Peringatan Tenggelam dari Siklus Nodal Bulan

“Pemerintah yang bertanggung jawab dalam menjamin keamanan dan kemakmuran setiap masyarakat harusnya sudah memiliki berbagai skema perencanaan mengenai setiap permasalahan, termasuk juga mitigasi bencana.”

Oleh. Dila Retta
(Tim Kontributor Tetap NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Mengutip dari laman resmi BMKG pada tanggal 28 Mei 2022 lalu, BMKG telah mengeluarkan peringatan dini akan terjadinya banjir rob di 15 wilayah pesisir Indonesia pada 30 Mei hingga 07 Juni 2022. Menurut BMKG, hal ini disebabkan oleh adanya fase bulan baru yang berpotensi menyebabkan naiknya ketinggian pasang air laut. Dan seperti yang sama-sama kita ketahui, saat ini beberapa wilayah di Pantai Jawa Utara (Pantura) tengah dilanda banjir rob yang cukup parah, khususnya di Semarang, Demak, Pekalongan, Rembang, dan Brebes.

Berdasarkan pemaparan yang disampaikan oleh Peneliti Organisasi Riset Penerbangan dan Antariksa BRIN, Thomas Djalaludin, terjadinya banjir rob ini disebabkan oleh fenomena siklus nodal bulan. Dikutip dari cnnindonesia.com (4/6), Thomas menjelaskan bahwa siklus nodal bulan terjadi 18,6 tahunan. Air laut mengalami pasang maksimum karena saat itu posisi bulan miring 5 derajat dari ekliptika. Ia juga menjelaskan bahwa gabungan antara pemanasan global dan siklus ini dapat memperparah kondisi pesisir Indonesia.

Mengenal Siklus Nodal Bulan

Dalam ilmu astronomi terdapat sebuah istilah “Lunar Node Cycle”, yaitu saat orbit bulan memotong ekliptika. Dan Lunar Node Cycle ini akan mengalami “Lunar Standstill/Lunistice”, yakni posisi terjauh utara atau selatan bulan dengan relatif kemiringan 5 derajat dari koordinat ekliptika dalam deklinasi 18,6 tahun. Inilah yang disebut dengan "Siklus Nodal Bulan". Siklus yang terakhir kali terjadi pada tahun 2006 ini diperkirakan akan terjadi lagi pada tahun 2023/2024.

Siklus nodal bulan memiliki dampak pada pasang surut air laut seperti halnya fenomena gerhana bulan. Namun, berbeda dengan fenomena gerhana bulan, adanya siklus ini dapat menyebabkan ketinggian air pasang laut bisa mencapai batas maksimum. Maka tidak heran jika kemudian lembaga-lembaga resmi yang meneliti tentang ilmu astronomi, meteorologi, maupun klimatologi ini memberikan peringatan dini mengenai kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi. Bukan hanya karena dampak dari siklus nodal bulan namun juga pengaruh dari pemanasan global.

Peringatan Tenggelam dan Faktor Penyebabnya

Kepala Laboratorium Geodesi dari ITB, Dr. Heri Andreas, pernah mengatakan sebuah prediksi jika beberapa wilayah di pesisir utara Jawa Tengah seperti kota Pekalongan, Demak, dan Semarang terancam akan tenggelam karena mengalami penurunan permukaan tanah mencapai 15-20 cm tiap tahunnya. Ia mengatakan jika tidak segera ditangani dengan serius maka wilayah tersebut akan tenggelam 50 tahun lagi.

Sebagai informasi, Sekda Kota Semarang, Iswar Aminuddin mengatakan jika berbagai upaya antisipasi telah dilakukan agar prediksi-prediksi tenggelamnya Kota Semarang tidak pernah terjadi. Proyek Nasional Tol Semarang-Demak yang digadang-gadang dapat berfungsi sebagai tanggul serta memiliki kolam retensi ini disebut sebagai salah satu upaya antisipasinya.

Sedangkan mengenai penyebab terjadinya banjir rob di beberapa wilayah pantura sendiri, disebutkan karena beberapa faktor. Di antaranya:

  1. Terjadinya land subsidence atau penurunan permukaan tanah karena ekstraksi air tanah yang berlebihan, pembebanan struktur bangunan, maupun dampak adanya kompaksi batuan.
  2. Kurangnya kualitas serta pemeliharaan tanggul yang dilakukan.
  3. Terjadinya fenomena alam sebagaimana yang telah diperingatkan BMKG sebelumnya. Belajar dari Peristiwa Banjir di Tanjung Emas, Apa Peran Pemerintah?

Sebelumnya, pada bulan Mei kemarin hal serupa juga terjadi di Semarang, tepatnya di wilayah Tanjung Emas. Banjir rob yang diperparah dengan jebolnya tanggul ini menyebabkan permukiman terendam air dengan ketinggian sekitar 1 meter serta melumpuhkan aktivitas pelabuhan selama beberapa hari.

Meski sudah pernah terjadi sebelumnya, lagi-lagi hal sama masih bisa terjadi. Inilah akibat tidak adanya penerapan mitigasi bencana, sebuah upaya untuk mengurangi risiko bencana dalam jangka panjang agar dapat meminimalisasi korban, kerugian, maupun rusaknya SDA di masa depan. Pemerintah kita kurang sigap dalam perencanaan penanggulangan bencana, kesadaran masyarakat kita akan pentingnya mengenali serta menangani bencana pun masih sangat minim.

Saat sudah mendapatkan peringatan dini dari lembaga-lembaga terkait seperti BMKG, seharusnya pemerintah kita sudah menyiapkan berbagai rencana untuk mengantisipasi berbagai kemungkinan terburuknya. Baik dengan memberikan penyadaran tentang bencana yang akan terjadi, melakukan perbaikan dan rekonstruksi berbagai kualitas fasilitas di sekitar, pemetaan risiko dan pembentukan skema tanggap darurat, hingga upaya lainnya.

Namun, fakta yang saat ini terjadi adalah pemerintah yang telah dianggap masyarakat sebagai pengayom bagi mereka semua, belum bisa menjalankan mandatnya dengan baik. Sistem kapitalis yang diterapkan telah mengikis sikap kemanusiaan yang seharusnya lebih didahulukan.

Bagaimana Islam Memandang?

Mengenai bencana atau kerusakan alam sendiri sudah dijelaskan dalam Al-Qur’an bahwa semua musibah yang terjadi di muka bumi adalah ulah dari manusia itu sendiri yang senantiasa berbuat kerusakan, kemaksiatan, atau bahkan melakukan tindakan-tindakan zalim yang jelas-jelas dilarang dalam Islam.

Lagi-lagi dapat kita simpulkan bahwa ini adalah akibat dari diberlakukannya sistem kapitalis. Tanpa memikirkan masa depan dan kemakmuran rakyat, SDA yang ada tidak dikelola dengan baik. Para penguasa hanya sibuk memikirkan cara memperkaya diri sendiri. Kemudian saat sebuah kerusakan terjadi, mereka hanya bisa saling menyalahkan dan mencari berbagai alasan agar tidak disalahkan.

Pemerintah yang bertanggung jawab dalam menjamin keamanan dan kemakmuran setiap masyarakat harusnya sudah memiliki berbagai skema perencanaan mengenai setiap permasalahan, termasuk juga mitigasi bencana. Jika kita mau belajar dari para khalifah terdahulu di masa pemerintahan Islam, maka akan ada 3 kebijakan yang dapat kita contoh untuk diterapkan saat ini.

  1. Kebijakan preventif, yakni kebijakan yang dilakukan sebelum terjadinya musibah/bencana. Jauh sebelum terjadi bencana, mereka akan membentuk tim khusus yang keilmuannya tidak perlu diragukan lagi untuk memetakan wilayah-wilayah rawan bencana, pemetaan iklim, hingga dampak serta manfaat yang dapat ditimbulkan oleh kondisi cuaca di masing-masing wilayah. Fungsi mereka sama halnya seperti BMKG saat ini, untuk memprediksi dan memberikan peringatan dini.

Namun sebenarnya, untuk mengatasi bencana sendiri tidak mungkin bisa dilakukan hanya dengan menerapkan early warning atau peringatan dini saja. Karenanya, pada masa kekhalifahan Islam melakukan pendekatan tasyr’i (hukum) dan pendekatan ijr’i (praktis). Selain membuat sebuah kebijakan tegas bahwa menghindari bencana adalah sebuah kewajiban, pemerintah akan mengarahkan para ahli dalam melakukan pencegahan dan penanggulangan bencana sebagai bentuk pendekatan ijr’inya.

  1. Kebijakan kuratif, adalah kebijakan yang dilakukan pemerintahan pada masa itu saat telah terjadi bencana. Mereka akan menyampaikan keprihatian dan mendoakannya, meminta masyarakat bersabar dan bertobat, serta menyerukan agar semua masyarakat terlibat dalam upaya penolongan para korban. Pemerintah akan dengan sigap menyiapkan seluruh kebutuhan yang diperlukan para korban. Tidak hanya kebutuhan fisik seperti tenda pengungsian, pengobatan, makanan, maupun pakaian. Tapi juga kebutuhan nonfisik seperti turut mengundang para alim ulama untuk menenangkan para korban, untuk mengatasi trauma yang mereka alami.
  2. Kebijakan Non Teknis, yakni sebuah kebijakan yang dilakukan melalui pendekatan rohani. Para pemimpin ini akan mengajak seluruh masyarakat untuk bermunajat serta mendekatkan diri kepada Allah Swt. Hal ini dilakukan karena mereka benar-benar memahami firman Allah yang menjelaskan bahwa terjadinya musibah di muka bumi adalah akibat perbuatan manusia sendiri.

Dalam sebuah riwayat hadis disebutkan, Rasulullah shalallahu’alaihi wasallam bersabda, “Sesungguhnya seorang imam itu (laksana) perisai. Dia akan dijadikan perisai, di mana orang akan berperang di belakangnya, dan digunakan sebagai tameng. Jika dia memerintahkan takwa kepada Allah ‘Azza wa Jalla, dan adil, maka dengannya, dia akan mendapatkan pahala. Tetapi, jika dia memerintahkan yang lain, maka dia juga akan mendapatkan dosa/azab karenanya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Karena pemerintah adalah pemimpin bagi seluruh rakyatnya, maka hendaklah mereka belajar dari sistem Kekhilafahan yang aturannya sempurna karena berpedoman pada syariat Islam.

Wallahu’alam bishawab[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Kontributor NarasiPost.Com Dan Pegiat Pena Banua
Dila Retta Kontributor NarasiPost.Com
Previous
Mortir Kiriman BIN Menyasar Papua
Next
Sistem Kapitalisme Mencengkeram Guru Honorer
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram