"Ikatan akidah terbukti mampu menyatukan kaum muslim dalam satu kepemimpinan. Hal ini dicontohkan oleh Rasulullah, dengan mempersaudarakan kaum Anshar dan kaum Muhajirin, serta meredam perselisihan antara suku Aus dan Khazraj yang sebelumnya selalu berselisih. Mereka bersatu dalam satu kepemimpinan Daulah Islam di Madinah, yang dipimpin Rasulullah."
Oleh. Neni Nurlaelasari
(Kontributor NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Memasuki bulan Zulhijah jutaan umat Islam dari seluruh penjuru dunia berdatangan ke tanah suci. Mereka memiliki tujuan yang sama, melaksanakan rukun Islam kelima yaitu ibadah haji. Menunaikan haji merupakan dambaan bagi setiap muslim. Bahkan perjuangan untuk berangkat ke tanah suci pun tak mudah. Menunggu antrean bertahun-tahun dan menabung untuk biaya perjalanan haji, merupakan secuil kisah nyata yang dialami calon jemaah haji.
Calon jemaah haji pun sabar melalui berbagai tahapan demi bisa menginjakkan kaki di tanah suci. Saat pelaksanaan ibadah, semua tunduk mengikuti tata cara ibadah haji. Menanggalkan semua atribut dunia dan memutih dengan kain ihram. Tak ada lagi perbedaan kekayaan, jabatan, warna kulit, suku maupun bangsa. Semua tunduk pada aturan dan menyatu dalam pelaksanaan haji. Namun setelah selesai pelaksanaan ibadah haji, semua atribut dunia kembali seperti semula.
Rapuhnya Ikatan Kaum Muslim
Pemandangan bersatunya kaum muslim dalam pelaksanaan haji, nyatanya tak mampu selalu hadir dalam kehidupan sehari-hari. Rasa persaudaraan yang dibangun saat melaksanakan haji, seketika luntur saat kembali ke negerinya masing-masing. Hal ini tak lepas dari ikatan rapuh yang diadopsi kaum muslim, yaitu ikatan kebangsaan (nasionalisme).
Ikatan yang lahir karena bermukim di suatu wilayah atau negeri yang sama, menjadikan manusia memiliki hubungan emosional hanya kepada masyarakat yang berada dalam negeri tersebut. Hal inilah yang menjadikan kaum muslim kurang peduli, terhadap saudara seiman yang berada di luar wilayahnya.
Ikatan kebangsaan muncul dan diembuskan Barat, sebelum runtuhnya Kekhilafahan Turki Utsmani. Bahkan ikatan ini pula yang menjadi salah satu sebab runtuhnya Kekhilafahan Turki Utsmani saat itu. Sementara kaum muslim akhirnya terbagi sekitar 60-an negeri.
Dengan diterapkannya ikatan kebangsaan oleh kaum muslim, Barat dengan leluasa bisa menancapkan pengaruhnya terhadap negeri-negeri Islam. Hal ini dilakukan demi menguasai sumber daya alam dan memecah belah umat Islam serta membendung bersatunya kaum muslim dalam satu kekuatan.
Di sisi lain Barat pun tak lupa mengembuskan paham sekularisme, yaitu pemisahan agama dari kehidupan di tubuh umat Islam. Dengan upaya ini, maka umat Islam akan sibuk pada perkara ibadah wajib saja. Dan akhirnya melupakan kewajiban untuk bersatu dalam satu kepemimpinan, seperti yang dicontohkan Rasulullah serta dilanjutkan oleh para sahabat dan khalifah selanjutnya. Maka, tak heran ketika muslim di belahan dunia lain mengalami penindasan dan kezaliman, seperti di Palestina, Uighur, India, dan lainnya, reaksi umat Islam saat ini memandang sebagai permasalahan negeri lain bukan permasalahan bersama. Padahal, sejatinya semua kaum muslim adalah saudara. Seperti dalam hadis Rasulullah saw.
"Perumpamaan orang-orang mukmin dalam hal saling mencintai, menyayangi, dan mengasihi bagaikan satu tubuh. Apabila ada salah satu anggota tubuh yang sakit, maka seluruh tubuhnya akan ikut terjaga (tidak bisa tidur) dan panas (turut merasakan sakitnya)." (HR. Bukhari dan Muslim)
Akidah Islam Mampu Menyatukan
Sepanjang sejarah peradaban Islam, ikatan akidah terbukti mampu menyatukan kaum muslim dalam satu kepemimpinan. Hal ini dicontohkan oleh Rasulullah, dengan mempersaudarakan kaum Anshar dan kaum Muhajirin, serta meredam perselisihan antara suku Aus dan Khazraj yang sebelumnya selalu berselisih. Mereka bersatu dalam satu kepemimpinan Daulah Islam di Madinah, yang dipimpin Rasulullah.
Di bawah Daulah Islam, semangat dakwah dan jihad pun diembuskan. Sehingga kaum muslim mampu menaklukkan berbagai wilayah dan mempersatukannya dengan ikatan akidah. Hingga cahaya Islam menyebar ke seluruh penjuru dunia, termasuk Indonesia. Dengan ini, tergambar jelas jika hanya ikatan akidah yang mampu menyatukan kaum muslim dalam satu kepemimpinan, tanpa memandang perbedaan suku, bahasa, warna kulit, dan lainnya. Seperti dalam firman Allah Swt.,
"…..kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sungguh, yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Maha Teliti." (TQS. Al-Hujurat: 13)
Jika ritual ibadah haji mampu menyatukan dan membuat manusia tunduk dan taat hanya pada syariat Allah, maka bukan hal yang mustahil, jika kaum muslim bisa bersatu kembali dalam satu kepemimpinan global yaitu Daulah Islam. Seperti pada masa kepemimpinan Rasulullah, yang kemudian dilanjutkan kepemimpinan khulafaurasyidin dan para khalifah selanjutnya. Karena hanya Daulah Islam yang akan menerapkan aturan Allah, serta menjaga persaudaraan kaum muslim dengan ikatan akidah.
Maka, sudah selayaknya ibadah haji menjadi momentum, untuk menjadikan ikatan akidah sebagai pijakan dalam kehidupan sehari-hari. Serta mendorong umat Islam berada dalam satu kepemimpinan Daulah Islam. Sehingga kaum muslim mampu bersatu dalam satu panji, yaitu panji Rasulullah saw. dan menerapkan syariat Islam secara menyeluruh (kaffah). Agar kaum muslim kembali menyandang gelar khairu ummah (umat terbaik) di bumi ini. Wallahu a'lam bishawab.[]
Haji bukti persatuan kaum muslim sedunia, saatnya meneruskan selepas ritual haji yang dilaksanakan.
Umat Islam dalam ibadah haji bisa bersatu. Namun, sayang seribu sayang kesatuan mereka hanya dalam rangkaian ibadah saja. Alangkah indah jika kesatuan umat Islam terwujud dalam naungan negara Islam sehingga segala bentuk persoalan bisa diselesaikan.
Saatnya nanti, umat akan bersatu di seluruh dunia. Ibadah haji menunjukkan bukti, bahwa umat bisa bersatu. Apalagi nanti yang mempersatukannya ialah Khilafah.
Yakin.. persatuan umat Islam di bawah panji Rasulullah SAW akan kembali pada waktu yang telah Allah SWT tentukan..
Begitulah, sekat-sekat nasionalisme telah membuat kaum muslim tercerai berai dalam negara bangsa. Prosesi ibadah haji saat ini pun tak mampu menyatukan umat Islam dalam satu kepemimpinan. Ibadah haji hanya akan akan menjadi momen persatuan hakiki jika berada dalam naungan Islam.
Pelaksanaan haji oleh kaum muslimin di Padang Arafah merupakan miniatur sebuah negara Islam. Bagaimana tidak. Mereka semua di saat yg sama wukuf, berdoa, berpakaian putih, berpanas2 di terik matahari menanggalkan segala atribut dunia jabatan, harta, status sosial dst. Semua sama di hadapan Allah. Semua tersungkur sujud menghiba pengampunan dan kesyukuran di hadapan Allah Swt. Jika sudah begini "enyahlah kesombongan manusia"
Jika umat Islam bisa bersatu saat melaksanakan ibadah haji, maka sepatutnya juga bisa bersatu dalam satu naungan Daulah Islam. Karena keduanya disatukan oleh ikatan akidah yang satu, yaitu akidah Islam.