"Kerja sama komprehensif ini tidak terlepas dari sistem ekonomi yang menaungi negara dunia saat ini, yakni sistem kapitalisme. Efek bola liar dari diterapkannya sistem kapitalisme ini sangat berbahaya, permainan halus yang dilakukan para kapital atau pemilik modal atas nama kerja sama komprehensif mampu membius negara targetnya."
Oleh. Siti Amelia Q. A,.S. IP, M. IP
(Kontributor NarasiPost.com)
NarasiPost.com- Pandemi Covid-19 yang melanda hampir seluruh dunia tentu saja berpengaruh bagi perputaran roda ekonomi dunia. Tidak terkecuali negara Indonesia yang pertumbuhan ekonominya di tahun 2020 mengalami kontraksi akut. Untuk memulihkan kondisi ekonominya, Indonesia melakukan beberapa kerja sama bilateral, salah satunya dengan Australia.
Perdana Menteri Australia, Anthony Albanese, memulai kunjungannya selama tiga hari ke Indonesia. Perdana Menteri Australia tersebut tiba di Jakarta hari Minggu (5/6), kunjungan tersebut bertujuan untuk memperdalam kerja sama antarkedua negara dan menjadi kunjungan bilateral pertama semenjak dilantik sebagai Perdana Menteri Australia ke-31 pada 23 Mei lalu. (VoaIndonesia.com)
Kunjungan tersebut juga merupakan tradisi bagi setiap perdana menteri baru di Australia untuk melakukan kunjungan luar negeri.
Fakta Perjanjian
Perjanjian kemitraan komprehensif Indonesia-Australia merupakan suatu perjanjian bilateral yang ditandatangani pada bulan Maret 2019. Kemudian diratifikasi Australia bulan November 2019 dan diratifikasi Indonesia bulan Februari 2020. Perjanjian tersebut mencakup kesepakatan perdagangan bebas antara Indonesia-Australia dengan menghapus bea masuk hampir semua produk yang diperdagangkan kedua negara, mempermudah perusahaan Australia untuk berinvestasi di Indonesia, dan meningkatkan jumlah WNI yang diperbolehkan untuk pergi ke Australia untuk pelatihan vokasi. Selain itu, perusahaan-perusahaan Australia diperbolehkan untuk memegang saham perusahaan-perusahaan Indonesia yang bergerak di sektor telekomunikasi, transportasi, kesehatan dan energi, universitas-universitas Australia juga diperbolehkan membuka kampus cabang di Indonesia.
Lebih singkatnya, perjanjian IA-CEPA ini meliputi empat pilar kerja sama, yakni ekonomi, kemanusiaan, keamanan dan kerja sama maritim. Dalam kerja sama maritim ini, Australia melihat Papua sebagai wilayah yang strategis, sebagai wilayah untuk mempertahankan kolonialisme serta membendung ataupun mengantisipasi serangan dari arah utara.
Indonesia di mata negara-negara imperialis, semisal Australia, merupakan negara berkembang yang memiliki SDA melimpah, hal ini merupakan daya tarik kuat bagi negara-negara pemilik modal besar dalam menjalankan aksi kerja samanya untuk berusaha mempertahankan Indonesia sebagai mitra kerja sama strategisnya.
Bercokolnya Kapitalisme
Kerja sama komprehensif ini tidak terlepas dari sistem ekonomi yang menaungi negara dunia saat ini, yakni sistem kapitalisme. Efek bola liar dari diterapkannya sistem kapitalisme ini sangat berbahaya, permainan halus yang dilakukan para kapital atau pemilik modal atas nama kerja sama komprehensif mampu membius negara targetnya. Ekonomi kapitalisme yang notabene berasaskan ekonomi liberal, akan selalu berusaha untuk mencapai kepentingan mereka. Dalam sistem kapitalisme, persaingan ekonomi antar individu bebas terjadi. Persaingan bebas ini akan menyebabkan yang kuat yang sejahtera, sementara yang lemah tidak akan mampu mendapatkan kesejahteraan. Karena kapitalisme ini sendiri sangat identik dengan penjajahan atau kolonialisme. Para kapital akan selalu terdorong untuk memperluas area jajahannya, baik itu dengan penjajahan ekonomi, militer, politik, budaya, agama dan lain sebagainya.
Jika dilihat dari fakta perjanjian yang sudah ditandatangani, tentu perlu penela'ahan lebih lanjut, apakah posisi Indonesia sudah cukup kuat menghadapi gempuran perdagangan bebas, serta terbukanya peluang bahwa universitas di Indonesia akan dikuasai asing dan lain sebagainya. Indonesia merupakan salah satu negeri muslim terbesar yang memiliki potensi SDA yg kaya dan melimpah, namun bercokolnya asing dalam segala lini kehidupan di negara ini tentu akan mempermudah mereka untuk secara perlahan menguasai Indonesia dengan dalih kerja sama komprehensif yang beberapa dekade ini berjalan. Karena yang menonjol dalam sistem kapitalisme adalah ekonominya untuk menunjang keberlangsungan industri-industri besar mereka.
Khilafah dan Hubungan Kerja Sama dengan Negara Lain
Dalam sistem Islam yakni khilafah, hubungan dengan negara-negara luar dibatasi dalam ruang lingkup negara. Bagi individu-individu atau partai-partai sama sekali dilarang untuk melakukan hubungan dengan negara mana pun. Meskipun demikian, mereka berhak berdiskusi, mengkritik negara, dan menyampaikan pendapat kepada negara dalam hubungannya dengan negara luar.
Rasulullah saw., misalnya, secara langsung pernah membuat ikatan perjanjian, perdamaian, pernyataan perang, dan melakukan korespondensi (surat-menyurat) ke luar negeri. Demikian pula yang dilakukan para khalifah sesudahnya. Namun, dalam hubungannya dengan lembaga internasional, Khilafah tidak boleh ikut bekerja sama, baik secara internasional maupun regional dengan negara yang tidak berasaskan Islam atau menerapkan hukum selain Islam. Selain itu, seperti kita ketahui, lembaga-lembaga tersebut merupakan alat politik negara besar, khususnya Amerika Serikat, Israel dan sekutunya. Amerika Serikat telah memanfaatkan lembaga-lembaga ini untuk meraih kepentingan-kepentingan khusus mereka.
Lembaga-lembaga ini merupakan media untuk menciptakan dominasi kaum kafir atas kaum muslim dan negara muslim. Oleh karena itu, secara syar‘î, hal ini tidak diperbolehkan. Untuk itulah politik luar negeri dalam Daulah Khilafah bertujuan untuk penyebarluasan Islam ke seluruh dunia dengan menerapkan politik luar negeri berdasarkan metode (tharîqah) tertentu yang tidak berubah, yakni dakwah dan jihad. Metode ini tidak berubah sejak Rasulullah saw. mendirikan negara di Madinah sampai keruntuhan Khilafah Islam tahun 1924.
Wallahu a'lam[]