"Tidak ada yang bisa dibanggakan dari maraknya investasi di Bekasi atau bahkan wilayah lainnya. Karena kedok investasi telah mengelabui dan menjadi bentuk dari penjajahan yang hakiki. Terbukanya gerbang investasi pada beberapa daerah seperti Bekasi, sebenarnya aturan turunan dari UU Cipta Kerja Omnibus Law."
Oleh. Heny Era
(Kontributor NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Kabupaten Bekasi merupakan kawasan industri terbesar se-Asia Tenggara. Ribuan pabrik yang berasal dari berbagai negara berjejer di sekitar Cikarang Barat hingga Cikarang Selatan. Sebagai salah satu "jantung" kota industri, Bekasi menyandang daerah dengan investasi paling tinggi di Jawa Barat. Wilayah geografis yang berada dekat dari Jakarta, menjadi salah satu alasan Kabupaten Bekasi menjadi primadona bagi para investor asing untuk melebarkan sayap bisnisnya.
Sebut saja, pabrik baterai mobil listrik Hyundai Energy Indonesia yang telah menjadikan Kabupaten Bekasi sebagai lokasi investasinya. Hyundai Energy membangun sebuah pabrik yang akan memproduksi baterai untuk kendaraan listrik. Pabrik tersebut resmi dibangun di kawasan industri Greenland International Industrial Center (GIIC), Kecamatan Cikarang Pusat, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat. (gobekasi.id 31/05/2023)
Dalam kesempatan tersebut, PJ Bupati Bekasi, Dani Ramdan, mengapresiasi Hyundai Energy Indonesia yang menjadikan Kabupaten Bekasi sebagai lokasi investasinya. Menurutnya, kendaraan listrik menjadi salah satu solusi untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan menghadapi tantangan perubahan iklim. Sementara itu, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil berharap dibangunnya Hyundai Energy Indonesia dapat memproduksi bus listrik sebagai transportasi umum bagi masyarakat Indonesia. (gobekasi.id 31/05/2023)
Investasi Asing Merugikan Rakyat
Untuk kesekian kali, Bekasi menjadi tujuan investasi negara-negara maju. Kota ini begitu memikat investor asing untuk menanamkan modalnya di sini. Bahkan, Pemerintah Kabupaten Bekasi sendiri pernah mendapatkan penghargaan sebagai Peringkat Pertama Nasional Tingkat Kabupaten/Kota atas capaian realisasi Investasi Tertinggi sebesar 43,27 triliun. (bekasikab.co.id, 16/02/22)
Pendirian pabrik Hyundai di Bekasi memang sejalan dengan target realisasi investasi di kota tersebut. Akan tetapi, bila ditelaah investasi hanyalah cara licik negara maju untuk menjajah wilayah tujuannya. Investasi berkedok pembangunan industri sebenarnya bertujuan untuk menancapkan kaki penjajahan mereka melalui cara pembangunan pabrik-pabrik di negara berkembang. Iming-iming investasi hanya upaya investor asing untuk mengeruk sumber daya alam (SDA) dan bahan baku dengan mudah, pada akhirnya wilayah investasi dijadikan pangsa pasar bagi mereka dalam menawarkan produk terbaru. Maka yang tampak dari investasi adalah sebuah penjajahan asing lewat ekonomi.
Tak hanya itu, pembangunan industri tanpa menakar efek buruk pada lingkungan akan meninggalkan sejumlah masalah, misalnya pencemaran udara, sampah, pencemaran tanah, dan lain sebagainya. Keberadaan kendaraan listrik yang digadang-gadang akan menjadi penyelamat lingkungan justru berkebalikan. Karena mayoritas sumber listrik masih menggunakan batu bara yang notabene adalah bahan bakar fosil tidak ramah lingkungan. Ini sangat berbeda dengan kondisi di luar negeri yang menggunakan energi lsitrik dari sumber energi listrik terbarukan yang bersih, sehingga layak disebut ramah lingkungan.
Efek buruk lainnya, limbah baterai listrik juga mengandung racun. Maka membiarkan industri baterai kendaraan listrik berdiri sama saja membiarkan bertambahnya sumber polusi. Sebab industri sektor energilah yang paling banyak menghasilkan emisi karbon. Belum lagi dampak industri lainnya yang juga masih terus berproduksi.
Dari sini semakin jelas, tidak ada yang bisa dibanggakan dari maraknya investasi di Bekasi atau bahkan wilayah lainnya. Karena kedok investasi telah mengelabui dan menjadi bentuk dari penjajahan yang hakiki. Terbukanya gerbang investasi pada beberapa daerah seperti Bekasi, sebenarnya aturan turunan dari UU Cipta Kerja Omnibus Law.
Kondisi semacam ini menjadi konsekuensi logis dari implementasi sistem ekonomi kapitalisme. Dalam sistem ini siapa pun yang memiliki modal dapat menguasai apa pun tanpa batasan. Sehingga praktek privatisasi menjamur.
Penguasa ala kapitalisme telah menyerahkan seluruh tanggung jawabnya pada korporasi, juga menjadikan fungsi negara sebatas regulator yang hanya mengatur hubungan rakyat dengan pemilik modal/kapital. Mereka terjebak bujuk rayu para kapitalis bahwa investasi asing akan memberikan berbagai keuntungan, seperti terbukanya lapangan pekerjaan, memberikan modal untuk pembangunan, meningkatkan angka pendapat, serta janji kesejahteraan.
Kekayaan alam yang semestinya dikelola negara bagi kemakmuran rakyatnya justru diprivatisasi oleh kapitalis lewat regulasi penguasa. Rakyat pun harus membayar mahal sekadar kebutuhan pokok, kesehatan, pendidikan, dan keamanan. Padahal, jika SDA yang menguasai hajat hidup orang banyak dikelola negara, rakyat tidak akan sengsara mencari kerja untuk pemenuhan kebutuhan dasar. Memang, para pejabat dapat meraih berbagai penghargaan karena dapat mengundang para investor. Akan tetapi, nasib rakyat tetap pada posisinya yaitu sebagai buruh dengan gaji tak seberapa.
Ekonomi Negara Mandiri dengan Islam
Hal tersebut jelas berbeda dengan sistem ekonomi Islam. Seluruh kegiatan investasi yang dilakukan wajib terikat pada syariat Islam. Penguasa adalah penanggung jawab terhadap segala kebutuhan rakyatnya. Jika ada kebutuhan pendanaan terhadap sebuah proyek, negara akan mengkaji status proyek tersebut. Apakah proyek tersebut urgen dilakukan atau tidak bagi umat.
Selain itu, dilihat dari keuangan kas negara apakah mencukupi atau tidak untuk pendanaan. Apabila tidak cukup serta status proyek dianggap tidak vital, maka pengerjaan proyek itu akan ditangguhkan, tidak dipaksakan dengan jalan mencari investor asing. Lain halnya jika proyek tersebut dianggap vital yang dapat menyebabkan kemudaratan pada umat, seperti kebutuhan membangun industri berat yang mana ketika negeri muslim tidak memilikinya maka akan dikuasai negara lain, maka pendanaan pembangunan menggunakan kas negara.
Namun apabila kas negara (baitulmal) tidak memadai, maka negara akan mengambil langkah cepat, yaitu dengan memungut dharibah/pajak temporer kepada orang kaya yang sifatnya insidental. Itu pun ketika keadaan terdesak saja pajak diberlakukan. Sebab pada dasarnya kas negara (baitulmal) tidak pernah mengalami kekosongan.
Hal itu karena negara Islam mampu mengelola kekayaan alam meliputi air, barang tambang, hutan, padang rumput, dan lain-lain. Begitu pula dengan barang-barang terkait kepemilikan umum, seperti jalan, tol, jembatan, pembangkit listrik, dan lainnya, negara akan mengatur dan mengelola secara profesional untuk kesejahteraan rakyatnya. Hal ini dilakukan untuk melindungi kepentingan rakyat, sehingga kebutuhan pokok, kesehatan, pendidikan, listrik, dan keamanan diperoleh dengan mudah bahkan gratis. Maka, dari pengelolaan aset kekayaan secara mandiri negara tidak lagi perlu investasi asing untuk pembangunan.
Selain itu, Islam juga melarang orang-orang kafir menguasai kaum muslimin dengan jalan apa pun. Sebagaimana tercantum dalam ayat berikut:
"Dan sekali-kali Allah tidak akan pernah memberi jalan kepada orang-orang kafir untuk menguasai orang-orang mukmin". (TQS. An-Nisa: 141)
Begitulah tata cara ekonomi Islam yang akan mewujudkan kemandirian ekonomi negara, dengan kokoh memberikan jaminan kedaulatan, bebas dari utang, investasi asing ataupun perjanjian-perjanjian internasional yang berpotensi mengundang dharar. Sistem ekonomi ini hanya bisa dirasakan jika negara menerapkan aturan Islam secara kaffah di bawah naungan Khilafah Islamiah.
Wallahu a'lam bish showab[]
namun, masih saja penduduk negeri ini merasa negeri ini telah merdeka dengan merayakan hari kemerdekaan tiap tahunnya, yang aslinya negeri ini masih dijajah.. miris..
Investasi asing adalah penjajahan gaya baru yang dilakukan oleh negara-negara maju terhadap negara berkembang dan miskin. Namun, pemerintahan yang menganut demokrasi kapitalisme menganggap investasi asing akan mendatangkan kebaikan bagi negara dan rakyat. Inilah halusinasi para penguasa yang menyingkirkan aturan Islam dalam kehidupan.
Jika pengelolaan negara tidak berjalan baik dengan sistem yang baik pula, pasti akan menimbulkan kesengsaraan hidup manusia. Seperti pengelolaan wilayah yang kini banyak menjadi tempat industri tanpa memperhatikan kebutuhan, lingkungan, dll. Apalagi jika pemerintah membuka kran bebas untuk investasi asing. Otomatis para investor akan menjadi nomor satu, sedangkan rakyat nomor sekian.
Hukum Islam sajalah yang mampu mengatasi, mengelola, menerapkan dan menjaga ekonomi tetap pada kadarnya. Inilah bukti penjajahan sedang berlangsung di negara sendiri, penjajahan tanpa menyentuh namun berdampak tragis bagi rakyat ini. Miris sekali negeri bumi;(
Ini namanya penjajahan berdalih investasi. Semoga tulisan ini menyadarkan pemerintah untuk mengambil solusi Islam dalam segala bidang. Tulisannya keren, mencerdaskan.
Keberadaan pabrik yang ada aja sudah sesak dampaknya pada lingkungan, ini malah mau nambah lagi. Terutama polusi dan pencemaran air. Kami yang tinggal di Bekasi merasakan dampak polusi apalagi yang tempat tinggalnya sangat dekat dengan kawasan industri. Watak kaum kapitalis emang serakah, tanpa memikirkan dampak negatifnya.
Sebagai warga Bekasi, geram saya atas penjajahan yang langsung terasa dampaknya di wilayah Bekasi. Pencemaran lingkungan, polusi udara memenuhi Bekasi
Negara yang menerapkan kapitalis memang seperti inilah keadaannya. Segala kepentingan para kapital akan diberikan kemudahan termasuk dlm berinvestasi. Jelas yg diuntungkan hanya segelintir orang sementara mayoritas rakyat gigit jari.
Hanya sistem Islam yang mampu mengelola dan menerapkan ekonomi sehingga mandiri dan berdaulat tidak dikuasai penjajah.