"Sejatinya serangan terhadap gagasan Khilafah bukanlah hal baru. Semakin hari tampaknya serangan makin kencang dan masif. Maklum, meski dengan segala cara dibungkam, dukungan terhadap perjuangan penegakan Khilafah justru semakin membesar. Terutama di tengah kegagalan sistem sekuler yang nyata-nyata telah gagal menyelesaikan berbagai masalah yang terjadi di negeri ini."
Oleh. Ummu Ainyssa
(Pendidik Generasi dan Kontributor NarasiPost.com)
NarasiPost.Com-Memahamkan kebenaran syariat Islam tidaklah semudah membalikkan telapak tangan. Terlebih terhadap orang-orang yang dalam hatinya penuh dengan kebencian maupun terjangkiti islamofobia. Seperti halnya saat berulang kali disampaikan bahwa Khilafah adalah ajaran Islam, masih saja banyak pihak yang menentangnya.
Pada Ahad (29/05/2022) sekelompok anggota Khilafatul Muslimin melakukan konvoi di beberapa titik di kota Jakarta, Brebes, dan Lampung. Mereka membawa berbagai poster salah satunya bertuliskan "Sambut Kebangkitan Khilafah Islamiyah". Selain itu mereka juga membagikan selebaran maklumat yang berisi pengumuman sekaligus ajakan untuk bergabung dengan Pusat kekhilafahan Islam yang mereka klaim sudah berdiri.
Sontak hal ini pun mendapat respons dari beberapa pihak baik yang pro maupun yang kontra, termasuk dari pihak berwajib. Bagi pihak yang sudah memahami bahwa Khilafah adalah ajaran Islam, hal ini bukanlah sesuatu yang menakutkan dan melanggar hukum negara. Hanya saja perlu dicermati apakah Khilafah yang mereka dakwahkan adalah benar Khilafah yang syar'i?
Berbeda halnya dengan pihak-pihak yang kontra. Mereka bagaikan kebakaran jenggot. Mereka terus saja menyampaikan ke publik bahwa paham Khilafah ini bertentangan dengan pancasila dan bisa merusak NKRI. Densus 88 pun meminta masyarakat agar waspada karena kegiatan mereka ini membawa ide radikal yang bertentangan dengan ideologi negara.
Opini di media pun terus digiring secara masif untuk kembali menohok dan memonsterisasi gagasan Khilafah Islamiah. Lagi-lagi isu radikalisme dan terorisme dihubung-hubungkan dengan hal ini. Seolah ada kesan yang ingin dibangun kembali bahwa dakwah Khilafah adalah dakwah yang membahayakan negara.
Polisi pun dengan cepatnya bertindak. Kabar terakhir, Polda Jawa Tengah telah menetapkan empat tersangka kasus konvoi sepeda motor di Kabupaten Brebes. Sementara Polda Metro Jaya juga telah menangkap Abdul Qadir Hasan Baraja selalu pemimpin Khilafatul Muslimin di Lampung dan membawanya ke Jakarta. Alasannya, mereka diduga telah menimbulkan keresahan di masyarakat, berpotensi makar, dan rentan berafiliasi dengan kelompok teroris semacam ISIS. (CNNIndonesia, 7/6/2022)
Sejatinya serangan terhadap gagasan Khilafah bukanlah hal baru. Semakin hari tampaknya serangan makin kencang dan masif. Maklum, meski dengan segala cara dibungkam, dukungan terhadap perjuangan penegakan Khilafah justru semakin membesar. Terutama di tengah kegagalan sistem sekuler yang nyata-nyata telah gagal menyelesaikan berbagai masalah yang terjadi di negeri ini.
Korupsi yang tidak pernah ada habisnya, penguasaan Sumber Daya Alam (SDA) oleh segelintir orang yang tidak pernah bisa dirasakan oleh rakyat, zina yang semakin merajalela, aurat yang diumbar dimana saja, tindak kriminal yang setiap saat selalu mengancam, LGBT yang semakin meresahkan, dan lain-lain itu semua akibat bercokolnya sekularisme. Mereka yang telah terjangkiti sekularisme akut yang hanya mementingkan asas manfaat, tidak mau diatur dengan aturan agama, tentu tidak akan rela jika kemudian aktivitas mereka harus disandarkan pada halal dan haram.
Dengan begitu mereka, para penentang gagasan Khilafah, adalah orang-orang yang sudah nyaman hidup dalam kebebasan. Mereka adalah orang-orang yang enggan diatur, meski aturan yang ditawarkan itu adalah aturan dari Sang Ilahi. Mereka menganggap bahwa hidup adalah kesempatan untuk memperoleh manfaat sebanyak-banyaknya, tanpa memikirkan pertanggungjawaban di akhirat kelak. Tanpa peduli ketika harus menzalimi saudaranya sendiri. Bahkan mereka akan menyingkirkan siapa saja yang mengusik kenyamanan mereka hidup dalam sistem yang rusak.
Inilah sebabnya, opini mulai mengarah pada perlunya perangkat undang-undang yang bisa menjerat para pendukung dan pendakwah ide Khilafah. Sekalipun tidak terbukti melakukan tindak kekerasan dan teror, mereka tetap harus bisa dijerat hukum. Ini artinya, selain untuk memonsterisasi gagasan Khilafah, juga ada target mengkriminalisasi para pengusung dan pendukungnya. Tujuannya tidak lain agar umat semakin menjauh, bahkan takut dengan ajaran Khilafah maupun para pengembannya.
Padahal berulang kali disampaikan bahwa Khilafah adalah ajaran Islam. Bahkan para ulama salaf menyebutnya sebagai mahkota kewajiban karena penerapan seluruh syariat Islam yang mengikat setiap diri seorang muslim tidak sempurna diterapkan tanpa adanya Khilafah.
Khilafah juga merupakan konsep negara warisan Rasulullah saw. Setelah beliau wafat kemudian dilanjutkan oleh para Sahabat yang mulia, dan berlanjut dari masa ke masa. Khilafah juga telah berhasil menyatukan umat Islam seluruh dunia dalam satu kepemimpinan dan aturan. Khilafah berhasil mengantarkan umat Islam sebagai umat yang mulia dengan peradabannya yang gemilang hingga belasan abad lamanya.
Menurut Imam Taqiyyudin An Nabhani dalam kitab al-Khilafah, hal. 1 menyatakan bahwa, "Khilafah adalah kepemimpinan umum untuk seluruh kaum muslim di dunia untuk menegakkan hukum syariat Islam dan mengemban dakwah Islamiyah ke seluruh penjuru dunia. Al-Khilafah substansinya sama dengan al-Imamah. Jadi, Imamah dan Khilafah memiliki makna yang sama."
Khilafah ini dipimpin oleh seorang imam yang biasa disebut sebagai Khalifah. Seseorang baru absah disebut sebagai Khalifah jika ia mampu menjalankan tugas utamanya yaitu menerapkan seluruh aturan Allah Swt. bagi seluruh warga negaranya di dalam wilayah negara Islam serta mampu mengemban dakwah Islam ke seluruh dunia. Ia harus memiliki kekuatan dan wilayah kekuasaan untuk melaksanakan tugas-tugasnya. Seorang Khalifah juga harus mandiri dan memiliki independensi dalam mengatur urusan umat, mulai dari mencetak uang, membangun kekuatan militer, menetapkan status kewarganegaraan, membangun sistem pendidikan yang tangguh, dan lain-lain hingga menerapkan hukum hudud, jinayat, ta'zir dan mukhalafat.
Sementara itu, mengangkat seorang imam (Khalifah) hukumnya adalah wajib. Seluruh ulama dari kalangan empat mazhab sepakat (ittifaq) bahwa hukum mengangkat Khalifah setelah berakhirnya zaman kenabian adalah wajib. Tidak ada perbedaan pendapat di antara mereka dalam hal ini. Imam Zakaria An Nawawiy dari kalangan ulama mazhab Syafi'iy mengatakan; "Para ulama sepakat bahwa sesungguhnya wajib atas kaum muslim mengangkat seorang Khalifah. Dan kewajiban ini ditetapkan oleh syariat, bukan berdasarkan akal." (Imam Zakaria An Nawawiy, Syarah Shahih Muslim, juz 6/291)
Bahkan mengangkat seorang Khalifah atau imam termasuk kewajiban yang paling penting. Allamah Ibnu Hajar al-Haitamiy Asy Syafi'iy dalam kitab Ash Shawaa'iqul Muhriqah menyatakan bahwa para Sahabat telah bersepakat mengangkat seorang imam (Khalifah) setelah berakhirnya zaman kenabian adalah wajib, bahkan mereka menjadikan ini sebagai kewajiban yang paling penting. Terbukti para Sahabat lebih menyibukkan diri dari kewajiban ini daripada kewajiban menyelenggarakan pemakaman jenazah Rasulullah saw.
Dengan demikian, bisa kita simpulkan bahwa jika keberadaan seorang pemimpin saja wajib, maka dengan begitu keberadaan negara pun juga wajib. Karena mustahil ada seorang pemimpin tanpa berdirinya sebuah negara. Artinya, Khilafah dan Khalifah adalah satu kesatuan utuh yang tidak bisa dipisahkan dari Daulah Islamiah (negara Islam). Maka, jika ada orang atau bahkan dari kalangan kaum muslimin yang masih menentang perjuangan menegakkan kembali Khilafah atau bahkan menyangkalnya, sudah dipastikan mereka adalah orang-orang yang tidak rela hukum-hukum yang berasal dari Allah Sang pemilik kehidupan yaitu syariat Islam tegak di muka bumi ini.
Wallahu a'lam bi ashshawwab.[]