakah agama yang dianut sahih atau tidak, asli atau palsu. Bahkan dengan dalih kebebasan beragama akan banyak memunculkan agama-agama baru, nabi-nabi palsu, dan ajaran-ajaran sesat yang dibuat-buat manusia.

Sistem demokrasi memang telah gagal menentukan mana ajaran yang hak dan mana yang batil. Karena HAM sendirilah yang mengaburkan standar benar-salah yang hakiki dari Sang Pencipta. Kerusakan pemikiran seperti inilah yang diharapkan oleh musuh-musuh Islam.

Pendidikan pun akhirnya tak luput terkontaminasi ajaran yang bertentangan dengan Islam, bahkan termasuk pondok pesantren yang notabene identik dengan kuatnya penanaman nilai-nilai Islam dalam pembelajarannya. Apa yang terjadi pada penyimpangan Ponpes Al-Zaytun juga menjadi bukti kegagalan pemerintah dalam menyelenggarakan pendidikan berbasis akidah Islam.

Penguasa gencar melakukan kriminalisasi dan monsterisasi terhadap umat Islam ataupun lembaga pendidikan yang mengajarkan Khilafah dan jihad secara pemikiran. Padahal sangat jelas bahwa Khilafah adalah bagian dari ajaran Islam. Mereka disebut radikal, ekstremis, hingga intoleran. Buku-buku pelajaran yang disinyalir mengandung ajaran jihad dan khilafah sangat ketat diawasi peredarannya.

Inilah borok dari sistem saat ini. Penyelenggaraan pendidikan yang mengajarkan Islam kaffah malah dicurigai dan dimata-matai. Sebaliknya keberadaan pesantren yang sudah jelas membahayakan akidah umat Islam malah didanai dan dipelihara. Dibiarkan beroperasi sekian lama begitu saja. Jika dicermati lagi dari ide-ide menyimpang yang disebar ponpes ini mengarah untuk melawan aktivis Islam yang mendakwahkan Islam kaffah dan bertujuan mendirikan Khilafah.

Proyek yang dibentuk adalah radikalisme dan terorisme. Semua ini untuk membentuk opini monsterisasi Khilafah. Wajar, jika aliran menyimpang dibiarkan tumbuh subur, sebab itulah salah satu cara pihak-pihak yang membenci Islam, membuat pemahaman umat terhadap Islam yang sempurna semakin jauh. Mereka tidak ingin umat tersadar akan ajaran Islam yang sempurna, terutama generasi mudanya. Karena kebangkitan pemikiran generasi muda dengan ajaran islam kaffahnya akan menjadi batu sandungan mereka, agar bisa terus menjajah umat Islam.

Khilafah Mengontrol Sistem Pendidikan

Eksisnya Ponpes Al-Zaytun yang begitu lama dengan ajaran menyimpang yang dibawanya, tak pelak menyebarkan ajaran Islam yang menyesatkan umat dan berbahaya bagi akidah kaum muslim. Kondisi ini berbeda manakala Islam diterapkan sebagai landasan untuk mengatur dan mengurus negara beserta rakyatnya. Islam telah menetapkan bahwa menjaga akidah bukan hanya menjadi tugas individu kaum muslimin, namun juga tugas masyarakatnya, bahkan negara pun tidak boleh berlepas tangan dalam hal itu.

Dalam sistem Islam, Negara Khilafah memiliki tanggung jawab terbesar untuk menjaga akidah umat. Ini karena Khilafah adalah junnah (perisai) bagi akidah umat. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, "Sesungguhnya al-imam (khalifah) itu (laksana) perisai, di mana (orang-orang) akan berperang di belakangnya (mendukung) dan berlindung (dari musuh) dengan (kekuasaan)nya.” (HR. Al-Bukhari, Muslim, An-Nasa’i, Abu Dawud, Ahmad)

Salah satu bentuk pemenuhan tanggung jawab dari negara untuk menjaga akidah umatnya adalah dengan menerapkan sistem pendidikan berbasis akidah Islam. Khilafah akan menancapkan dasar-dasar akidah, baik melalui kurikulum-kurikulum pendidikan di seluruh lembaga, baik formal ataupun nonformal, negeri ataupun swasta, maupun membina masyarakat umum. Sistem pendidikan Islam telah menetapkan bahwa kurikulum pendidikan wajib berasaskan pada akidah Islam. Materi dan metode pembelajarannya disusun tanpa adanya penyimpangan sedikit pun dari asas tersebut.

Tujuan pendidikan adalah membentuk pola pikir dan pola jiwa islami. Maka seluruh pelajaran disusun berdasarkan strategi tersebut. Pendidikan di dalam Islam bertarget membentuk profil manusia yang berkepribadian Islam, menguasai pemikiran Islam, menguasai saintek, dan memiliki keterampilan yang tepat guna dan berdaya guna. Kepribadian Islam dibentuk pada semua tingkat pendidikan yang sesuai dengan proporsinya melalui berbagai pendekatan. Hal ini bertujuan untuk memelihara sekaligus meningkatkan keimanan serta keterikatannya dengan syariat Islam.

Adapun untuk membina masyarakat secara umum, negara Khilafah akan menugaskan para dai ke seluruh wilayah yang menjadi bagian Negara Khilafah untuk mendakwahkan Islam, agar akidah semakin kokoh menghujam dalam akal dan jiwa mereka. Khilafah akan mengontrol, mengawasi, dan memastikan tak ada satu pun umat Islam yang terlewat dari dakwah ini. Di sisi lain, Khilafah juga akan melarang segala bentuk penyebaran ajaran selain Islam, termasuk ajaran menyimpang baik yang dilakukan secara langsung maupun melalui media massa. Khilafah menutup seluruh saluran masuknya produk-produk ajaran kufur atau menyimpang dan menetapkan hukuman keras bagi yang melanggarnya.

Dengan mekanisme seperti inilah pendidikan akan tetap berjalan sesuai track yang sudah ditetapkan oleh syariat Islam. Lembaga pendidikan pun akan aman dari serangan ajaran menyimpang, sehingga output yang dihasilkan senantiasa sejalan dengan tujuan pendidikan Islam. Begitu pula di masyarakat pun ajaran menyimpang akan bisa ditangkis. Sebab, negara memenuhi kewajibannya secara sempurna dalam melakukan penjagaan akidah bagi umatnya. Demikianlah kebaikan Khilafah sistem yang menerapkan aturan Allah secara kaffah, akan mampu mencegah tumbuh suburnya ajaran sesat dan menyimpang yang dapat membahayakan pemahaman umat Islam.

Wallahu a'lam bishawab[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Kontributor NarasiPost.Com
Hanum Hanindita S.Si Kontributor NarasiPost.com
Previous
Rumah Syariah? Nonsense!
Next
Penyimpangan Ponpes Al-Zaytun Menodai Akidah, Peran Negara Lemah?
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram