"Mewujudkan Daulah Khilafah inilah yang seharusnya menjadi agenda kaum muslimin untuk mencegah dan menghentikan penghinaan, serta pelecehan terhadap ajaran Islam dan simbol-simbolnya secara total, bukan hanya sebatas mengecam atau memboikot."
Oleh. Aya Ummu Najwa
(Kontributor NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Kaum muslimin di India Timur melakukan aksi pembelaan sebagai respons terhadap penghinaan kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam yang dilakukan oleh Bharatiya Janata Party atau BJB India. Namun nahas, aksi ini memakan korban. Pada Sabtu, 11 Juni 2022, kepolisian India mengumumkan bahwa aksi tersebut berubah menjadi bentrokan antarumat Hindu dan muslim, hingga memakan korban dua remaja pada Jumat, 10 Juni 2022, setelah polisi melepaskan tembakan untuk membubarkan kekerasan di Kota Ranchi di negara bagian Jharkhand. Hanya saja, belum jelas apakah kedua korban tersebut terbunuh oleh polisi ataukah oleh perusuh.
Pihak berwenang setempat mengeklaim sudah melakukan beberapa tindakan, seperti menangguhkan layanan internet untuk mencegah kerusuhan, mengajukan pengaduan terhadap pejabat BJP karena menghasut orang-orang dan memecah belah di media sosial. Partai BJP sendiri juga telah mengambil tindakan, seperti menangguhkan juru bicara BJP, Nupur Sharma, dan mengusir pemimpin lain, Naveend Kumar Jindal, karena membuat pernyataan anti-Islam. Mereka juga mengatakan bahwa pernyataan ofensif anti-Islam itu tidak mencerminkan posisi pemerintah, dan bahwa komentar itu dibuat oleh elemen pinggiran partai itu. Mereka juga menginstruksikan kepada para pejabatnya untuk berhati-hati ketika berbicara tentang agama di platform publik.
Akan tetapi, bagi beberapa komunitas muslim minoritas, ini merupakan contoh terbaru dari tekanan dan penghinaan terhadap Islam di bawah aturan baru BJP sebagai partai yang berkuasa di India saat ini. Hal ini terlihat dari berbagai isu, mulai dari pembatasan kebebasan beribadah hingga memakai jilbab. Penghinaan dan penistaan terhadap kaum muslimin, baik pelakunya individu, masyarakat, bahkan negara terus berulang, tidak terjadi kali ini saja di India. Kaum muslimin tidak mendapatkan ketenangan menjalankan agamanya di bawah pemerintahan nasional Hindu, para perempuan yang berhijab pun mendapat perundungan, bahkan pembantaian kaum muslimin juga terus terjadi. Dan beberapa tahun yang lalu, kaum muslimin India mengalami kesulitan dalam menjalankan hari raya Iduladha, sebab tidak dibolehkannya memotong sapi yang merupakan hewan yang disucikan oleh umat Hindu.
Beginilah nasib kaum muslimin di bawah kekuasaan sistem sekuler kapitalisme. Penghinaan terhadap ajaran Islam beserta simbolnya seolah-olah legal tanpa sanksi hukum yang berarti. Mereka menarasikan agar menumbuhkan rasa toleransi kepada umat beragama, namun semua itu tidak berlaku kepada kaum muslimin. Karena narasi-narasi islamofobia dan sentimen agama terhadap umat Islam terus dimunculkan. Di bawah sistem ini, kaum muslimin juga kehilangan taringnya ketika penghinaan terjadi. Aksi kecaman dan pemboikotan senantiasa menjadi solusi andalan penguasa dan umat muslim dari wilayah lain.
Buktinya, untuk kasus penghinaan Nabi shallallahu 'alaihi wasallam yang terjadi di India ini, negara-negara Arab mengecam tindakan tersebut, sedangkan Indonesia sendiri sebagai negeri mayoritas muslimin melalui Kemenlu hanya melakukan pemanggilan terhadap dubes India. Tindakan yang dilakukan oleh semua negeri muslim terhadap penghina Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam selalu sama sejak dulu. Mereka selalu menyampaikan kecaman dan ketidaksukaan terhadap para penghina itu. Ini seperti sudah menjadi pilihan setiap negeri muslim untuk mengecam tindakan penghinaan terhadap Rasulullah atau mengancam akan mengusir duta besar dari negeri mereka.
Akan tetapi, apakah dengan mengecam saja sudah cukup membuat para penghina tersebut ketakutan? Nyatanya, sejak dulu para penghina Nabi saw. tidak pernah jera dengan kecaman yang diberikan oleh negeri-negeri muslim. Memang benar, kecaman akan meninggalkan efek terhadap negeri yang dikecam. Jika negara yang mengecam lebih kuat dari negara yang dikecam maka akan menjadi pertimbangan, karena bisa saja menimbulkan kerugian atau bahkan bahaya bagi negara yang dikecam. Tetapi sebaliknya, jika negara yang mengecam tak lebih kuat atau mungkin posisinya lebih lemah dari negara yang dikecam, maka tidak akan membawa dampak apa pun bagi negara yang dikecam.
Selanjutnya muncul aksi boikot produksi India. South Asia Index melaporkan pada Minggu, 5 Juni 2022, pusat perbelanjaan besar di Arab Saudi, Kuwait, Bahrain, telah menghapus produk Negeri Bollywood tersebut. Qatar bahkan menuntut India meminta maaf atas komentar islamofobia ketika Wakil Presiden India, Venkaiah Naidu datang untuk meningkatkan hubungan perdagangan. Aksi memboikot produk dulu juga dilakukan kepada Prancis ketika Presiden Emanuel Macron menghina Islam. Begitu mendarah dagingnya kapitalisme di negeri Islam, aksi pembelaan terhadap Islam dan simbolnya tidak lebih berharga dibanding nilai sebuah komoditas. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), sepanjang periode Januari hingga Maret 2022, nilai impor Indonesia dari India mencapai 2,66 miliar USD atau 38,58 triliun jika turut memboikot produk India.
Oleh karena itu, sejatinya beragam tindakan protes dan boikot tidak akan mampu menghentikan pelecehan kepada Islam selama sekuler kapitalisme yang menjadi corak kepemimpinan. Namun, jika kaum muslimin memiliki negara yang berbasis syariat dan memiliki kekuatan, maka negara tersebut akan mampu menggetarkan rezim Hindu di India, bahkan akan menebus jatuhnya korban, yaitu dua pemuda syahid dan puluhan muslim yang terluka itu.
Negara ini adalah khilafah, sebuah negara yang menjalankan fungsi hadis Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari, Muslim, Ahmad, Abu Daud dan lain-lain sebagai berikut: "Sesungguhnya seorang imam adalah perisai, yaitu di mana rakyatnya akan berperang di belakangnya, mereka mendukung dan berlindung dari musuh dengan kekuasaannya."
Daulah Khilafah akan memastikan tidak akan terjadi kasus penghinaan kepada Islam dan simbol-simbolnya. Dalam kitabnya Sharimul Maslul, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah menyebutkan hukuman mati bagi penghina nabi. Sesungguhnya siapa pun yang menghina Rasulullah, baik muslim ataupun kafir, wajib dihukum mati. Pelaku penghina Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dinyatakan Kafir. Hukuman mati adalah balasannya.
Al-Qadhi Iyadh menjelaskan dalam Al-Qadhi Iyadh, Asy-Syifa bi Tarif Huquq al-Musthafa hlm. 428, sanksi ini merupakan kesepakatan di kalangan ulama, mulai dari generasi sahabat dan seterusnya. Sebagaimana dinyatakan oleh Ibnu Mundzir, ini merupakan pendapat Imam Malik, Imam Al-Laits, Imam Ahmad bin Hanbal, Imam Ishaq bin Rahawih dan merupakan mazhab As-Syafi'i
Alwi Bin Abdurrahman Assegaf dalam Ad-Durar as-Saniyah menyebutkan sebuah hadis riwayat Abu Daud bagi orang yang mencela dan menghina Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam sebagai berikut: “Dari Ali radhiyallahu ‘anhu bahwa ada seorang wanita Yahudi mencela dan menghina Nabi. Lalu ada seseorang yang mencekik wanita itu sampai mati, sedang Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam tidak menuntut darahnya atau tidak di-qishas."
Syeikh Abdurrahman Al-Barrak mengatakan:“Apabila pencela Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam adalah orang kafir zimmi yang tidak memerangi kaum muslimin, misalnya orang Nasrani, maka artinya dia telah membatalkan kesepakatan damai dengan kaum muslimin dan wajib dibunuh. Namun haruslah pemimpin Islam (khalifah) yang melakukan itu."
Hukuman ini berlaku kepada pelaku, baik individu, komunitas, atau negara. Jika negara yang melakukan seperti India ataupun Prancis, khilafah tidak akan segan-segan mengobarkan jihad kepada mereka, sebagaimana yang dilakukan oleh Sultan Abdul Hamid ll yang memberi ultimatum kepada Prancis dan Inggris ketika akan menampilkan teater yang menghina Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. Maka, mewujudkan Daulah Khilafah inilah yang seharusnya menjadi agenda kaum muslimin untuk mencegah dan menghentikan penghinaan, serta pelecehan terhadap ajaran Islam dan simbol-simbolnya secara total, bukan hanya sebatas mengecam atau memboikot.
Wallahu a'lam.[]