"Terjaminnya kesejahteraan para aparat negara dalam Islam merupakan bagian dari kewajiban negara untuk memberikan hak-hak mereka. Hal ini merupakan penghargaan terhadap jasa mereka terutama para guru yang jasanya sangat luar biasa dalam mengajarkan ilmu."
Oleh. Sarinah A
(Kontributor NarasiPost.Com dan Pegiat Pena Banua)
NarasiPost.Com-Menjadi seorang Aparatur Sipil Negara (ASN) merupakan cita-cita sebagian orang. ASN yang bekerja sebagai pelayan publik ini menawarkan berbagai keuntungan. Salah satunya adalah gaji terjamin plus uang tunjangan lainnya. Hal ini berbeda dengan tenaga honorer, di mana kesejahteraan mereka sangat jauh berbeda dengan ASN.
Mengenai gaji, apa yang didapatkan seorang honorer tak sebanding dengan jasa yang mereka berikan. Salah satunya tenaga honorer seperti guru, sebagian hanya diberi 300 ribu rupiah per bulan. Ini tentu jauh dari kata layak untuk mereka. Maka sangat wajar, jika para guru honorer selalu mengeluhkan kesejahteraan mereka. Melihat kondisi tersebut, pemerintah saat ini terus membenahi para tenaga honorer di Indonesia. Salah satunya dengan dikeluarkannya kebijakan penghapusan seluruh tenaga honorer pada tahun 2023.
Jadi pemerintah melalui Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB) menerbitkan Surat Edaran (SE) terhadap seluruh Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) di Kementerian/Lembaga pusat maupun daerah agar tenaga honorer dihapus tahun depan. Surat ini ditandatangani oleh Tjahjo Kumolo pada 31 Mei 2022 (tempo.co, 03/06/2022).
Alasan Honorer Dihapuskan
Dengan adanya surat ederan tersebut, pemerintah menginginkan tidak ada lagi tenaga honorer di Kementerian/Lembaga pusat maupun daerah. Sesuai peraturan yang berlaku, pegawai di Kementerian/Lembaga pusat maupun daerah hanya terdiri dari PNS dan PPPK. Jadi, nanti tenaga honorer yang ada di persilakan untuk mengikuti seleksi CPNS atau CPPPK dengan memperhatikan syarat-syarat yang berlaku. Kalaupun tidak lulus, maka bisa dialihkan kepada pihak ketiga (outsourcing), yang mana untuk kategori gaji bisa memenuhi UMR maupun UMP.
Kebijakan tersebut merupakan langkah strategis pemerintah dalam menata sumber daya ASN agar lebih profesional dan sejahtera serta memperjelas aturan dalam rekrutmen. Karena selama ini terjadi ketidakjelasan sistem rekrutmen yang berdampak pada pengupahan di bawah UMP maupun UMR (www.suara.com, 6/06/2022).
Dalam Islam, pengaturan rakyat termasuk aparatur negara sangat jelas tak ada istilah honorer. Adapun sistem penggajian dan alokasi dana untuk tiap-tiap rakyat yang menjadi Aparatur Negara sangat berbanding terbalik dengan yang terjadi dalam sistem kapitalisme.
Kebijakan Tidak Tepat
Permasalahan tenaga honorer memang harus segera diatasi agar tidak ada lagi ketimpangan dalam kesejahteraan pelayanan publik di masyarakat. Namun melihat kebijakan yang dikeluarkan pemerintah saat ini, yakni penghapusan tenaga honorer pada tahun 2023 akan berpotensi menambah angka pengangguran.
Hal ini sesuai yang disampaikan oleh Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPRD) Kota Serang, Budi Rustandi, menyebut kebijakan pemerintah pusat terkait penghapusan tenaga honorer akan menambah jumlah pengangguran di daerah (https://kabarbanten.pikiran-rakyat.com/, 11/06/2022).
Hal ini karena tidak semua tenaga honorer bisa lulus untuk mengikuti seleksi CPNS maupun CPPPK. Hal ini karena kuota kebutuhan ASN juga terbatas. Sehingga sebagian honorer harus terpaksa kehilangan pekerjaan mereka. Bagaimana dengan honorer yang hanya bergantung pada pekerjaannya sebagai tenaga honorer, ketika dia tidak lulus maka ia tidak mempunyai penghasilan lagi, lalu bagaimana dia harus memenuhi kebutuhan keluarganya jika dia adalah seorang kepala keluarga.
Berdasarkan hal ini tentu kebijakan hari ini belum bisa menuntaskan permasalahan tenaga honorer. Berbeda dalam sistem Islam, setiap aparat negara termasuk juga para guru diberi kesejahteraan yang sebaik-baiknya sesuai dengan jasa yang mereka berikan dalam melayani masyarakat.
Solusi Islam
Dalam Islam, tak ada istilah honorer untuk aparatur negara seperti para guru, tenaga kesehatan, dan lain-lain. Adapun sistem penggajian dan alokasi dana untuk tiap-tiap rakyat yang menjadi aparatur negara sangat berbanding terbalik dengan yang terjadi dalam sistem hari ini.
Gaji aparatur negara baik guru, tenaga kesehatan, maupun yang bertugas dalam administratif digaji oleh negara dengan mengambil dana yang tersedia di baitulmal melalui pos fa'i dan milkiyyah. Adapun status mereka jelas sebagai seorang aparatur negara, bukan honorer ataupun pegawai harian yang tak jelas status maupun penggajiannya yang kita kenal hari ini.
Misalnya saja dalam masa kepemimpinan Umar bin Khattab. Beliau pernah menggaji pendidik dengan gaji 15 dinar yang jika dikonversikan dalam mata uang rupiah berkisar 51 juta rupiah. Pada masa Abasiyah, khalifah pernah menggaji serta memberi tunjangan untuk Zujaj pada setiap bulannya dengan gaji 200 dinar, sementara Ibnu Duraid digaji sekitar 40 dinar per bulan oleh Al Muqtadir. Jika dikonversikan ke rupiah maka tunjangan mereka rata-rata ratusan juta.
Terjaminnya kesejahteraan para aparat negara dalam Islam merupakan bagian kewajiban negara untuk memberikan hak-hak mereka. Hal ini merupakan penghargaan terhadap jasa mereka terutama para guru, yang jasanya sangat luar biasa dalam mengajarkan ilmu.
Inilah kebijakan dalam sistem negara Islam dalam hal menyejahterakan para aparat negara termasuk para guru. Hal ini karena penerapan Islam secara menyeluruh dalam segala bidang kehidupan oleh negara. Dengan diterapkannya Islam yang sempurna ini, maka insyaAllah akan terwujud Islam yang rahmatan lil ‘alamiin. Hingga para aparat negara mendapatkan kesejahteraan yang layak. Wallahu’alam bis shawab.[]