Penghapusan Tenaga Honorer, Kapitalisme Semakin Horor!!

“Namun apalah daya, dalam sistem kapitalis seperti sekarang ini, warga negara bahkan pegawai dalam institusi pemerintah yang notabene bekerja untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat, dianggap sebagai beban negara sehingga keberadaannya harus segera dihapuskan dan diserahkan pada perusahaan penyedia jasa outsource.”

Oleh. drh. Lailatus Sa’diyah
(Tim Kontributor NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Pupus sudah harapan tenaga kerja honorer atas pengabdiannya yang tak kenal lelah, berjibaku menyulam asa mewujudkan cita-cita bangsa. Harapan menggenggam sejahtera, namun justru dikubur atas putusan sang penguasa.

Kebijakan Horor

Kejam!!! Mungkin itu yang terbesit dalam benak tenaga kerja honorer atas putusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Tjahjo Kumolo bernomor B/185/M.SM.02.03/2022 yang diundangkan pada tanggal 31 Mei 2022. Menteri PANRB menyampaikan keberadaan tenaga honorer di instansi pemerintah akan ditiadakan pada November 2023. Rencananya pemerintah akan menggantinya dengan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). (liputan6.com, 02/06/2022)

Menanggapi hal tersebut, Ketua Umum Perkumpulan Honorer K2 Indonesia (PHK2I) Sahirudin Anto, Asosiasi tenaga honorer mengaku terkejut saat mendengar kabar keberadaan tenaga honorer akan dihapus dari setiap instansi pemerintah. Ini merupakan bentuk kegagalan pemerintah dalam menyejahterakan masyarakatnya. Menurut Udin, tidak ada alasan bagi pemerintah untuk menghapus keberadaan tenaga honorer dalam instansi pemerintah, yang kemudian digantikan dengan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kontrak (PPPK). (liputan6.com, 05/06/2022)

Faktanya, kebijakan tersebut dinilai telah menyakiti tenaga kerja honorer yang telah lama mengabdikan dirinya untuk negara. Sedangkan jika harus bersaing secara nasional untuk merebutkan posisi PPPK, pastinya akan kalah saing dengan para peserta yang lebih muda baik dari segi usia maupun kefasihan dalam menguasai teknologi. Di sisi lain, seakan negara juga tidak menganggap kerja keras para tenaga honorer saat ini. Alih-alih memberikan kesejahteraan atas pengabdiannya, kini rezim berkuasa resmi menghapus keberadaannya dalam berbagai instansi pemerintah.

Penataan SDM dan Upah, Benarkah?

Pemerintah berdalih, penghapusan tenaga honorer dimaksudkan untuk menata kembali kepegawaian pada instansi pemerintah. Diharapkan setelah ini, ada standardisasi rekrutmen dan upah pekerja. Benarkah demikian?

Dalam surat edaran yang dikeluarkan oleh Menteri Tjahjo Kumolo tercantum mengenai adanya peran tenaga alih daya (outsourcing) sebagai pengganti Pemerintah. Faktanya akan tetap ada perekrutan pegawai seperti tenaga kebersihan, pengemudi, serta satuan pengamanan namun melalui tenaga alih daya (outsourcing), dengan besaran gaji tak kurang dari Upah Minimum Regional (UMR).

Pemerintah menganggap jika tenaga kerja di bawah perusahaan alih daya (outsourcing), maka sistem pengupahan akan tunduk kepada UU Ketenagakerjaan, di mana akan memberikan upah dengan standar upah minimum regional atau upah minimum provinsi (UMR/UMP).

Perlu dipahami, jika tenaga kerja bekerja melalui perusahaan penyedia jasa outsource, maka teknis pengupahan akan dilakukan oleh penyedia tenaga kerja, bukan instansi pengguna tenaga kerja. Di mana sistem pengupahan dengan sistem kontrak akan dibagi menjadi dua, yakni Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) atau Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT). Maka sangat dimungkinkan pekerja hanya dikontrak dalam waktu yang sangat singkat.

Sebenarnya tidak ada yang salah dengan sistem kontrak, jika terpenuhinya akad atau perjanjian antara pekerja dan pemberi kerja serta pekerjaan yang dilakukan tidak melanggar syariat Islam. Karena dalam syariat Islam pun, pegawai akan diupah sesuai dengan manfaat yang didapatkan oleh pemberi kerja. Namun sayangnya, dikeluarkannya kebijakan ini justru menunjukkan adanya indikasi salah satu upaya bentuk lepas tangan pemerintah dalam mewujudkan kesejahteraan pegawai negara. Lalu apakah benar demikian?

Negara Gagal Menjamin Kesejahteraan Tenaga Kerja Honorer

Jika tenaga kerja yang bekerja di bawah perusahaan penyedia jasa outsource, maka mengenai upah, hak perlindungan dan jaminan kesejahteraan tenaga outsourcing akan dibebankan kepada perusahaan outsource. Bukan kepada instansi pemerintah sebagai penerima manfaat jasanya. Ini berarti pemerintah sengaja mengalihkan tanggung jawabnya kepada perusahaan outsource. Namun faktanya, mungkinkah perusahaan memiliki tanggung jawab untuk kesejahteraan karyawannya? Sementara kita tahu yang namanya perusahaan/swasta pastinya lebih berorientasi pada profit daripada kesejahteraan karyawan.

Sekilas dengan adanya pihak ketiga yaitu perusahaan penyedia jasa outsource akan memberikan angin segar terkait dengan besaran gaji sesuai UMP atau UMK berdasarkan UU Ketenagakerjaan, namun itu faktanya belum menjamin kesejahteraan pekerja. Karena dengan UMK tertinggi sekalipun, jika hidup dalam sistem kapitalisme seperti sekarang ini belum mampu untuk memenuhi kebutuhan pokok suatu keluarga (sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan, dan keamanan). Belum lagi dengan beban mahalnya bahan pangan yang kian hari kian melambung tinggi, membuat pekerja semakin jauh dari kesejahteraan jika hanya menstandarkan pada gaji sesuai dengan UMP atau UMK.

Perlu juga dipahami dengan penghapusan tenaga honorer pasti akan lebih menghemat pengeluaran pada Anggaran Pendapatan Belanja Daerah. Hal inilah sebenarnya yang menjadi salah satu alasan kuat pemerintah menghapuskan tenaga honorer. Karena keberadaan tenaga honorer saat ini dianggap sebagai beban keuangan pemerintah.

Berkaitan dengan standar kompetensi dan pelatihan tenaga kerja juga akan menjadi tanggung jawab perusahaan penyedia jasa outsource. Secara output sudah dapat dipastikan akan berbeda orientasi pelatihan yang diberikan antara tenaga kerja yang ditingkatkan kompetensinya oleh instansi pemerintah dibandingkan dengan pelatihan kompetensi oleh perusahaan outsource. Perusahaan outsource hanya akan membentuk tenaga kerja siap pakai atas semangat meraih keuntungan yang sebesar-besarnya, sedangkan jika tenaga kerja langsung bekerja di bawah instansi pemerintah terkait, pelatihan untuk meningkatkan kompetensi akan dioptimalkan guna memberikan kontribusinya terhadap pelayanan rakyat.

Di sisi lain, penghapusan tenaga honorer pastinya akan melahirkan masalah baru. Bisa dipastikan pengangguran akan meningkat, karena dimungkinkan akan banyak tenaga honorer gagal mengikuti seleksi oleh perusahaan penyedia jasa outsource. Baik karena usia ataupun kendala tuntutan perusahaan yang tidak mampu dipenuhi oleh pelamar misalnya berkaitan kecakapan penggunaan teknologi.

Inilah gambaran nasib pekerja dalam sistem kapitalisme, mereka hanya diperas tenaganya untuk memenuhi permintaan pasar, tanpa dijamin kesejahteraannya oleh perusahaan. Memang pada dasarnya kesejahteraan masyarakat bukanlah bergantung pada perusahaan. Negaralah yang harusnya bertanggung jawab atas mewujudkan kesejahteraan masyarakatnya. Namun apalah daya, dalam sistem kapitalis seperti sekarang ini, warga negara bahkan pegawai dalam institusi pemerintah yang notabene bekerja untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat, dianggap sebagai beban negara sehingga keberadaannya harus segera dihapuskan dan diserahkan pada perusahaan penyedia jasa outsource.

Inilah bukti adanya perselingkuhan penguasa dengan pengusaha yang jelas telah melukai hati masyarakat. Tapi dari sinilah justru terlihat borok penerapan sistem kapitalisme, dengan gamblang menunjukkan jati dirinya. Bahwa sesungguhnya tidak layak sistem kapitalisme diterapkan di muka bumi ini. Memaksakan penerapan kapitalisme hanya akan menambah kesengsaraan kehidupan di dunia dan di akhirat.

Khilafah Menjamin Kesejahteraan Tenaga Kerja

Keberadaan Khilafah akan menjamin terutama seorang laki-laki mampu melaksanakan kewajibannya memberikan nafkah kepada keluarga dan pihak yang berada di bawah perwaliannya. Maka menyediakan lapangan pekerjaan dan keterampilan bagi calon tenaga kerja adalah tanggung jawab negara.

Berkaitan dengan ketersediaan lapangan kerja bukan hanya sebagai ASN Khilafah saja. Namun masih sangat banyak lapangan pekerjaan lainnya yang nantinya disediakan oleh Khilafah. Menilik fakta jaminan kesejahteraan, juga bukan hanya untuk mereka yang bekerja sebagai pegawai Khilafah saja, namun kewajiban negara menjamin kesejahteraan setiap warga Khilafah. Jadi tidak akan ada kecemburuan sosial seperti dalam sistem kapitalisme sekarang ini. ASN dalam sistem kapitalisme seakan ditopang dengan berbagai fasilitas oleh negara, sehingga menjadikannya profesi primadona yang sangat banyak peminatnya.

Dalam Khilafah, pegawai pemerintah akan direkrut sesuai dengan kemampuannya dalam menjalankan amanah sesuai dengan tenaga kerja yang dibutuhkan. Sistem pengupahan juga menggunakan sistem kontrak kerja berdasar kebutuhan riil Khilafah. Adapun berkaitan dengan gaji pegawai Khilafah akan dibiayai oleh Baitulmal. Jika kas Baitulmal tidak mencukupi Khilafah akan menarik pajak yang sifatnya sementara.

Sebagaimana gambaran kehidupan guru di masa pemerintahan Umar bin Khaththab, pada masa kepemimpinan Khalifah Umar bin Khaththab, ada tiga guru di Madinah yang mengajar anak-anak. Di mana setiap guru mendapat gaji 15 dinar (1 dinar=4,25 gram emas; 15 dinar=63,75 gram emas). Bila saat ini 1 dinar emas harganya Rp3.450.000,00 maka dalam satu bulan guru tersebut dibayar Rp51.750.000,00 Masyaallah. Betapa Khilafah sangat menghargai tenaga kerja pada masa itu. Hal ini tentunya tidak memandang status guru tersebut ASN ataukah honorer, yang pasti, posisi mereka adalah tenaga kerja.

Gambaran individu dalam Khilafah pun adalah individu yang bertakwa kepada Allah taala. Sebagai tenaga kerja, akan memenuhi akadnya kepada pemerintah sebagai pemberi kerja, selain itu tertanam motivasi yang besar untuk senantiasa memberikan kontribusinya untuk kebaikan umat melalui pekerjaannya.

Jaminan Khilafah atas terpenuhinya kebutuhan pokok setiap individu warga Khilafah, juga akan melahirkan orang-orang yang fokus dalam bekerja. Sehingga meminimalkan adanya tindakan yang bisa merugikan pihak lain. Khalifah sebagai pimpinan negara, bertanggungjawab penuh atas seluruh warga Khilafah. Sebagaimana Rasulullah saw. bersabda : ”Imam (Khalifah) yang menjadi pemimpin manusia itu laksana penggembala. Hanya dialah yang bertanggung jawab (terhadap) urusan rakyatnya." (HR. Bukhari)

Wallahu’alam bishowab.[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Kontributor NarasiPost.Com Dan Pegiat Pena Banua
drh. Lailatus Sa'diyah Kontributor NarasiPost.Com
Previous
Mimpi Naik Haji
Next
Gapailah Asamu
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram