"Dalam beragama, umat Islam hanya perlu menjadi hamba yang taat dengan memperhatikan bagaimana Islam mengajarkan melalui sumber-sumber hukum syarak. Maka itulah yang dijadikan landasannya dalam berkeyakinan, beribadah, dan beramal."
Oleh. Tita Rahayu Sulaeman
(Kontributor NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Hasil penelitian terhadap anak-anak SMA di kota-kota besar termasuk Kota Bandung, menunjukkan adanya peningkatan jumlah kelompok intoleran aktif pada anak-anak muda. Generasi muda Kota Bandung juga dinilai rentan dimanipulasi atau termakan oleh doktrin-doktrin ekstremisme atau radikalisme, yang dibalut dengan ajaran agama. Hal ini menjadi sorotan Kepala BNPT Rycko Amelza Dahniel, hingga menggelar acara yang bertajuk Sarasehan Bersama Dai dan Daiyah Jawa Barat dalam Rangka Pencegahan Radikal Terorisme di Indonesia. Para dai/ daiyah diharapkan mampu berperan dalam memberikan pemahaman akan bahaya paham radikalisme, ekstremisme, terorisme, utamanya pada generasi muda (Republika.co.id, 24/5/2023).
Radikal secara definisi menurut KBBI berarti secara mendasar. Sementara radikalisme oleh KBBI didefinisikan, pertama, paham atau aliran yang radikal dalam politik. Kedua, paham atau aliran yang menginginkan perubahan atau pembaharuan sosial dan politik dengan cara kekerasan atau drastis. Ketiga, sikap ekstrem dalam aliran politik. Bagai bom waktu, jika dibiarkan paham radikal ini dianggap berbahaya bagi eksistensi negara.
Radikalisme vs Toleransi
Gerakan radikalisme maupun terorisme, sering diidentikkan dengan kekerasan dan merujuk pada agama tertentu. Lihat saja, bagaimana media dengan mudah melabeli sebuah kasus bom bunuh diri sebagai aksi terorisme akibat paham radikalisme, hanya karena atribut agama Islam yang ditemukan di TKP. Padahal belum ada penyidikan atau pendalaman fakta terhadap pelaku. Sementara untuk kasus penyandaraan, penculikan, hingga pembunuhan yang dilakukan oleh sekelompok orang di tanah Papua disebut sebagai gerakan separatis. Maka, jelaslah arah narasi radikalisme dan terorisme hanyalah merujuk pada Islam.
Umat Islam yang keras terhadap keyakinannya dianggap sebuah hal yang berbahaya. Mereka dianggap tidak bisa toleran terhadap perbedaan. Hal ini dinilai dapat mengancam kerukunan umat beragama. Digulirkanlah narasi antiradikalisme dengan sikap yang lebih toleran. Umat Islam tidak perlu menjadi kaku. Umat Islam hanya perlu menjadi Islam yang moderat atau pertengahan untuk menjaga kerukunan dan eksistensi negara.
Pemahaman seperti ini adalah keliru. Sebagai umat Islam, tentu saja tidak butuh dinilai radikal, moderat atau toleran. Dalam beragama, umat Islam hanya perlu menjadi hamba yang taat dengan memperhatikan bagaimana Islam mengajarkan melalui sumber-sumber hukum syarak. Maka itulah yang dijadikan landasannya dalam berkeyakinan, beribadah, dan beramal.
Demikian halnya bagi generasi muda. Mereka perlu didorong agar lebih mengenal ajaran agamanya dengan baik. Sehingga mampu menilai, mana yang dibolehkan atau tidak menurut ajaran agamanya. Islam bukan sekadar agama yang mengatur ibadah. Namun, Islam adalah agama yang juga memuat aturan-aturan yang perlu ditaati oleh umatnya dalam kehidupan sehari-hari. Di sinilah diperlukan peran negara dalam mendorong generasi muda untuk bisa menjadi manusia yang bertakwa menurut ajaran agamanya. Bukan menjadi toleran atau radikal dalam definisi manusia.
"Wahai orang-orang yang beriman! Masuklah ke dalam Islam secara keseluruhan, dan janganlah kamu ikuti langkah-langkah setan. Sungguh, ia musuh yang nyata bagimu.” (QS. Al-Baqarah [2]: 208)
Permasalahan Generasi Muda
Radikalisme hanyalah “hantu” yang diciptakan sebagai suatu hal yang menakutkan bagi generasi muda. Padahal, permasalahan yang telah terjadi bukanlah bersumber dari paham radikalisme. Pergaulan bebas, LGBT, free sex, prostitusi pelajar, pemakaian obat-obat terlarang, hingga depresi akibat tuntutan hidup yang bersifat duniawi, telah nyata-nyata terjadi dan semuanya bukan karena paham radikalisme.
Pengajuan dispensasi nikah di Nganjuk didominasi anak SMP. Penyebabnya, mereka melakukan hubungan intim dengan pacarnya hingga hamil. Orang tua kemudian meminta pertanggungjawaban dengan menikahkan anak-anak mereka (jawapos.com, 7/6/2023). Sementara itu, Kasus HIV/AIDS di Sulawesi Selatan meningkat dalam dua tahun terakhir (jawapos.com, 6/6/2023). Kasus bunuh diri dilakukan pelajar terjadi di beberapa kota, di antaranya di Kota Malang seorang pelajar 17 tahun melompat dari jembatan Soekarno-Hatta (detik.com, 30/5/2023). Kasus-kasus yang terjadi di satu kota sangat besar kemungkinan terjadi di kota lainnya. Belum lagi permasalahan lain yang dialami generasi muda seperti kecanduan gadget, terjerat pinjol akibat gaya hidup, perundungan hingga gaya hidup bebas semacam FWB (friend with benefit) yang merujuk pada aktivitas seks bebas yang dilakukan atas persetujuan kedua pihak yang terlibat.
Permasalahan-permasalahan di atas nyata-nyata telah terjadi dan telah merusak generasi muda saat ini. Penyebabnya bukanlah radikalisme, melainkan sekularisme (pemisahan agama dari kehidupan) dan liberalisme (paham yang menjunjung kebebasan). Sungguh ironis kasus yang terjadi pada generasi muda saat ini, mengingat Indonesia adalah negara dengan pemeluk agama mayoritas muslim. Namun ajaran agamanya tidak tecermin dalam kehidupan masyarakatnya.
Akses informasi yang sangat terbuka menyebabkan pemikiran umat Islam saat ini telah terpengaruh pemikiran dan gaya hidup Barat yang bertentangan dengan ajaran Islam. Inilah yang perlu diluruskan dari generasi muda. Mereka butuh didorong untuk bertakwa, agar kehidupan mereka kembali ke jalan yang diridai Allah, menjauhi kemaksiatan serta menggunakan potensi-potensi yang dimilikinya untuk amal baik dan berkontribusi pada umat.
Dibutuhkan Peran Negara
Negara tidak bisa hanya mengandalkan para dai/ daiyah untuk mengharapkan sebuah perbaikan pada generasi muda. Justru negaralah yang berkewajiban untuk mencetak generasi muda yang bertakwa, berpola pikir dan pola sikap Islam. Negara dapat menetapkan kurikulum yang bertujuan mencetak generasi bertakwa. Negara juga bisa menetapkan peraturan-peraturan yang dapat menjaga pergaulan masyarakatnya. Peraturan-peraturan yang sifatnya preventif dan sanksi-sanksi tegas yang ditegakkan oleh negara agar memberikan efek jera.
Peran negara tidak hanya dibutuhkan dalam menjaga sistem pergaulan, namun juga dalam hal ekonomi. Negara harus menjamin ketersediaan harga bahan pangan, agar terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat. Tidak ada lagi yang melakukan kejahatan maupun prostitusi dengan alasan desakan ekonomi. Kebutuhan dasar rakyat lainnya, yaitu pendidikan dan kesehatan wajib diberikan pada rakyatnya secara gratis. Pelajar maupun generasi muda bisa fokus dalam pendidikannya tanpa mengkhawatirkan biaya. Hingga mampu menjadi ahli di bidangnya masing-masing dan berkontribusi pada umat dengan penemuan-penemuan yang sejalan dengan aturan Islam.
Semua dilakukan oleh negara dalam rangka melayani rakyatnya. Demikianlah Islam mengatur pemimpin negara sebagai pengurus bagi rakyatnya, sesuai dengan sabda Rasulullah saw, "Pemimpin manusia adalah pengurus mereka dan bertanggung jawab atas (urusan) rakyatnya." (HR. Al-Bukhari, Muslim, Abu Dawud, at-Tirmidzi dan Ahmad)
Sistem kehidupan saat ini telah nyata-nyata merusak tidak hanya generasi muda, namun juga kehidupan umat manusia dalam segala aspek kehidupan. Saatnya kembali pada Islam secara kaffah, agar terlahir generasi muda yang bertakwa.
Wallahu’alam bishawab[]
sangat setuju dengan penulis.. sistem Islam adalah sistem yang paling sempurna..
Yupsss Benar Sekali, sistem kehidupan saat ini telah nyata-nyata merusak tidak hanya generasi muda, namun juga kehidupan umat manusia dalam segala aspek kehidupan. Itulah mengapa saatnya kita beralih kembali pada Islam secara kaffah, agar terlahir generasi muda yang bertakwa.
Pemuda yang hebat, fakih fiddin dan bertanggungjawab hanya lahir dari rahim ideologi Islam, semisal Muhammada Al-Fatih, dll. Selain sistem Islam hanyalah omong kosong. Maka satu2nya cara utk mencetak generasi muda berkualitas hari ini, yakni dgn mengembalikan Islam kaffah menjadi aturan di semua aspek kehidupan.
Radikalisme lagu usang yang terus diputar selama masih bisa dijadikan pengalih perhatian masyarakat agar tidak kembali menegakkan syariat Islam.
Setuju banget, kalau bukan radikalisme yang merusak generasi, tapi sekularismelah penyebab rusaknya generasi. Pemisahan agama dari kehidupan membuat generasi tumbuh jauh dari pemahaman Islam. Agama dipakai saat melakukan ibadah mahdah saja, di luar itu agama tidak boleh turut campur.
Sejatinya, Barat maupun antek-anteknya sengaja menggiring opini agar masyarakat termakan dengan label teroris, radikal, dll. Padahal, problem utama kerusakan di negeri ini dan dunia adalah penerapan kapitalisme sekuler.
Radikalisme opini yang tujuannya memalingkan dari pemyebab utama berbagai persoalan negeri yang tak ada habis-habisnya
Generasi muda harus diberi banyak paham ilmu agama, agar tidak terbawa gempuran arus sekularisasi hingga melupakan tujuan hidup dalam beribadah kepada Sang Pencipta.