"Negara wajib menjamin sistem ekonomi dan sosial berjalan berlandaskan syariat Islam. Salah satunya dengan melarang sektor publik berupa SDA yang berlimpah untuk dikelola oleh swasta dan asing. Negara wajib mengelola SDA secara mandiri, lalu hasilnya disalurkan kembali kepada umat."
Oleh. Yana Sofia
(Tim Penulis Inti NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Mulai 1 Januari 2025 pemerintah akan menghapus kelas iuran BPJS Kesehatan, lalu menggantinya dengan Kelas Rawat Inap Standar Jaminan Kesehatan Nasional (KRIS JKN), di seluruh rumah sakit (RS). Itu artinya kelas BPJS 1, II, dan III akan dihilangkan secara total dan diganti dengan kelas standar. (Cnnindonesia.com, 27/06/2023)
Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono menjelaskan dengan pergantian ini akan terjadi perbaikan layanan. Karena layanan kesehatan KRIS menitikberatkan pada perbaikan ruangan rawat inap dan jumlah tempat tidur. Sebelumnya, kelas I memiliki kapasitas 1-2 orang per kamar, kelas II terdiri dari 3-5 orang per kamar, dan kelas III 4-6 orang per kamar. Sementara dengan sistem KRIS maksimal akan menjadi 4 tempat tidur dalam satu kamar. Pengurangan tempat tidur itu menjadi salah satu dari 12 kriteria yang harus ditetapkan RS untuk melaksanakan penghapusan sistem kelas I-III.
Pertanyaannya, apakah mengubah sistem kelas BPJS dengan KRIS akan menjamin pelayanan kesehatan lebih efektif? Mampukah KRIS mengakomodasi kebutuhan masyarakat terhadap kesehatan secara optimal, khususnya rakyat miskin?
Problem Utama Kesehatan
Kesehatan adalah hak bagi seluruh rakyat, sebagaimana yang tercantum dalam UUD 1945, pasal 28, ayat 1 yang berbunyi, "Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat, serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan."
Itu artinya, kesejahteraan rakyat, serta fasilitas dan jaminan pelayanan kesehatan yang baik adalah tanggung jawab negara. Pemerintah tidak boleh mengabaikan tugasnya memenuhi hak kesehatan bagi seluruh rakyat untuk mendapatkan layanan kesehatan terbaik, tanpa memandang kaya atau miskin.
Namun sayangnya, tidak semua warga bisa mengakses kesehatan dan mendapatkan pelayanan kesehatan yang baik. Salah satu faktornya, tidak semua warga terdaftar sebagai anggota BPJS, sedang yang telah terdaftar juga kerap mengalami berbagai ketidakadilan. Sebagaimana yang tergambar dalam sebuah video viral di salah satu Puskesmas di Sulawesi Tengah, pada Maret kemarin. Di mana dalam video yang beredar luas di masyarakat tersebut terlihat 3 orang nakes yang ceria dan tanggap menangani pasien umum. Sebaliknya, justru tidak semangat dalam menangani pasien BPJS. Dikutip Suara.com, Minggu (19/03/2023)
Kondisi ini, jelas menunjukkan ketidakadilan pelayanan kesehatan, khususnya bagi anggota BPJS yang tergolong rakyat miskin. Karena program BPJS dan JKN bukanlah tentang jaminan sosial, melainkan tata cara mengumpulkan dana (asuransi) dari masyarakat secara paksa, di mana fungsinya bukan untuk menyejahterakan rakyat dan menjamin kebutuhan dasar kesehatan masyarakat terpenuhi dengan baik. Berbagai program jaminan kesehatan yang diadakan negara hanya memberikan peluang keuntungan kelompok tertentu, termasuk pihak swasta asing, yang bekerja sama melalui kebijakan SJSN dan BPJS Kesehatan.
Regulasi inilah yang membuat rakyat miskin tidak bisa menikmati fasilitas kesehatan dengan baik, sehingga mendorong angka kematian rakyat ekonomi rendah semakin tinggi. Karena negara tidak serius menjalankan tugasnya menjamin keselamatan warganya, melalui pemenuhan pelayanan kesehatan yang baik, bermutu, juga terjangkau.
Inilah yang menjadi problem utama kesehatan yang wajib menjadi perhatian negara. Bukan malah menciptakan kebijakan baru KRIS yang menitikberatkan pada perbaikan ruangan dan tempat tidur kelas standar. Hal ini, tidak menyolusi apa-apa, kecuali hanya menambah beban negara dan menguras APBN dengan program pembangunan dan perbaikan ruangan baru menggantikan kelas BPJS I-lll.
Paradigma Kapitalisme
Saat ini, tak ada yang bisa menutup-nutupi buruknya pelayanan kesehatan yang telah lama menjadi momok, yang membuat getir rakyat miskin. Tak jarang rakyat miskin mengeluh karena lambannya penanganan kesehatan, pelayanan yang buruk, administrasi yang berbelit-belit, hingga minimnya SDM dokter dan tenaga medis lainnya yang sangat dibutuhkan oleh umat.
Inilah wajah pemerintahan ala sekuler kapitalisme, di mana dalam praktiknya keberadaan pemerintah hanya berperan sebagai regulator, dan tidak boleh ikut campur dalam menangani urusan pemenuhan kebutuhan sosial dan pelayanan kesehatan.
Dalam sistem sekuler kapitalisme, semua urusan khususnya yang berhubungan dengan ekonomi dan sosial diserahkan pada mekanisme pasar, di mana pihak kapital yakni swasta asing berada di strata paling tinggi, sebagai pihak pengendali roda perekonomian.
Karena itulah kita melihat, BPJS dan SJSN sejatinya bukan untuk memudahkan pelayanan kesehatan rakyat. Makna "jaminan kesehatan" di sini, ternyata hanya kamuflase kegiatan menarik paksa iuran dari rakyat. Dengan janji menipu, bahwa jika ingin mendapatkan layanan kesehatan yang mudah, rakyat harus mendaftarkan dirinya sebagai anggota BPJS dengan cara membayar iurannya tiap bulan. Padahal faktanya, tidak semua anggota BPJS mendapatkan pelayanan kesehatan yang layak.
Parahnya, pemerintah bahkan menetapkan kebijakan yang "dipaksakan" bagi siapa pun yang belum terdaftar di BPJS. Sebagaimana Instruksi Presiden (Impres) Nomor 1 Tahun 2022 tentang Optimalisasi Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Di mana di dalam instruksi ini dijelaskan bahwa setiap warga yang ingin membuat Surat Izin Mengemudi (SIM), STNK, jual beli tanah, bahkan melaksanakan ibadah haji dan umrah harus memiliki kartu BPJS Kesehatan sebagai salah satu syaratnya. Dikutip dari Cnnindonesia.com, (21/02/2022)
Jelas, aturan yang sarat pemaksaan ini telah mempertontonkan kepemimpinan yang zalim. Alih-alih memudahkan urusan rakyat, pemerintah malah membuat rakyat semakin kesulitan mengakses kebutuhan publiknya yang tertunda gara-gara belum memiliki kartu keanggotaan BPJS. Lalu sekarang, kelas BPJS hendak diubah menjadi KRIS JKN, padahal yang paling dibutuhkan oleh umat adalah jaminan kesehatan yang adil dan merata, tanpa membedakan status ekonomi rakyat.
Dan inilah wajah pemerintahan yang berlandaskan sekuler kapitalisme, di mana asas pengelolaan hajat hidup orang banyak diserahkan pada paradigma kapitalisme. Kebijakan SJSN misalnya, yang disebut-sebut untuk memudahkan rakyat, nyatanya hanya menguntungkan pihak kapital dan perusahaan-perusahaan asuransi terkait. Sementara rakyat hanya menjadi "sapi perah" yang dipaksa untuk memenuhi keinginan pihak kapital, karena negara telah berlepas tangan dalam menjamin layanan sosial dan kesehatan rakyat terpenuhi.
Solusi Islam
Dalam Islam jaminan kesehatan adalah hak dasar bagi setiap warga untuk dijamin pemenuhannya oleh negara. Jaminan kebutuhan publik ini wajib dilaksanakan dengan asas keadilan dan pemerataan. Adil di sini maksudnya adalah tanpa membedakan status sosial dan ekonomi masyarakat. Sedang merata, yakni jaminan kesehatan wajib menjangkau seluruh masyarakat, baik yang di kota maupun di pelosok desa.
Rasulullah saw. menyebutkan tanggung jawab mengurus urusan rakyat adalah kewajiban penuh negara, sebagaimana sabda Rasulullah yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari,
“Imam (khalifah) yang menjadi pemimpin manusia laksana penggembala. Hanya dialah yang bertanggung jawab terhadap (urusan) rakyatnya.”
Berdasarkan dalil ini, maka pemerintah adalah pihak yang paling bertanggung jawab untuk menjamin pemenuhan kebutuhan publik, termasuk kesehatan seluruh rakyat terpenuhi. Negara tidak boleh menyerahkan pemenuhan kebutuhan publik ini kepada pihak kapital yang hanya menghiraukan keuntungan materi.
Karenanya, negara wajib menjamin sistem ekonomi dan sosial berjalan berlandaskan syariat Islam. Salah satunya dengan melarang sektor publik berupa SDA yang berlimpah untuk dikelola oleh swasta dan asing. Sebaliknya, negaralah yang wajib mengelola SDA secara mandiri, lalu hasilnya disalurkan kembali kepada umat untuk menjamin terpenuhinya berbagai kemaslahatan publik seperti membangun rumah sakit, menjamin tenaga medis yang cakap, bahkan menyediakan fasilitas kesehatan keliling demi memenuhi kebutuhan masyarakat (layanan kesehatan) yang kesulitan datang ke rumah sakit. Seluruh fasilitas ini akan diberikan oleh negara secara gratis.
Sebagaimana yang tejadi pada masa pemerintahan Sultan Mahmud (511-525 H), yang menyediakan layanan rumah sakit keliling bagi pasien-pasien khusus. Di antaranya pasien yang jauh dari rumah sakit, dalam kondisi cacat, bahkan yang berada di ruang tahanan tetap dijamin kesehatannya oleh negara dengan pelayanan terbaik dan gratis.
Prestasi di bidang kesehatan lainnya juga terjadi di masa kepemimpinan Khalifah Al-Mansyur pada tahun 1248 M. Pada masa kepemimpinannya, Khalifah Al-Mansyur pernah membangun rumah sakit di Kairo yang setiap harinya melayani 4000 pasien, dan mampu menampung pasien dengan kapasitas 8000 orang. Rumah sakit ini dilengkapi dengan tempat ibadah bagi muslim maupun nonmuslim. Layanan perawatan, obat, dan makanan diberikan secara berkualitas. Bahkan, para pasien yang dirawat di rumah sakit tersebut diberikan pakaian dan uang saku.
Khatimah
Fakta-fakta di atas menggambarkan bagaimana negara Islam yang berlandaskan syariat Islam kaffah bertanggung jawab penuh melayani kebutuhan kesehatan bagi seluruh umat. Pemenuhan kebutuhan hak publik ini, merupakan bagian integral dari totalitas sistem kehidupan Islam yang diterapkan dalam bingkai kehidupan bernegara. Sistem itu bernama Khilafah Islamiah yang berdiri atas asas Al-Qur'an dan sunah, bukan yang lain. Allah Swt. berfirman dalam surah Al-Maidah ayat 50,
"Apakah hukum jahiliah yang mereka kehendaki? Dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?"
Wallahu a'lam bishawab.[]
Sejak ada sistem BPJS, yang ada malah ribet ketika berobat. Karena sejatinya BPJS adalah bentuk lepas tangannya pemerintah dalam menjamin kesehatan masyarakat. Masyarakat dibiarkan mandiri membiayai kesehatannya. Belum lagi sangsi denda jika ada keterlambatan pembayaran, atau bahkan berbulan-bulan tak membayar karena faktor kesulitan ekonomi, maka semakin ribet mengakses pelayanan kesehatan.
BPJS sejatinya adalah wujud lepas tangannya tanggung jawab negara terhadap kesehatan rakyatnya. Kapitalisasi kesehatan membuat rakyat harus membayar mahal atas biaya kesehatannya sendiri. Mau heran, tapi sudah beginilah demokrasi kapitalisme yang melahirkan penguasa niramanah. Miris!!!
Jelas sekali kalau rakyat dipaksa untuk ikut asuransi kesehatan. Karena jika tidak mengikuti, akan dipersulit dalam mengurus administrasi yang lain. Bukankah ini bentuk kezaliman yang nyata?
BPJS walau berganti nama jadi KRIS JKN sejatinya tetaplah pemalak rakyat dan merupakan dana iuran kesehatan dari rakyat itu sendiri. Miris, negara telah lepas tangan akan kewajibannya memberikan kesehatan gratis. So, watak demokrasi memimpin rakyat. Rakyat pun jadi lahan cuan yg menggiurkan.