"Sistem demokrasi adalah sistem yang memanfaatkan rakyat demi kepentingan kelompok elite dan para oligarki. Mahalnya biaya demokrasi memberi celah bagi para kapital untuk kongkalingkong dengan parpol. Media massa ikut bermain memengaruhi opini masyarakat terutama dari kalangan awam."
Oleh. Novianti
( Kontributor NarasiPost.Com )
NarasiPost.Com-Masyarakat sudah banyak yang mengkritisi pemerintahan Jokowi karena dalam dua periode kepemimpinannya, kekuasaan dan kaum oligarki makin mesra. Kehidupan rakyat bertambah berat terutama di masa pandemi.
Banyak yang meyakini kondisi bisa berubah saat terjadi pergantian kepemimpinan, dengan harapan akan memberi masa depan lebih baik bagi kehidupan rakyat. Adapun pemimpin baru akan muncul melalui proses pemilu.
Namun, harapan lahir kepemimpinan dengan visi prorakyat masih menjadi pertanyaan. Parpol yang akan menawarkan calon pemimpin lebih disibukkan mencari partner koalisi tanpa menawarkan solusi bagaimana Indonesia bisa lepas dari cengkeraman oligarki yang berakibat krisis multidimensi. Semua partai saling melirik ibarat sedang mencari jodoh, berancang-ancang agar bisa turut serta dalam konstetasi untuk meraih kekuasaan.
Pencarian Jodoh Partai Politik
PKS adalah partai yang selama ini diposisikan mewakili harapan umat Islam. Bertahun-tahun menjadi oposisi untuk bisa mengkritisi kebijakan penguasa. Namun, tampaknya PKS menunjukkan sikap mulai melunak. Sekretaris Jenderal (Sekjen) PKS, Aboe Bakar Alhabsyi, di sela-sela acara Milad ke-20 PKS di Istora, Senayan, Jakarta, berkata bahwa di periode berikutnya PKS ingin berada dalam pemerintahan. PKS akan mengusung calon yang memiliki kans untuk menang. (beritasatu.com, 29/05/2022)
Sikap PKS ini tidak mengejutkan karena perjodohan PKS dengan partai lainnya termasuk PDIP, partai yang dipandang memiliki basis ideologi berbeda, sudah terjadi. Pada pilkada sebelumnya, kedua partai ini sempat berkoalisi. Ketua DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Nasir Djamil, sendiri pernah menyatakan masih ada celah bagi PKS dan PDIP untuk berkoalisi dalam pilpres mendatang. (liputan6.com, 03/06/ 2021)
Mencairnya sikap PKS ini beralasan karena memang koalisi antarparpol sulit dihindari untuk mematuhi aturan dalam UU 7/2017. Parpol harus memenuhi syarat minimal kursi 20% untuk mencalonkan presiden dan wakil presiden. Bagi parpol yang memiliki kursi 20% dapat mencalonkan sendiri tanpa harus berkoalisi dengan parpol lainnya. Jika tidak, parpol wajib berkoalisi untuk mencapai jumlah dukungan minimal 20% kursi DPR.
Karenanya, dalam sistem demokrasi tidak ada musuh dan teman abadi. Teorinya, partai berkoalisi karena kesamaan ideologi dan program tapi prakteknya parpol yang awalnya berseberangan bisa kawin dan melebur dalam satu perahu yang sama.
Inilah tantangan bagi parpol yang ingin tetap teguh dengan idealismenya dalam sistem demokrasi berbiaya mahal. Menjadi oposisi bertahun-tahun tidak mudah, absen dari konfigurasi pemerintahan berdampak pada persoalan finansial. Sulit untuk bisa istikamah sehingga tak heran jika saat bertarung dalam kubu berbeda tapi ujungnya bersanding di pelaminan kekuasaan.
Kolam Kotor Itu Bernama Demokrasi
Demokrasi dicitrakan sebagai sistem yang berpihak pada rakyat karena memiliki prinsip kedaulatan di tangan rakyat. Rakyat memiliki keterlibatan dalam politik dan ekonomi, sehingga hasilnya masyarakat makin maju dan kesejahteraan bisa terwujud.
Dalam realitanya, slogan dari rakyat oleh rakyat untuk rakyat sulit diterapkan. Mungkinkah seluruh rakyat dilibatkan dalam proses pembuatan setiap hukum? Yang terjadi, rakyat mewakilkan suaranya pada orang-orang di parleman dan dalam perjalanannya, suara parlemen dibajak oleh kekuatan oligarki yang memiliki pengaruh lebih besar.
Walhasil, berbagai kebijakan yang merugikan rakyat terus bermunculan meski menuai kritikan berbagai kalangan, termasuk anggota parlemen. Proses ini bisa terjadi karena anggota parlemen pun tidak dilibatkan dalam semua pembahasan RUU.
Contohnya UU Ibukota Negara Baru (IKN), undang-undangnya dinilai ajaib karena diproses dalam waktu yang singkat. Sebuah proyek yang sangat kental dengan kepentingan pemodal. Gugatan Aliansi Rakyat Gugat Pemindahan Ibukota Negara (Argumen) akhirnya percuma karena ditolak Mahkamah Konstitusi (MK) sebab dianggap kedaluarsa.
Sistem demokrasi adalah sistem yang memanfaatkan rakyat demi kepentingan kelompok elite dan para oligarki. Mahalnya biaya demokrasi memberi celah bagi para kapital untuk kongkalingkong dengan parpol. Media massa ikut bermain memengaruhi opini masyarakat terutama dari kalangan awam.
Masyarakat sengaja dibodohi agar tetap percaya dengan janji-janji manis meski tak pernah terealisasi. Public figure seperti dai kondang, para artis ikut digaet demi memperoleh suara. Cara yang paling rendah pun dilakukan yaitu dengan memberi bantuan fisik terselubung.
Demokrasi tidak hanya sebuah sistem yang menipu tetapi dalam pandangan Islam ia merupakan kolam kotor. Berdiri di atas filosofi sekularisme, pemisahan agama dengan negara. Pengaturan negara didasarkan pada kesepakatan bersama padahal dalam Islam, kedaulatan ada pada hukum syarak.
Kembali pada Metode Rasulullah
Banyak orang ingin keluar dari situasi sekarang. Mengharapkan perubahan yang bisa menjamin keamanan, kedamaian, keadilan dan terpenuhinya kebutuhan dasar. Kondisi ini hanya dapat diwujudkan oleh sistem Islam, sistem kehidupan paripurna yang datang dari Allah Swt.
Rasulullah sudah mencontohkan cara mengganti sistem buatan manusia yaitu dengan berdakwah. Ada tiga hal penting dari tahapan dakwah Rasulullah. Pertama, beliau membina kader dakwah yang siap menjadi agen perubahan. Pembinaan pada sisi akidah dan pemikirannya sehingga jelas tergambar perbedaan antara sistem Islam dengan sistem jahiliyah. Kedua, para kader dakwah ini mengedukasi masyarakat sambil menjelaskan kebobrokan berbagai tradisi, budaya, aturan yang menyelisihi Islam. Ketiga, edukasi terus menerus mengakumulasi opini agregat sehingga penerapan sistem Islam menjadi tuntutan masyarakat.
Rasulullah tidak berkompromi sedikit pun dengan kebatilan bahkan beliau menolak saat ditawari untuk masuk ke dalam lingkar kekuasaan bersama penguasa Quraisy meski diimingi jabatan pemimpin. Sebuah cita-cita mulia harus bermula dari menjaga kebersihan dan kelurusannya sejak awal, dari niat hingga ikhtiar yang diridai Allah Swt.
Khatimah
Kerusakan sistem demokrasi sudah tampak nyata dan terbukti tidak bisa dijadikan sebagai kendaraan untuk meraih tujuan mulia, yaitu mengagungkan kalimat Allah di muka bumi dalam bentuk penerapan syariat Islam.
Demokrasi adalah sistem yang ditawarkan Barat, yang tentunya dengan tujuan jelas menghancurkan kekuatan Islam.
Pemilu terus berganti, kepemimpinan berpindah dari satu muslim ke muslim lainnya. Tetapi, hingga hari ini kondisi umat Islam tidak pernah berubah bahkan semakin terpuruk. Pemilu sudah di depan mata, penyadaran umat Islam sudah tidak bisa dijeda. Opini untuk berpaling dari demokrasi harus digencarkan. Terlibat dalam sistem demokrasi berpeluang melanggengkan hukum manusia mengatur kehidupan sehingga penderitaan akan terus berkepanjangan.
Umat Islam harus bersatu dan bergerak mengakhiri berbagai kerusakan dengan mengikuti metode Rasulullah. Allah menegaskan dalam QS. Ali Imran ; 31, jika mencintai-Nya maka ikuti jejak Rasulullah. Dalam konteks ini termasuk dalam berdakwah untuk meraih kekuasaan agar syariat Islam diterapkan.[]