”Seluruh upaya yang dilakukan demi mencegah obesitas menjadi sia-sia, sebab negara memfasilitasinya. Makin lama hidup dalam kungkungan sistem kapitalisme, makin sengsara hidup manusia.”
Oleh. Haifa Eimaan
(Tim Penulis Inti NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Muhammad Fajri, pengidap obesitas 300 kg, dinyatakan meninggal dunia akibat syok sepsis pada hari Kamis, 22 Juni 2023 di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo. Muhammad Fajri bukanlah kasus obesitas ekstrem pertama yang viral. Dilansir oleh cnbcindonesia.com (23/6/2023), terdapat 4 kasus obesitas ekstrem sepanjang tahun 2016 hingga 2019. Kasus pertama di tahun 2016, Arya Permana (9 tahun), memiliki bobot 192 kg. Di tahun 2017, khalayak dikejutkan dengan Yudi Hermanto, pria asal Karawang yang berat badannya mencapai 310 kg. Di tahun 2019, obesitas ekstrem dialami oleh Sunarti dengan bobot 192 kg dan Titi Wati yang berat badannya mencapai 350 kg. Kecuali Arya Permana yang sekarang bobot tubuhnya mulai normal, empat orang lainnya telah meninggal dunia.
Lima nama ini adalah yang terekspos oleh media. Orang dengan obesitas ekstrem lainnya bisa jadi jauh lebih mengkhawatirkan. Obesitas telah menjadi tantangan dalam penanganan gizi buruk selain tengkes dan wasting di Indonesia.
Obesitas di Indonesia dalam Statistik
Dalam waktu 10 tahun, terjadi peningkatan obesitas yang cukup berarti. Menurut rilis data dari Kementerian Kesehatan 2018, penduduk dewasa yang mengalami obesitas sekitar 28,9% di tahun 2013. Angka ini meningkat menjadi 35,4% pada tahun 2018. Secara tidak proporsional, pada tahun 2018, 44,4% wanita hidup dengan obesitas dibandingkan pria sebesar 26,6%.
Pada tahun 2018, sebanyak 20% atau setara 7,6 juta anak hidup dengan obesitas. Di kalangan remaja, 14,8% atau 3,3 juta mengalami obesitas. Pada orang dewasa, terdapat 64,4 juta atau 35,5% yang obesitas. Angka-angka ini adalah perkiraan kasar berdasarkan data Badan Pusat Statistik dan Kementerian Kesehatan. Adapun data berdasarkan studi WHO pada tahun 2020, Indonesia menempati peringkat ke-6 sebagai negara dengan jumlah penduduk obesitas terbesar di dunia.
Penyebab Internal Obesitas dan Penanganannya secara Medis
Obesitas adalah kondisi medis yang ditandai dengan penumpukan lemak tubuh secara berlebihan. Kondisi ini dapat menyebabkan berbagai masalah kesehatan serius, seperti penyakit jantung, diabetes tipe 2, stroke, dan beberapa jenis kanker. Penyebab internal obesitas dapat bervariasi.
Pertama, pola makan yang tidak sehat. Konsumsi makanan tinggi kalori, lemak, dan gula dapat menyebabkan penumpukan lemak tubuh yang berlebihan. Makanan cepat saji, makanan olahan, dan minuman manis sering kali menjadi penyebab utama obesitas.
Dilansir oleh Unicef.org dalam Analisis Lanskap Kelebihan Berat Badan dan Obesitas di Indonesia, pola makan buruk terjadi pada anak-anak sampai orang dewasa. Pola makan buruk ditandai dengan asupan makanan dan minuman berpemanis tinggi, pemakaian garam berlebih, kaya lemak, dan rendah serat. Dampaknya, sekitar 2 dari 3 anak dan remaja berusia 5 hingga 19 tahun atau sekitar 66,7% mengonsumsi satu atau lebih minuman dengan gula tinggi setiap hari. Angka ini sedikit lebih rendah dari tingkat konsumsi orang dewasa terhadap minuman bergula, sebesar 64,3%.
Kedua, kurangnya aktivitas fisik. Gaya hidup yang kurang aktif, yaitu jarang berolahraga atau terlalu banyak menghabiskan waktu di depan layar, bisa menyebabkan peningkatan berat badan. Aktivitas fisik yang teratur membantu pembakaran kalori dan menjaga keseimbangan energi tubuh.
Masih mengutip dari Unicef.org dalam Analisis Lanskap Kelebihan Berat Badan dan Obesitas di Indonesia, terdata bahwa anak-anak dan remaja Indonesia memiliki tingkat aktivitas fisik yang rendah, yakni 57%. Sedangkan orang dewasa terdapat 27,7% yang malas bergerak.
Ketiga, faktor genetik. Beberapa orang memiliki kecenderungan genetik untuk mengalami obesitas. Meskipun faktor ini tidak dapat diubah karena bersifat bawaan, tetapi dengan perubahan gaya hidup yang sehat, risiko obesitas dapat dikurangi.
Keempat, faktor psikologis. Kondisi psikis yang penuh emosi, seperti stres, kecemasan, atau depresi dapat memicu kebiasaan makan berlebihan sebagai bentuk pelampiasan. Ketidakseimbangan emosional ini bisa menjadi faktor penyebab obesitas, sebagaimana yang dialami oleh Muhammad Fajri. Depresi akibat putus cinta, ia melampiaskannya pada makanan dan minuman hingga berat tubuhnya terus bertambah tanpa terkendali. (bangkapos.com (23/6/2023)
Apabila terlanjur mengalami obesitas, penderita perlu mendapatkan penanganan medis yang tepat. Sebagai langkah awal, dokter akan melakukan pemeriksaan fisik dan mengevaluasi riwayat kesehatan pasien untuk menentukan faktor pencetus obesitasnya. Apakah disebabkan oleh faktor keturunan, pola makan yang salah, psikis, ataukah gaya hidup? Dengan pemahaman yang baik tentang faktor-faktor ini, dokter dapat merencanakan pendekatan pengobatan yang tepat.
Langkah berikutnya adalah menyusun rencana diet, program olahraga. Selain diet dan olahraga, terapi medis juga dapat digunakan dalam penanganan obesitas. Terapi medis ini bisa menggunakan obat-obatan atau operasi bariatrik bila obesitasnya ekstrem. Seluruh langkah ini di bawah pantauan ketat dokter dan ahli gizi.
Penyebab Eksternal Obesitas
Selain faktor-faktor internal, obesitas juga disebabkan oleh faktor eksternal, yaitu lalainya negara dalam memelihara urusan rakyatnya soal makanan dan minuman sehat. Kelalaian ini adalah sebuah keniscayaan di dalam sistem ekonomi kapitalisme sebab negara hanya mengambil peran sebagai regulator. Artinya, negara sebatas menyusun arah perekonomian yang diimplementasikan dalam penerbitan regulasi. Fatalnya, regulasi yang disusun benar-benar hanya berasaskan manfaat demi tercapainya keuntungan materi, terutama bagi para kapitalis.
Sampai di sini, sebenarnya sangat kasatmata kerusakan akibat penerapan sistem ekonomi kapitalisme. Apalagi ruh dari ideologi ini adalah pemisahan urusan agama dari kehidupan. Bayangkan saja bila manusia yang serba terbatas diberi wewenang membuat berbagai regulasi. Dapat dipastikan, regulasinya melanggar syariat demi memenuhi syahwat. Alih-alih semakin teratur, adanya semakin melantur.
Regulasi yang dihasilkan pun tidak akan pernah berpihak kepada rakyat karena sistem kapitalisme sangat bergantung pada tingkat konsumsi barang dan jasa. Di dalam sistem ini, seluruh hal-hal yang dapat mengurangi daya beli masyarakat akan dipangkas. Kebijakan-kebijakan pemerintah akan terus mengalami penyesuaian demi mendongkrak laju konsumsi, utamanya pada produk makanan dan minuman olahan.
Tidak heran jika industri makanan dan minuman diberi ruang yang sangat luas baik skala rumahan maupun pabrik besar. Walaupun pada praktiknya, produk dari perusahaan-perusahaan besar yang mengontrol pasar dan menguasainya, seperti pasar mi instan yang dikuasai Indofood. Sebaliknya, produk skala rumahan dan industri kecil berada di bawah tekanan dan kalah saing. Akan tetapi, semua ini sengaja dibiarkan demi menjaga daya beli konsumen tetap tinggi.
Tidak itu saja, di dalam sistem kapitalisme ini, negara juga berperan menguatkan persepsi tentang kebutuhan. Sebagai contoh, negara mengizinkan iklan-iklan minuman berenergi wara-wiri di televisi, media cetak, dan media sosial. Padahal yang dimaksud berenergi bukan membuat tubuh sehat, tetapi agar tubuh tidak mudah lelah dan mengantuk. Minuman itu sebenarnya mengandung kafein dan pemanis buatan yang memicu obesitas. Namun, dengan masifnya tayangan iklan, persepsi masyarakat akhirnya berubah. Minuman berenergi yang semula tidak dibutuhkan, malah masuk ke dalam prioritas daftar belanja.
Negara juga turut andil menanamkan persepsi gaya hidup kekinian dengan memudahkan ekspansi pasar swalayan dan bisnis waralaba makanan ke seluruh pelosok negeri. Sedangkan di kedua tempat ini, sebagian besar yang dijual adalah makanan instan atau hasil olahan. Kalaupun ada buah dan sayur, harga di pasar swalayan jauh lebih mahal dari pasar tradisional sehingga tidak terbeli. Tempat-tempat makan dan minum yang estetik dan nyaman telah menggantikan dapur sehat ibu-ibu di rumah. Keberadaan layanan pesan antar makanan, makin membuat orang malas bergerak.
Dengan kondisi semacam ini, seluruh upaya yang dilakukan demi mencegah obesitas menjadi sia-sia sebab negara memfasilitasinya. Makin lama hidup dalam kungkungan sistem kapitalisme, makin sengsara hidup manusia.
Solusi Islam Mengatasi Obesitas
Buruknya tata kelola sistem kapitalisme harus secepatnya digantikan dengan sistem kehidupan unik berdasarkan akidah Islam, yaitu Khilafah. Khilafah akan menerapkan seluruh aturan kehidupan berdasarkan Al-Qur’an dan sunah tanpa tercecer satu pun. Untuk urusan makanan dan minuman, Allah Swt. telah memberi pedoman di dalam Al-Qur’an. Salah satunya yang terdapat dalam surah Al-Baqarah ayat ke-168,
يا يها الناس كانوا مما فى الارض حللا طيبا .
“Wahai manusia, makanlah (kalian) sebagian makanan yang halal dan baik di muka bumi.”
Iman Ibnu Katsir menafsirkan halalan tayyiban sebagai sesuatu yang baik, tidak membahayakan tubuh, dan pikiran. (kumparan.com, 28/10/2021)
Berdasarkan dalil ini, khalifah akan bersungguh-sungguh mengimplementasikan kebijakan yang efektif guna mewujudkan rakyat sehat sejahtera. Berikut ini beberapa kebijakan yang dapat diberlakukan.
Pertama, edukasi mengenai pola makan sehat dan gaya hidup sehat diberikan secara intens di seluruh lapisan masyarakat secara berkesinambungan. Pola makan dan gaya hidup Rasulullah saw. Merupakan sebaik-baik teladan bagi seluruh manusia.
Kedua, ketersediaan produk makanan sehat dengan kualitas bagus dan harga yang terjangkau terus dikontrol untuk memenuhi seluruh kebutuhan masyarakat.
Ketiga, industri makanan dan minuman akan diatur secara ketat. Hanya industri yang memproduksi makanan minuman halal dan tayib yang akan diizinkan beroperasi.
Keempat, label makanan dan informasi nutrisi dicantumkan secara transparan. Tidak akan ada kasus pencantuman jumlah nutrisi dan kalori per porsi seperti saat ini, tetapi per bungkus atau per sajian agar masyarakat dapat menyesuaikan dengan kebutuhan tubuhnya.
Kelima, negara akan menciptakan atmosfer lingkungan yang mendukung aktivitas fisik, semisal taman bunga, taman bermain, fasilitas olahraga, dan jalan khusus bagi para pesepeda.
Kelima langkah di atas merupakan upaya preventif. Apabila seseorang terlanjur mengalami obesitas, negara akan memberikan penanganan medis terbaik agar hidupnya kembali normal dan dapat menjalankan ibadah dengan sempurna.
Khatimah
Sistem Islam sangat sempurna dan paripurna dalam mengatur seluruh urusan hidup manusia. Bukan hanya urusan pemerintahan, pendidikan, pertahanan keamanan, dan urusan besar lainnya. Akan tetapi, sekadar urusan perut pun, Islam memiliki aturannya. Luar biasanya lagi, aturan itu langsung diturunkan oleh Allah Swt.
Wallahu a'lam bish shawab.[]
Innalillahi.. kasihan penderita diabetes, semoga Allah angkat penyakitnya..
Di saat sebagian orang terkena obesitas, di saat yang lain pula justru banyak sekali yang terkena busung lapar.
Mau gak obesitas untuk hari ini effortnya luar biasa. Pengennya sih diet, tapi iklan "makanan enak" di mana-mana wkwk
Betul, kapitalisme bisa dibilang berwajah dua. Di satu sisi, negara melakukan berbagai cara untuk mencegah obesitas, tapi di sisi lain negara bercorak kapitalistik justru memfasilitasi segala sesuatu yang mengantarkan pada obesitas. Di sinilah seharusnya ada peran negara yang benar-benar mampu menjaga kesehatan rakyatnya.