"Sikap kehati-hatian harus selalu dilakukan oleh pemimpin negeri guna melindungi aset negara dan memenuhi kebutuhan negara dan rakyat. Jangan sampai upaya penyelesaian persoalan negara menjadi bumerang, yang semestinya mampu menjadi solution tetapi malah menjadi sold-nation."
Oleh. Desi Wulan Sari
(Kontributor NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Fenomena mencari sebuah solusi oleh para penguasa negeri terus bergulir. Berbagai cara dan upaya dalam meramu kebijakan seakan tak pernah berhenti. Namun, hingga kini banyak solusi yang ditawarkan kepada negeri membuat rakyat merasa semakin sedih dan kecewa, seakan menyayangkan setiap keputusan yang dibuat bukanlah solusi yang memihak kepada rakyat, tetapi membuat negeri ini seakan semakin jauh dari kedaulatan dan kemandirian.
Seperti halnya, beberapa persoalan yang pernah meresahkan rakyat dalam hal pelimpahan aset-aset negeri yang dijual atau dikelola oleh asing, namun dianggap tidak merepresentasikan keinginan rakyat. Di antaranya, penjualan Indosat yang pernah dilakukan pada masa kepemimpinan presiden MSP yang mendapatkan kritik atas penjualan terhadap Indosat yang saat itu berstatus sebagai BUMN dan dianggap berakibat pada kerugian pendapatan negara. Kemudian ada pelimpahan pada hak eksploitasi ladang gas yang dijual dengan harga yang murah. Para ekonom menilai keputusan tersebut membuat negara sekali lagi merugi. Gas yang dijual murah saat itu adalah dari lapangan Tangguh Papua ke Cina (suara.com, 24/6/2023).
Belum lagi di saat masa pemerintahan kepemimpinan JW, yang menetapkan kebijakan dengan dalih investasi yang dibuka lebar kepada investor asing bak keran bocor tanpa henti, seperti proyek-proyek infrastruktur transportasi, sumber daya air, air minum, pengelolaan air limbah, ketenagalistrikan, telekomunikasi, informatika, minyak bumi dan gas, bahkan pemindahan IKN yang seakan dipaksakan (cnnindonesia.com. 11/3/2020)
Kini, permasalahan muncul di masyarakat kembali terulang dengan dibukanya ijin ekspor pengerukan pasir laut legal oleh pemerintah. Dibukanya kembali keran ekspor pasir laut tersebut tentunya memicu polemik, pro dan kontra, serta reaksi dari berbagai pihak di tanah air. Kondisi ini tentu mempertanyakan urgensi dari ditetapkannya aturan tersebut. Walaupun di dalam aturan berupa PP tersebut dikatakan bahwa ekspor bisa dilakukan jika kebutuhan di dalam negeri sudah terpenuhi.
Dalam laman berita cnbcindonesia.com 29 Juni 2023, menyebutkan bahwa ditengarai adanya keanehan, di mana situasi selama 20 tahun lalu, sejak 2003 eskpor pasir laut dilarang atau ditutup total oleh pemerintah, namun kini dibuka kembali oleh pemimpin negeri. Alasan yang disampaikan dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut. Beleid yang diumumkan pada 15 Mei 2023 tersebut diterbitkan dengan dalih sebagai upaya terintegrasi yang meliputi perencanaan, pengendalian, pemanfaatan, dan pemgawasan terhadap sedimentaasi di laut.
Padahal berbagai pakar lingkungan pun mengemukakan pendapatnya, salah satunya seperti yang disampaikan pakar bidang perubahan iklim dan lingkungan dari Institut Pertanian Bogor (IPB), Prof. Daniel Murdiyarso mengatakan, pengerukan pasir laut untuk ekspor hanya memiliki manfaat ekonomi jangka pendek. Pengerukan itu memiliki banyak dampak panjang dari masalah sosial hingga lingkungan.
Senada dengan apa yang disampaikan oleh mantan Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Susi Pudjiastuti ikut berkomentar dalam polemik ini, beliau berharap pemimpin negeri membatalkan PP tersebut karena akan merusak ekosistem kelautan, pastinya kerugian lingkungan akan jauh lebih besar, climate change sudah dirasakan, jangan harus diperparah dengan adanya penambangan pasir laut saat ini.
Lantas, Mengapa persoalan-persoalan yang muncul dan ditengarai mampu memengaruhi integritas dan kedaulatan negara selalu terulang kembali? Adakah solusi dalam permasalahan ini?
Sebuah negara semestinya memiliki kedaulatan atau kekuasaan yang menunjukkan bahwa negara itu berdaulat, memiliki kemerdekaan, dan mampu menguasai penuh terhadap yang dimiliki dalam negaranya. Tidak akan pernah diijinkan dalam negara berdaulat bagi siapapun untuk ikut campur dalam urusan kebijakan dalam dan luar negerinya.
Namun, pada faktanya, jika berbagai kebijakan yang dibuat dan dianggap masyarakat tidak memiliki urgensitas kritis pada pelaksanaannya, dikhawatirkan akan berpengaruh terhadap integritas dan kedaulatn negara, maka hal ini akan menimbulkan pertanyaan besar bagi rakyat.
Kekhawatiran rakyat akan adanya hidden agenda dari negara asing dalam memanfaatkan kebijakan luar negerinya, tentu akan semakin memudahkan asing untuk berinvestasi di dalam negeri. Dan nyatanya, konsekuensi yang diterima dan dipertaruhkan terlalu riskan pada keselamatan dan kedaulatan negeri ini
Padahal, sikap kehati-hatian harus selalu dilakukan oleh pemimpin negeri guna melindungi aset negara dan kekayaan alam yang dimiliki hanya untuk dimanfaatkan dan hasilnya diambil hanya untuk memenuhi kebutuhan negara dan rakyat itu sendiri. Jangan sampai, upaya penyelesaian persoalan negara menjadi bumerang, yang semestinya mampu menjadi solution tetapi malah menjadi sold-nation.
Inilah hal yang memengaruhi kebijakan tersebut muncul, yaitu akibat pemikiran yang salah dan keliru terhadap konsep negara yang sebenarnya. Jika sistem yang digunakan saat ini adalah sistem kapitalisme, tentunya setiap urusan negara akan mengatur berdasarkan hukum-hukum buatan kapitalis, di mana setiap kebijakan yang dibuat akan selalu menilai dari untung ruginya sesuai dengan tujuan mereka.
Berbagai cara pun dihalalkan agar tujuan mereka tercapai dalam meraih keuntungan yang berlipat ganda. Kepentingan rakyat bukan lagi masalah utama, bukan lagi prioritas yang semestinya mereka urus agar terpenuhi segala kebutuhan dasarnya dan dijamin oleh negara, melainkan semakin tampaknya pengabaian atas hak-hak rakyat yang ada.
Dalam Islam, sifat kepemilikan tidak absolut, karena kepemilikan pribadi, umum, dan negara pada dasarnya bersifat kepemilikan pada hak pembelanjaan dan pemanfaatan. Prinsip-prinsip ekonomi Islam sangat berbeda dengan sistem ekonomi kapitalisme yang ada saat ini. Karena prinsip dasar ekonomi Islam didasarkan pada lima nilai universal yang meliputi tauhid (keimanan), ‘adl (keadilan), nubuwwah (kenabian), Khilafah (pemerintah) dan ma’ad (hasil).
Terlebih kepemilkan aset negara merupakan hak seluruh kaum muslim, sementara pengelolaanya menjadi wewenang negara. Adapun telah ditentukan harta sebagai harta milik negara, di mana negara berhak mengelolanya sesuai dengan syariat.
Allah Swt. berfirman,
وَيُمْدِدْكُم بِأَمْوَٰلٍ وَبَنِينَ وَيَجْعَل لَّكُمْ جَنَّٰتٍ وَيَجْعَل لَّكُمْ أَنْهَٰرًا
Artinya: “Dan (Allah) membanyakkan harta dan anak-anakmu.” (QS. Nuh: 12)
Allah Swt. berfirman,
لِلَّهِ مُلْكُ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضِ وَمَا فِيهِنَّ ۚ وَهُوَ عَلَىٰ كُلِّ شَىْءٍ قَدِيرٌۢ
Artinya: “Kekayaan Allah-lah kerajaan di langit dan di bumi dan apa yang ada di dalamnya, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (QS. Al-Maidah: 120)
Semakin memperjelas dalam dalil tersebut bahwa landasan dasar kepemilikan dalam Islam adalah Allah pemilik tunggal apa-apa yang ada di langit dan di bumi, dan tidak ada sekutu bagi-Nya. Lantas Allah memberikan atau menitipkan kekuasaan bumi pada manusia, agar manusia mengelola dan memakmurkannya.
Maka, sudah selayaknya jika sebuah negara dengan pemimpinnya mengurus umat dengan membawa konsep kepemilikan dalam Islam, memahami syariat Islam bukan hanya sekadar agama dan ibadah semata, tetapi Islam sebagai the way of life bagi negara, masyarakat, dan individu. Dengan memahami konsep ini, jelas tergambarkan bahwa kepemilikan negara termasuk aset-aset kekayaan sumber daya alam yang dimiliki merupakan hak seluruh rakyat, sementara penglolaannya menjadi wewenang negara.
Sehingga, jika setiap kebijakan yang diterapkan khawatir memiliki kemudaratan bagi keselamatan negara, lingkungan, dan rakyat, maka hal tersebut harus dijauhkan dan dibatalkan oleh penguasa negeri yang amanah.
Negara beserta asetnya harus dilindungi karena syariat telah mengatur aturan yang terbaik. Jangan sampai hawa nafsu dunia semata yang mengambil alih setiap tindakan yang dapat merugikan umat. Dan hanya Islam Kaffahlah satu-satunya sistem yang mampu membawa kemaslahatan bagi umat di seluruh dunia. Islam yang memiliki aturan yang sempurna dan paripurna dalam kehidupan umat manusia. Wallahu al’lam bishawab.[]
Penjajahan gaya baru.. investor asing dengan sangat mudahnya mencaplok SDA di negeri ini..