“Walhasil, kesejahteraan guru, terutama guru honorer sangatlah jauh panggang dari api. Tak ada jaminan pemenuhan kebutuhan pokok dan lapangan kerja yang memadai dalam negara yang menganut kapitalisme.”
Oleh. Afiyah Rasyad
(Tim Kontributor Tetap NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Terpujilah wahai engkau
Ibu bapak guru
Namamu akan selalu hidup
Dalam sanubariku
Mungkin hanya lirik lagu “Hymne Guru” itulah yang layak dipersembahkan bagi para pahlawan bangsa yang tanpa tanda jasa. Persoalan demi persoalan dalam dunia pendidikan, termasuk masalah guru honorer terus bermunculan. Belum usai satu persoalan, terbit lagi persoalan lainnya yang membelit para guru honorer.
Cengkeraman Sistem Kapitalisme
Amboi, santer nian sebuah wacana penghapusan guru honorer. Keberadaan guru honorer yang telah banyak mencetak generasi cerdas itu akan dihapus. Seakan lenyap rasa iba dalam nurani pemangku kebijakan. Keberadaan guru honorer justru akan mulai dihapus pada 28 November 2023 (Detik.com, 5/6/2022).
Wacana penghapusan tersebut termaktub dalam Surat Menteri PAN RB Nomor 185/M.SM.02.03/2022 tentang Status Kepegawaian di Lingkungan Instansi Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Dengan keputusan tersebut, Aparatur Sipil Negara (ASN) akan terbagi menjadi dua jenis yakni PNS (Pegawai Negeri Sipil) dan PPPK (Pegawai Pemerintahan dengan Perjanjian Kerja). Menurut Menpan RB Tjahjo Kumolo para eks tenaga honorer dapat masuk dalam pemerintahan dengan syarat mengikuti seleksi sistem outsourcing atau mengikuti tes CPNS (Liputan6.com, 22/1/2022).
Rekomendasi dari Menpan sungguh mencengangkan. Faktanya, outsourcing jelas merupakan sebuah mekanisme dalam penggunaan tenaga kerja yang dikelola oleh swasta atau pihak ketiga (Liputan6.com, 4/6/2022).
Negara yang harusnya terdepan dalam menyiapkan tenaga pendidik amanah dan profesional, justru diganti oleh outsourcing. Jika benar outsourcing ini diberlakukan, jelas peran negara akan dinihilkan dari hadapan rakyat.
Jumlah tenaga guru honorer sangatlah banyak. Apabila dihapus, ke mana mereka akan mengabdikan ilmunya? Selain itu, problem yang selama ini menimpa mereka belumlah terurai dengan sebuah penghargaan dari negara. Para guru honorer yang rela mengabdi itu mendapat gaji yang tak seberapa. Negara seakan menganaktirikan para guru honorer.
Sedangkan rekomendasi yang diberikan belum tentu menjamin nasib mereka akan diangkat jadi ASN atau tidak, ditambah dengan wacana penghapusan guru honorer. Polemik ini terus saja menimpa mereka karena negara ini masih setia dengan sistem kapitalisme. Sistem ini berasaskan manfaat, di mana keuntungan materi menjadi prioritas utama. Maka, perkara guru honorer jangan sampai menjadi beban negara dan merugikannya.
Cengkeraman sistem kapitalisme membuat hubungan antara penguasa dan rakyat, termasuk dengan para guru honorer hanya didasarkan pada untung rugi. Para guru honorer harus berjuang ekstra untuk mencukupi kebutuhan sehari-sehari keluarganya. Walhasil, kesejahteraan guru, terutama guru honorer sangatlah jauh panggang dari api. Tak ada jaminan pemenuhan kebutuhan pokok dan lapangan kerja yang memadai dalam negara yang menganut kapitalisme.
Solusi Hakiki dalam Menyejahterakan Guru
Sudah jelas sistem kapitalisme menciptakan berbagai persoalan tanpa ada jalan keluar. Sudah seharusnya negara mencari solusi hakiki yang mampu menyelesaikan seluruh persoalan kehidupan, termasuk masalah guru. Sejatinya, di dunia ini ada tiga ideologi saja, yakni komunisme, kapitalisme, dan Islam. Berharap pada kapitalisme jelas tidak mungkin. Sedangkan berharap pada komunisme lebih tidak mungkin lagi. Maka, satu-satunya harapan adalah ideologi Islam. Apalagi Islam adalah agama yang sempurna dan diridai Allah Swt.
Islam bukan sekadar agama ritual, namun berisi seperangkat aturan kehidupan yang berasal dari Sang Pencipta dan Pengatur alam semesta. Sistem pemerintahan Islam (Khilafah) menjamin kesejahteraan rakyat, termasuk para guru. Tak ada dikotomi, apakah ia guru negeri ataukah swasta. Semua diperlakukan sama oleh negara.
Khalifah sebagai pemimpin dalam pemerintahan Islam memiliki tanggung jawab besar, yakni memelihara urusan umat. Sebagaimana sabda Rasulullah saw., "…Seorang pemimpin umat manusia adalah pemimpin bagi mereka dan ia bertanggung jawab dengan kepemimpinannya atas mereka." (HR. Abu Dawud)
Prinsip pengelolaan urusan umat bersandar pada kesederhanaan aturan, pelayanan yang prima, serta sumber daya manusia yang amanah dan profesional. Khilafah juga akan menyediakan lapangan kerja yang memadai bagi rakyat, terutama bagi kaum adam yang memiliki kewajiban menanggung nafkah keluarganya. Begitu pun dengan guru, mereka juga tak luput dari jaminan kesejahteraan.
Para guru akan dimuliakan dalam sistem Islam. Selain itu, upah bagi para guru tak tanggung-tanggung, jika dikurskan dalam rupiah bisa puluhan juta. Sejarah mencatat dalam tinta emas, Khalifah Umar bin Khaththab memberi upah pada guru mengaji sebesar 15 dinar. Satu dinar sebesar 4,25 gram, maka 15 dinar sejumlah 63,75 gram emas. Saat ini harga emas antam berkisar di atas Rp900.000,00. Terbayang jika dikurskan berapa rupiah, masyaallah. Kesejahteraan guru benar-benar terjamin.
Gaji yang diberikan oleh khalifah tak memandang apakah dia honorer atau bukan. Selain upah yang menjadi hak para guru, negara akan menjamin kebutuhan pokok komunal seperti pendidikan, kesehatan, dan keamanan. Khalifah tak akan pernah berbisnis dengan rakyat dalam menjalankan amanah. Guru tak akan risau dalam urusan kebutuhan sehari-harinya. Sehingga, guru akan fokus mendidik umat agar senantiasa taat pada Allah, Rasul, dan ulil amri. Maka, solusi hakiki terkait kesejahteraan guru adalah sistem Islam.
Wallahu a’lam.[]