Mencari Pasangan Koalisi untuk Memenangi Kontestasi

"Inilah fenomena politik yang terjadi di alam demokrasi. Semua hal bersifat dinamis, tidak ada idealis. Sebuah istilah yang sering diungkakan di dalam sistem demokrasi bahwa, "Tidak ada kawan dan lawan yang abadi, yang ada hanyalah kepentingan abadi". Begitu pula dalam hal pencarian pasangan koalisi untuk maju menjadi kontestan di ajang pilpres mendatang."

Oleh. Ummi Nissa
(Kontributor NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Meskipun pesta demokrasi masih lama digelar, namun persiapan partai politik untuk mencari pasangan (koalisi) yang potensial menang mulai menjadi perhatian partai peserta pemilu. Bahkan dalam gelaran pilpres yang akan datang, parpol yang sebelumnya ada di luar pemerintahan bersiap untuk melamar parpol lainnya dalam mengusung pasangan kandidat Capres dan Cawapres agar menjadi bagian dari pemerintahan.

Mencari Jodoh Jelang Pilpres Mendatang

Dalam acara milad Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang ke-20 pada Minggu (29/5) di Istora Senayan Jakarta, Sekjen PKS, Habib Aboe Bakar Alhabsy, dalam pidatonya mengatakan kemungkinan partainya berjodoh dengan parpol lain untuk pilpres 2024. PKS masih terus mengamati tokoh yang paling menarik untuk dipinang sebagai Capres.

Bahkan, Sekjen PKS ini menyampaikan dengan candaan kepada Ketua Bawaslu, Rahmad Bagja, bahwa partainya perlahan mulai memilih tokoh yang akan diusung. Ia tidak membatasi tokoh mana pun yang akan dilamarnya. Siapa saja yang berpotensi dapat meraup suara terbanyak, bisa jadi jodohnya. Sebagaimana dalam guyonannya, bisa saja ia meminang Muhaimin, Anies, Sandiaga Uno ataupun yang lainnya. (merdeka.com, 29/5/2022)

Adapun di periode yang akan datang, PKS mengharapkan bahwa partainya akan berada di dalam pemerintahan. Oleh sebab itu, mereka akan memilih pasangan tokoh yang potensial menang. Sekjen PKS, Aboe Bakar Alhabsy berkata, “Kami sudah tak mau lagi di luar pemerintahan. Kita akan rebut dengan kemenangan. Kita ingin mengusung bukan lagi mendukung," tegasnya. (beritasatu.com, 29/5/20220)

Ada hal yang menarik dari apa yang diinginkan oleh PKS ini. Dimana partai yang berbasis Islam tersebut kini berharap menjadi bagian dari pemerintahan. Akankah mereka mendapat pasangan yang dapat mengantarkannya pada kemenangan? Seandainya menang, mungkinkah dapat menerapkan aturan Islam dalam setiap kebijakan dan aturannya?

Menelaah Arah Pergerakan Partai Politik Islam

Bila mengamati perjalanan partai politik yang berbasis Islam, pada awal berdirinya, mereka merupakan partai yang bersifat religius. Bahkan ada yang mengusung penerapan aturan dan nilai-nilai Islam. Namun, realitasnya kini masyarakat dapat menilai bahwa semua partai yang ada, baik yang berbasis Islam ataupun nasionalis hanya menargetkan kemenangan di ajang pemilu.

Mereka semakin jauh dari tujuan awalnya berdiri, sehingga keputusannya tampak pragmatis. Buktinya partai-partai yang berbasis Islam ini tidak segan-segan untuk berpasangan dengan siapa pun, tanpa memandang idealisme pemikiran yang dibawa, asalkan dapat memenangkan kontestasi politik.

Inilah fenomena politik yang terjadi di alam demokrasi. Semua hal bersifat dinamis, tidak ada idealis. Sebuah istilah yang sering diungkakan di dalam sistem demokrasi bahwa, "Tidak ada kawan dan lawan yang abadi, yang ada hanyalah kepentingan abadi". Begitu pula dalam hal pencarian pasangan koalisi untuk maju menjadi kontestan di ajang pilpres mendatang.

Dalam panggung politik demokrasi, partai politik merupakan kendaraan yang akan mengantarkan pada kekuasaan. Namun, bila partai ini tidak memiliki cukup suara untuk maju dan mengusung calon kandidat, maka ia harus mencari pasangan yaitu bergabung dengan kendaraan lain agar bisa sampai ke tujuan.

Di sisi lain dalam sistem politik demokrasi, partai juga membutuhkan dana yang tidak sedikit saat mengikuti gelaran pemilu. Sehingga istilah mahar merupakan simbol anggaran yang akan menopang kelancaran jalan menuju kekuasaan. Di sinilah para pemilik modal memainkan perannya. Mereka akan mendukung dan membiayai kebutuhan partai, dalam rangka meningkatkan popularitas dan elektabilitas melalui kampanye di berbagai media.

Dengan peran pemilik modal yang besar akan menghantarkan kemenangan partai sampai ke kursi kekuasaan. Sebagai balasannya, para penguasa terpilih nantinya bertugas membagi-bagi jatah kursi jabatan atau memperlancar urusan para pengusaha. Sehingga tidak mengherankan ketika kelak arah kebijakan pun akan lebih berpihak pada mereka, bukan rakyat.

Sementara itu, suara rakyat hanya dibutuhkan saat kontestasi. Bila telah selesai gelaran pemilu, maka dengan mudahnya mereka dilupakan. Oleh karena itu, siapa pun partai yang akan menang, selama yang diterapkan adalah sistem demokrasi maka tidak akan membawa perubahan terhadap kondisi kesejahteraan dan kebaikan rakyat secara signifikan. Apalagi berharap bagi terealisasinya penerapan aturan Islam. Meski pemenangnya adalah parpol religius yang berbasis Islam. Sebab yang terjadi adalah suara mayoritas akan dikendalikan oleh para pemilik modal. Fakta sudah banyak membuktikan hal demikian.

Peran Partai Politik dalam Pandangan Islam

Keberadaan partai politik dalam aturan Islam merupakan hal yang dianjurkan. Sebagaimana firman Allah Swt. : "Hendaklah ada di antara kalian (umat Islam) segolongan umat, yang beraktivitas mengajak kepada kebaikan (Islam), serta beramar makruf nahi mungkar, merekalah orang-orang yang beruntung." (QS. Ali-Imran: 104)

Adapun peran partai politik dalam Islam adalah melakukan amar makruf nahi mungkar seperti yang diperintahkan Allah Swt. dalam Al-Qur'an di atas. Aktivitas ini dalam rangka mengedukasi (memberi pendidikan) kepada masyarakat tentang politik dalam Islam.

Dalam pandangan Islam, politik adalah mengurusi urusan umat dengan aturan yang diturunkan oleh Allah Swt. dan Rasul saw.. Dengan memahamkan masyarakat terhadap politik, akan membangkitkan kesadaran mereka tentang pentingnya aturan Islam dalam mengatur urusan kehidupan manusia. Lebih jauhnya masyarakat akan terdorong untuk menerapkan seluruh aturan Islam dalam setiap aspek.

Selain itu, aktivitas amar makruf nahi mungkar juga dilakukan partai politik kepada penguasa. Mereka akan mendorong pemerintah agar senantiasa berhukum pada aturan Allah Swt. tidak hanya dalam urusan ibadah namun seluruh aspek kehidupan. Bahkan menyeru kepada penguasa merupakan kewajiban yang disampaikan oleh Rasulullah saw..

Oleh karena itu, partai politik dalam Islam tidak perlu mencari jodoh untuk berpasangan dengan partai lain, karena perannya hanyalah amar makruf nahi mungkar, baik kepada rakyat ataupun penguasa. Adapun tujuannya tidak lain menyeru mereka agar berhukum pada aturan Islam secara sempurna dalam seluruh urusan kehidupan.

Wallahu a'lam bish shawab.[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Kontributor NarasiPost.Com Dan Pegiat Pena Banua
Ummi Nissa Kontributor NarasiPost.Com
Previous
Sanggraloka yang Tersandera
Next
Menilik Sikap Antikritik di Balik Pemerintahan Kapitalistik
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram