Koalisi, Akankah Rakyat (Kembali) Gigit Jari?

"Tarik ulur soal koalisi ataupun oposisi bukanlah fenomena baru baru dalam panggung politik. Terlebih alam politik demokrasi memberikan ruang yang sangat luas bagi terciptanya iklim transaksional antarparpol. Beberapa partai yang sebelumnya telah menisbatkan diri sebagai oposisi kemudian berpaling dan berikrar sebagai koalisi adalah realita yang sulit untuk dihindari."

Oleh. Ummu Hanan
(Pegiat Literasi, Kontributor NarasiPost.com)

NarasiPost.com- Perhelatan politik terbesar negeri ini sudah di depan mata. Meski pelaksanaannya baru akan dilakukan pada dua tahun ke depan, namun gaungnya telah terasa. Ya, pemilihan presiden atau pilpres menjadi ajang kontestasi bergengsi yang tidak akan dilewatkan oleh seluruh partai politik tanah air. Di antara euforia politik menyambut pilpres 2024 adalah bursa kandidat calon legislatif yang akan diusung menjadi orang nomor satu nanti. Ada partai yang berminat mengajukan diri sebagai koalisi partai petahana, ada juga yang tetap memilih sebagai oposisi. Semua seolah sah saja, sebab tak ada yang mengetahui pasti bagaimana peta politik pada kontestasi presiden 2024 nanti. Karenanya, kompetisi dalam meraih strategi politik jitu tampaknya sudah harus dimulai sejak dini jika partai politik tak ingin gigit jari nanti.

Salah satu upaya parpol dalam meraih dukungan politik konstituen adalah melalui manuver politik mereka, apakah akan menjadi koalisi atau oposisi partai petahana. Sebagaimana yang dilakukan oleh beberapa partai tanah air beberapa waktu lalu. Diketahui pada tanggal 29 Mei 2022 Partai Keadilan Sejahtera (PKS) mengadakan agenda Milad yang ke 20. Agenda tersebut juga dihadiri oleh beberapa perwakilan partai politik lain seperti PKB, PPP, Demokrat, serta Golkar. Pada kesempatan itu Sekjen PKS, Habib Aboe Bakar Alhabsyi, mengutarakan adanya kemungkinan untuk berkoalisi dengan parpol lain dalam Pilpres 2024 (merdeka.com, 29/05/2022). Menanggapi lebih lanjut soal ini, Sekjen PKS menyampaikan keinginan PKS untuk mengusung pasangan yang berpotensi menang sebab PKS ingin berada dalam pemerintahan di periode berikutnya. (beritasatu.com, 29/05/2022)

Tarik ulur soal koalisi ataupun oposisi bukanlah fenomena baru baru dalam panggung politik. Terlebih alam politik demokrasi memberikan ruang yang sangat luas bagi terciptanya iklim transaksional antarparpol. Beberapa partai yang sebelumnya telah menisbatkan diri sebagai oposisi kemudian berpaling dan berikrar sebagai koalisi adalah realita yang sulit untuk dihindari. Bahkan tidak jarang keputusan untuk bergabung atau berlepas dari partai penguasa dikumandangkan saat detik terakhir dari tenggat waktu yang diberikan. Publik dibuat terbiasa dengan suasana transaksi model ini yang lekat dengan pragmatisme politik. Semua parpol boleh berpendapat, mengajukan penawaran dan menentukan calon legislatornya, tetapi adakah mereka menempatkan kepentingan rakyat dalam setiap keputusannya? Ataukah mereka hanya hanya melibatkan rakyat ketika dibutuhkan dalam mendongkrak elektabilitas?

Politik transaksional lumrah dalam sistem demokrasi. Politik dalam demokrasi juga berbiaya mahal. Tak aneh jika kemudian muncul istilah “mahar politik” sebab kenyataannya dibutuhkan sokongan dana fantastis untuk bisa memenagkan kontestasi. Konon dalam satu gelaran pilkada seorang caleg dapat menghabiskan dana hingga Rp20 miliar-Rp100 miliar. Maka, wajar meski demokrasi selalu mengulang jargon lamanya: dari, oleh dan untuk rakyat, faktanya rakyat tidak berada dalam fokus pengayoman mereka. Rakyat yang menjadi perhatian utama demokrasi adalah para korporat yang notabene kuat secara kapital. Kalangan inilah yang nantinya berkontribusi besar dalam menghantarkan para penguasa duduk di kursi kepemimpinan. Lagi-lagi bukan rakyat yang akan menikmati setiap keputusan yang dibuat oleh parpol.

Sistem politik demokrasi juga merupakan sistem yang bathil. Sistem politik ini lahir dari ideologi kapitalisme nan sekuler yang menjadikan manusia sebagai penentu regulasi dalam kehidupan. Demokrasi tidak mengenal istilah ketundukan kepada Pencipta kecuali hanya pada batas sempit ritualitas. Oleh karena itu, sistem politik demokrasi membatasi setiap praktisi politik untuk berbicara agama sebagai asas pengaturan masyarakat. Sangat bertolak belakang dengan konsep pengaturan dalam Islam. Syariat Islam memandang Allah Swt adalah Asy-Syari’ atau pihak yang berwenang dalam menetapkan hukum. Islam tidak mengizinkan manusia mengambil peran untuk membuat aturan sebab itu jelas menyalahi kodratnya sebagai makhluk yang bersifat lemah serta terbatas.

Koalisi sebagai manifetasi praktik demokrasi hanya mengedepankan kepentingan sebagian elit, bukan rakyat. Adapun sistem politik Islam menempatkan rakyat sebagai pihak yang wajib untuk diayomi oleh penguasa, dijamin pemenuhan kebutuhan hidupnya, semata-mata karena itu adalah perintah Allah Swt. Sistem politik Islam akan berfokus pada upaya menyejahterakan rakyat melalui penerapan syariat Islam secara kaffah. Bahasan soal koalisi atau opisisi tidak akan menjadi pola. Seluruh partai politik dalam negara Islam berperan melakukan kontrol dan evaluasi terhadap jalannya pemerintahan berdasar syariat Islam.

Di sinilah kepentingan kita bersama untuk meluaskan kesadaran umat tentang kebutuhan pada pengaturan Islam. Jangan sampai rakyat kembali gigit jari karena ikut larut dalam euforia koalisi dan oposisi ala demokrasi. Saatnya umat melek politik Islam dan menjadi bagian dalam perjuangannya.[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Kontributor NarasiPost.Com Dan Pegiat Pena Banua
Ummu Hanan Kontributor NarasiPost.com
Previous
Kala Pelangi Tak Indah Lagi
Next
Honorer Lenyap, Muncul Outsourcing, Yakin Membawa Kesejahteraan?
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram