“Hai orang-orang yang beriman, barang siapa di antara kamu yang murtad dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan mereka pun mencintai-Nya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang mukmin, dan bersikap keras terhadap orang-orang kafir. (Al-Maidah ayat 54)”
Oleh. Novianti
(Kontributor NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Pondok pesantren Al Zaytun kembali menjadi perbincangan publik. Setelah sebelumnya viral video salat Idulfitri yang bercampur antara laki-laki dan perempuan di ponpes tersebut, pimpinannya Panji Gumilang, mengatakan bahwa dirinya seorang komunis.
Dirilis tvonenews.com (17/06/2023), Ketua MUI Indramayu K.H. M. Syatori mengatakan penyimpangan Al Zaytun sangat jelas, mengajarkan syariat Islam yang berbeda dengan yang dipahami pada umumnya. Ibadah haji tidak perlu di Makkah, saf perempuan boleh berada di depan.
Sekretaris MUI Jabar sudah mencoba melakukan tabayun, namun kunjungan timnya ke Al Zaytun ditolak. Sedang Kemenag sebagai wakil pemerintah seolah abai dan tutup mata. Padahal, pembiaran kasus Al Zaytun berarti menyuburkan ajaran menyimpang di tengah-tengah masyarakat.
Kesesatan Nyata
Pesantren Al Zaytun berdiri sejak 1996. Ponpes yang berlokasi di Kabupaten Indramayu di atas tanah seluas 1200 hektare ini merupakan pesantren terbesar di Asia Tenggara. Bangunannya berdiri megah dengan konsep modern. Para santrinya tidak hanya dari Indonesia tetapi juga juga dari berbagai negara.
Sejak 2002, pihak MUI sudah melakukan pengkajian mendalam terhadap Al Zaytun karena mencium indikasi kesesatan dan penyimpangan di pesantren tersebut. Bahkan Wapres Ma’ruf Amin menjadi ketua tim penyelidikan ketika itu.
Tidak hanya MUI, NU Jawa Barat pun sudah mengungkapkan kesesatan Al Zaytun. Di antaranya: membolehkan nonmuslim berada dalam barisan salat dengan dalih mengikuti mazhab Bung Karno, memberikan tempat bagi pemeluk Nasrani merayakan natal di ponpesnya dengan alasan toleransi yang juga dihadiri oleh pimpinannya, menyanyikan Haveno Shalom yang berbahasa Ibrani, lagu yang dianggap salam khas bangsa Yahudi.
Meski sudah nyata-nyata meresahkan, pemerintah tidak bertindak tegas, bahkan cenderung membiarkan. Padahal, setiap tahunnya ponpes tersebut menerima kurang lebih 2000 santri dan saat ini menampung 6000 santri.
Tidak menutup kemungkinan akan muncul gesekan horizontal jika persoalan terus dibiarkan. Seperti yang terjadi pada masjid kelompok Ahmadiyah. Perusakan oleh masyarakat setempat terhadap masjid-masjidnya terjadi di beberapa tempat. Ini akibat pemerintah tidak tegas pada kelompok Ahmadiyah yang sudah jelas sesat karena mengakui Mirza Ghulam Ahmad sebagai nabi setelah Nabi Muhammad saw.. Ini bisa menimpa pada Ponpes Al Zaytun.
Buah Demokrasi
Mengapa saat ini kesesatan dan kemungkaran dibiarkan? Inilah buah dari penerapan sistem demokrasi di negara Indonesia yang berpenduduk mayoritas muslim. Sistem yang berasas sekulerisme, yakni memisahkan agama dari kehidupan, akan melahirkan orang-orang yang demikian mudahnya mempermainkan agama. Meski mengaku muslim, tetapi melecehkan Islam dan menolak syariat Islam.
Dalam sistem demokrasi, kebebasan diagung-agungkan termasuk dalam kebebasan beragama, berperilaku, dan berpendapat. Karenanya, tidak heran negara tidak menindak Al Zaytun meski kesesatannya sudah nyata. Demi kebebasan beragama, misalnya, setiap orang dibebaskan mau mengikuti syariat atau tidak. Bahkan jika memilih keluar dari Islam pun adalah keputusan yang harus dihormati. Negara tidak bisa mengintervensi keputusan tersebut karena merupakan hak asasi individu.
Sementara dalam kebebasan berperilaku, tidak ada sanksi meski seorang muslim tidak melaksanakan kewajiban atau melakukan kemungkaran secara terang-terangan seperti yang dilakukan pimpinan Al Zaytun. Begitu pun ketika Panji Gumilang menyampaikan pendapat tentang keraguannya bahwa Al-Qur'an adalah kalam Allah, melainkan kalam Nabi Muhammad saw. atau mengatakan bahwa Indonesia adalah tanah suci. Pernyataan-pernyataan seperti ini tidak dipersoalkan dalam sistem demokrasi.
Alih-alih dilarang, Al Zaytun semakin berani menunjukkan eksistensinya. Di tengah demo massa dari Forum Indramayu Menggugat, Al Zaytun justru dilindungi ribuan aparat kepolisian. Di balik barikade bentangan kawat berduri yang melindungi Al Zaytun, massa di dalam ponpes menyanyikan lagu Haveno Shalom. Ini menegaskan bahwa Al Zaytun tidak tersentuh dan dilindungi penguasa.
Tindak Tegas Kelompok Sesat
Sejak zaman kepemimpinan Khalifah Abu Bakar, sudah muncul kelompok yang menyelisihi Islam di tengah-tengah kaum muslimin. Ada yang tidak mau membayar zakat, mengaku sebagai nabi padahal palsu, bahkan pengikutnya berjumlah puluhan ribu dan tersebar di beberapa wilayah negeri Islam saat itu. Mayoritas Bani Hanifah dan sebagian besar dari Bani Yamamah bergabung dengan Musailamah Al Kadzab, yang mengaku sebagai nabi palsu. Bani Asad dan Thayyi bergabung dengan Thulaihah Al Asadiyah yang mengaku sebagai nabi baru. Terdapat kabilah Asad dan Bani Ghathafan yang murtad dan beralih mengikuti seorang dukun.
Sekelompok orang-orang Arab datang ke Madinah dan mengatakan mengakui kewajiban salat tetapi menolak menunaikan zakat. Sebagian sahabat mengusulkan membiarkan mereka yang tidak mau membayar zakat dengan alasan masih bisa didakwahi agar hatinya dilunakkan. Namun, Abu Bakar menolak usulan tersebut dan tetap menumpasnya.
Abu Bakar mengirim sebelas panglima perang ke berbagai tempat dalam rangka penumpasan kaum murtad di antaranya Khalid bin Walid, Ikrimah bin Abu Jahal dan Amru bin ‘Ash. Beliau titipkan sepucuk surat kepada orang-orang yang murtad melalui panglima perangnya. Surat itu berisi seruan Abu Bakar agar orang-orang murtad kembali kepada Islam. Jika mereka bertobat akan dimaafkan, sementara yang tetap memilih murtad akan diperangi.
Tindakan Abu Bakar kepada orang-orang murtad sesuai perintah Allah dalam surah Al-Maidah ayat 54,
“Hai orang-orang yang beriman, barang siapa di antara kamu yang murtad dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan mereka pun mencintai-Nya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang mukmin, dan bersikap keras terhadap orang-orang kafir.”
Menurut Imam Ath-Thabari, orang-orang yang menolak salah satu syariat Islam sudah dikategorikan murtad dan harus dibunuh. Sementara Imam Syafi’i menjelaskan bahwa seseorang yang keluar dari Islam jika bertobat, maka tobatnya diterima. Tetapi jika enggan bertobat, harus dihukum mati setelah dinasihati terlebih dahulu.
Demikian aturan Islam terhadap orang-orang yang murtad. Berkaitan dengan Al Zaytun, negaralah yang memiliki otoritas memberi sanksi kepada ponpes tersebut. Selama negara tidak melakukan tindakan tegas, Al Zaytun akan terus berdiri dan menyebarkan kesesatannya.
Khatimah
Khalifah Abu Bakar menghukum secara tegas orang murtad dan mereka yang menolak zakat meski masih melaksanakan salat. Seorang muslim harus menerima syariat Islam secara keseluruhan. Tidak boleh menerima sebagian lalu menolak sebagian. Allah mencela sikap semacam ini dalam surah Al-Baqarah ayat 85. Kebijakan Abu Bakar menunjukkan bahwa penguasa bertugas menjaga akidah umat. Sayang, kita tidak bisa berharap tindakan yang sama dilakukan penguasa sekarang kepada Al Zaytun, sebab sistem demokrasi melindungi keberadaannya. Penjagaan akidah umat hanya bisa dilakukan oleh sistem Islam. Jangan lagi berharap pada sistem demokrasi dalam menjaga akidah umat, sebab ia justru akar dari berbagai kerusakan akidah. Sepatutnya umat menuntut pergantian sistem oleh sistem Islam agar tidak ada lagi Al Zaytun berikutnya dan segala bentuk kesesatan lainnya. Wallahu a'lam bishawab.[]
Benar sekali penjagaan akidah umat hanya bisa dilakukan oleh sistem Islam. Jangan lagi berharap pada sistem demokrasi dalam menjaga akidah umat, sebab ia justru akar dari berbagai kerusakan akidah. Sepatutnya umat menuntut pergantian sistem oleh sistem Islam agar tidak ada lagi Al Zaytun berikutnya dan segala bentuk kesesatan lainnya. Hanya sistem Islam lah solusi dari masalah yang ada dan hanya Sistem Islam sajalah yang mampu mengatasi Semuanya
Pesantren Al Zaytun sudah lama tercium kesesatannya. Namun, di alam demokrasi segala bentuk penyimpangan akan dilindungi atas dasar kebebasan berperilaku dan berpendapat. Maka, Berharap pad rezim saat ini untuk memberantas hanya impian di siang bolong. Hanya Khilafahlah yang akan menindak tegas segala bentuk penyimpangan.
Al Zaytun ini sudah sejak dulu terdengar darinya isu soal kesesatannya. Tapi aman aman saja sampai sekarang?
Yang bisa memberantas hingga ke akarnya hanyalah daulah Khilafah!
Buah sekularisme sangat nyata. Dimana bukan menjadi masalah jika ada ajaran sesat. Tak ada penjagaan Islam dalam sistem rusak ini. Maka solusinya terapkan Islam. Agar ajaran sesat tak akan tumbuh subur.
Kesesatan merajalela karena negara lemah dalam menerapkan hukum. Hal ini wajar terjadi di dalam sistem demokraai sekuler karena negara tak berfungsi sebagai penjaga akidah bagi rakyatnya. Ruh kebebasan yang dianut negeri ini juga membuat setiap kesesatan dan penyimpangan seolah mendapat ruang.
Demokrasi menjamin kebebasan beragama dan berprilaku, tapi tidak untuk kaum muslimin.. buktinya umat Islam dipersulit untuk bisa menerapkan seluruh syariat Islam dalam sistem demokrasi yang jelas batil ini..
Segala dibolehkan itulah demokrasi sehingga semua model gaya kemungkaran ada di dalamnya
Jelas-jelas al Zaytun menyimpang dari akidah Islam. Namun tdk ada upaya serius dari pemerintah utk menghentikan. Buah dari sistem politik demokrasi. Kesesatan agama menjadi-jadi. Sejatinya sistem ini yg justru melindungi dan memberi ruang untuk terus eksis. Maka tiada lain hanya ada satu cara sudahi sistem buatan manusia ini. Ganti dg sistem Islam yg sahih lagi diridai Allah Swt.
Shahih... Semoga umat segera tersadarkan dan menjadi tuntutan mayoritas opini penerapan sistem Islam
Ketika negara tidak bertindak cepat dan tegas terhadap ajaran sesat, ini jelas menunjukkan bahwa negara cenderung mengabaikan penjagaan akidah umat Islam. Astagfirullah.