Manusia Disorientasi, Sekularisme Bikin Akal Tak Berfungsi

"Dengan mengesampingkan norma agama, standar kebahagiaan yang dibuat hanya fatamorgana. Jauh dari rasional atau akal sehat. Bahkan binatang pun tak mungkin melakukannya. Sungguh tak dapat dibayangkan betapa rendahnya peradabannya manusia, jika hanya sekelas level binatang piaraan."

Oleh. Heni Rohmawati, S.E.I.
( Kontributor NarasiPost.Com )

NarasiPost.Com-Viral di media seorang pria asal Jepang sangat ambisius untuk menjadi seekor anjing. Dilansir dari liputan6.com (27/5/2022) menyatakan bahwa pria ini sudah lama bercita-cita agar dirinya berubah menjadi anjing. Keseriusannya dalam menyerupai seekor anjing dibuktikan dengan membeli kostum anjing seharga Rp230 juta. Sangat fantastis, bukan?
Pria yang tidak diketahui namanya ini adalah contoh dari berbagai penyimpangan perilaku yang terjadi di peradaban dunia saat ini. Jika ingin menambah deretan penyimpangan akan ditemukan banyak jenisnya. Dalam pandangan manusia normal, seolah tak percaya jika perilaku menyimpang manusia sudah begini rupa.

Standar Kebahagiaan Semu yang Menipu

Dalam sistem sekularisme yakni memisahkan agama dari kehidupan, manusia diajarkan hidup tanpa menyertakan aturan agama. Agama seolah dianggap bertentangan dengan keinginan dan kebutuhan manusia. Bahkan sebagian orang menganggap agama adalah candu, sehingga layak dibuang sejauh-jauhnya dari peradaban manusia. Padahal tanpa agama, manusia tidak memiliki rujukan atau petunjuk yang menjadi sandaran bagi kehidupannya. Memandang bahagia secara bebas tanpa batas dianggap tidak mengapa.
Bahkan menjadi seekor anjing pun, bagi mereka, tidak masalah. Bukankah dengan keadaan seperti ini kedudukan manusia lebih rendah daripada binatang ternak? Dimana fungsi akal terletak?

Dengan mengesampingkan norma agama, standar kebahagiaan yang dibuat hanya fatamorgana. Jauh dari rasional atau akal sehat. Bahkan binatang pun tak mungkin melakukannya. Sungguh tak dapat dibayangkan betapa rendahnya peradabannya manusia, jika hanya sekelas level binatang piaraan.

Dalam pandangan mereka, bahagia adalah jika memenuhi dan memuaskan segala keinginan, tanpa memandang baik atau buruk suatu perkara. Semakin puas dengan pemenuhan tersebut, semakin bahagia seseorang. Namun, benarkah demikian itu bisa menjamin kebahagiaan yang sesungguhnya?

Standar Bahagia dalam Islam

Islam memandang manusia adalah makhluk yang paling sempurna penciptaannya. Sebagaimana firman Allah Swt. di dalam surat At-Tin ayat 4,

لقد خلقنا الإنسان في احسن تقوم
ثم رددنه اسفل سفلبن

"Sungguh Kami telah menciptakan manusia dengan bentuk yang sebaik-baiknya."

Menurut tafsir Wahbah Zuhaili dalam al Tafsir al Munir fi al Aqidah Wa al Syari'ah Wa al Manhaj menjelaskan bahwa makna fi ahsani taqwim adalah sebaik-baik rupa, sebagus-bagus bentuk, sempurna-sempurna anggota tubuh dengan susunan yang tertata rapi. Di tambah lagi dengan ilmu dan pikiran, kalam (komunikasi), kepemimpinan dan kebijaksanaan semakin menegaskan bahwa manusia layak menjadi khalifah (pemimpin) di muka bumi ini.

Ayat ini senada dengan surat Al-Baqarah ayat 30 yang artinya,
"Sesungguhnya Aku (Allah) hendak menjadikan khalifah di bumi"

Yang dimaksud khalifah adalah manusia untuk mengurusi bumi dengan syariat-Nya. Namun, manusia sebagian enggan menggunakan akalnya sebagaimana mestinya. Menyimpang dari fitrahnya dan mengedepankan hawa nafsu yang tiada batasnya. Sehingga manusia sampai pada derajat hewan yang tak berakal lebih tinggi daripada manusia.
Selanjutnya di dalam surat At-Tin ayat 5, Allah Swt. melanjutkan firman-Nya,

ثم ىددناه اسفل سافلين

"Kemudian Kami kembalikan dia (manusia) ke tempat yang serendah-rendahnya (neraka)."

Sayyid Khuttub menjelaskan Fi Zhilal Al Qur'an, kondisi "Serendah-rendahnya" pada manusia itu terjadi saat manusia menyimpang dari fitrah yang telah ditetapkan Allah Swt. Ketika manusia lebih memilih hawa nafsunya meninggalkan ajaran agamanya, tidak menerapkan aturan-aturan yang telah digariskan oleh Allah, saat itu pula manusia berada pada derajat yang serendah-rendahnya.

Demikianlah Allah Sang Maha Pencipta telah menjelaskan kedudukan manusia. Sungguh kebahagiaan dalam Islam adalah saat manusia berbuat dan berpikir sebagaimana yang telah Allah tetapkan. Karena bahagia itu adalah saat mendapatkan keridaan-Nya. Sebaliknya, jika nafsu lebih dominan dan meninggalkan guidance atau petunjuk-Nya, nyata manusia menjadi rusak cepat atau lambat. Maka, tidak ada pilihan lain bagi insan beriman, selain harus menapaki petunjuk-Nya dalam setiap lini kehidupan. Tidakkah manusia mengakui bahwa manusia itu terbatas dan selalu membutuhkan petunjuk-Nya?

Saatnya Tinggalkan Sekularisme, Biang Kerusakan

Sekularisme terus menggiring manusia untuk hidup tanpa petunjuk Islam. Akibatnya sebagian manusia menuhankan akalnya. Seolah hidup ini tak perlu pertanggungjawaban, semua diserahkan kepada dirinya. Namun, apa boleh dikata. Jika terus mengandalkan akal yang terbatas, jauh sari syariat, makin hari masalah semakin runyam. Solusi satu-satunya adalah dengan kembali kepada Islam untuk semua manusia yang ingin kembali pada maqam-nya, yakni kedudukan yang seharusnya ia miliki. Yaitu kemuliaan yang berasaskan akidah Islam dan petunjuk syarak yang mulia.

Khatimah

Cukup sudah umat manusia hidup dalam keburukan. Terperosok dalam kubangan kehinaan. Saatnya umat manusia membuka mata bahwa hanya Islam solusinya. Semua permasalahan telah ada penyelesaiannya di dalam Al-Qur'an. Semakin nyata bahwa setiap kerusakan yang terjadi pada manusia adalah akibat ditinggalkannya hukum Allah Swt. Saatnya manusia kembali kepada jalan mulia, yakni dienul Islam.

"Telah tampak kerusakan di daratan dan di lautan disebabkan oleh ulah tangan manusia. Supaya Allah merasakan kepada manusia sebagian dari (akibat) perbuatan manusia, agar mereka mau kembali." (TQS. Ar-Ruum : 41)

Wallahu a’lam bishowab.[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Kontributor NarasiPost.Com
Heni Rohmawati S.E.I Kontributor NarasiPost.Com  
Previous
Deportasi UAS, Wabah Islamofobia Menghantui Dunia
Next
Orang Tua Terjerat Utang
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram