"Pemerintah lebih berfokus kepada efisiensi anggaran, alih-alih memberikan kesejahteraan yang merata kepada seluruh penduduk. Jika permasalahannya adalah memilih kompetensi yang mumpuni untuk menangani layanan kepada masyarakat, maka tenaga honorer yang sudah lama mengabdi yang dirasa masih kurang layak, sedianya diberikan pelatihan sampai memenuhi standar kompetensi yang dibutuhkan."
Oleh. Dira Fikri
(Kontributor NarasiPost.com)
NarasiPost.com- Tak semua honorer hidup makmur. Nasib pun tak semulus harapan. Belasan bahkan puluhan tahun pengabdian dijalani tak kunjung berbuah kabar gembira pengangkatan menjadi PNS (Pegawai Negeri Sipil).
Dilansir dari idntimes.com, video viral tahun 2021 lalu yang memperlihatkan kisah pengabdian guru honorer yang bertugas di Garut, Jawa Barat. Emen Suparman, telah mengabdi menjadi guru selama 40 tahun dengan gaji Rp500 ribu per bulan. Usianya yang terlampau tua juga membuatnya kehilangan kesempatan untuk mengikuti tes CPNS. Mungkin lebih banyak honorer yang senasib dengan Pak emen di negeri ini.
Menurut data dari Kemen PAN-RB (Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi) masih ada 410.010 tenaga honorer saat ini yang terdiri atas tenaga pendidik sebanyak 123.502, tenaga kesehatan 4.782, tenaga penyuluh 2.333, dan tenaga administrasi 279.393. Meski terdapat 51.492 THK-II yang mengikuti seleksi CASN (CPNS dan PPPK) 2021, angka honorer masih cukup tinggi. Padahal, mengacu surat dari Menteri PANRB No. B/185/M.SM.02.03/2022 perihal Status Kepegawaian di Lingkungan Instansi Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, dipastikan Pemerintah akan menghapus tenaga honorer mulai 28 Nopember 2023.
Meski MenPAN RB berdalih bahwa kebijakan penghapusan pekerja honorer dalam rangka untuk meningkatkan kesejahteraan mereka karena direkrut dengan sistem yang tidak jelas dan gaji yang jauh di bawah UMR (Upah Minimum Regional), namun ada berbagai masalah yang akan timbul dari kebijakan tersebut.
Pertama, tenaga honorer yang nantinya akan dipekerjakan melalui sistem outsourcing sesuai kebutuhan dan penghasilan layak sesuai UMR akan berpotensi PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) dan menambah jumlah pengangguran. Karena kebijakan tersebut berfokus pada pengurangan penumpukan jumlah honorer, tanpa mengkaji dari sisi dampak ekonominya.
Kedua, pengabdian honorer selama bertahun-tahun yang kurang dipertimbangkan karena dikalahkan oleh kebutuhan tenaga outsourcing yang bersaing kompetensinya.
Ketiga, tidak seimbangnya kebutuhan tenaga honorer dengan jumlah tenaga PNS yang pensiun, sehingga besar kemungkinan akan terjadi kekurangan tenaga pengganti, terutama tenaga pendidik. Hal ini dikarenakan perekrutan tenaga honorer outsourcing juga akan melihat kekuatan anggaran pusat maupun daerah dalam merekrutnya.
Pemerintah lebih berfokus kepada efisiensi anggaran, alih-alih memberikan kesejahteraan yang merata kepada seluruh penduduk. Jika permasalahannya adalah memilih kompetensi yang mumpuni untuk menangani layanan kepada masyarakat, maka tenaga honorer yang sudah lama mengabdi yang dirasa masih kurang layak, sedianya diberikan pelatihan sampai memenuhi standar kompetensi yang dibutuhkan. Hal ini sekaligus bentuk penghargaan dari negara kepada masyarakat yang telah memberikan sumbangsih pengabdian pada lembaga negara.
Dalam Islam, setiap warga negara adalah tanggung jawab penguasa. Sehingga orientasi kebijakan dalam Islam adalah kemaslahatan rakyat. Ri'ayah su'unil ummah adalah memikirkan, mengelola semua urusan dan nasib umat (rakyat). Hal ini adalah amanah yang harus ditunaikan oleh penguasa dan akan dipertanggungjawabkan kelak di hadapan Allah Swt. Maka, ketika memandang suatu permasalahan negeri akan dipandang sampai ke akar dan tidak boleh berlepas diri terhadap permasalahan negeri.
Tenaga honorer adalah permasalahan SDM (Sumber Daya Manusia), dimana SDM menjadi salah satu potensi sebuah negara. Negara berkewajiban memberikan kebijakan yang sesuai dengan aturan Allah, dan tidak boleh berlaku zalim. Jika ada rakyat yang tidak memiliki kemampuan dan kompetensi tertentu terhadap suatu bidang pekerjakan, maka negara wajib melakukan pemerataan dan distribusi pekerjaan sesuai kemampuan masing-masing rakyat. Jika ada rakyat yang tidak mampu bekerja karena kekurangan fisik atau sakit, maka tugas negara untuk memberikan jaminan kehidupan kepadanya. Hal ini sesuai yang disabdakan oleh Rasulullah Muhammad saw,
“Barangsiapa (dari umatku ) yang ketika bangun pagi tidak memikirkan nasib umat, maka dia bukan umatku ( umat Nabi Muhammad Shalallahu 'Alaihi Wassalam).” (HR. Ahmad)
Landasan pengaturan dalam hal ini adalah halal atau haram, jika halal maka diambil, jika haram maka wajib ditolak. Bukan pengaturan yang berbasis uang dan kekuasaan seperti layaknya hukum rimba. Sehingga inilah yang akan menjadi sebab turunnya rahmat dari Ilahi untuk penduduk bumi. Maka, titik terang nasib honorer akan bisa terselesaikan dengan tuntas bersamaan dengan diterapkannya sistem Islam yang sahih dan adil.
Wallahu’alam.[]