Khilafah, antara Dibenci dan Dirindu

" Respons yang berlebihan mempersoalkan Khilafah dan bendera tauhid oleh para pembenci Islam ini memperkuat bukti adanya monsterisasi ajaran Islam yang difasilitasi oleh para pemegang kekuasaan."

Oleh. Ahsani Annajma
(Tim Kontributor Tetap NarasiPost.com)

NarasiPost.com- Gema kerinduan kepada Khilafah kian menggelora. Opini tentang Khilafah pun semakin masif. Viralnya gagasan Khilafah tak hanya bersumber dari lisan para pengembannya, melainkan datang dari kaum munafik maupun kafir yang membenci dakwah Islam.

Sambutlah kebangkitan Khilafah Islamiah”, salah satu isi tulisan dari poster yang terpampang di motor peserta konvoi membuat geger. Mereka membawa beragam atribut mulai dari bendera hijau berlafazkan tauhid dan beberapa poster yang berbau Khilafah. Aksi konvoi ini dilakukan di beberapa titik oleh sekelompok anggota Khilafatul Muslimin, di antaranya Jakarta, Brebes, dan Lampung. Menurut kesaksian warga sekitar, mereka membagikan selebaran yang berisi Khilafah (29/5/2022). Lalu apa masalahnya?

Kebebasan Ilusi

Gegernya konvoi Khilafah ini menuai beragam respons dari beberapa pihak. Mulai dari MUI, BNPT, dan Polda Metro Jaya. Pernyataan Kabid Humas Polda Metro Jaya, Zulpan, mengatakan tindakan konvoi yang membawa atribut Khilafah ini tidak dibenarkan di Indonesia karena tak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Pasalnya, Indonesia tidak menganut sistem Khilafah dalam bernegara. (newsdetik, 7/6/2022)

BNPT pun mengimbau kepada masyarakat agar waspada terhadap kelompok ini, karena kegiatan mereka membawa ide radikal yang bertentangan dengan ideologi negara. “Penggagas gerakan ini sangat erat dengan kelompok radikal seperti NII, MMI, dan memiliki rekam jejak dalam kasus terorisme”, cetusnya (Cnnindonesia, 31/5/2022). Ia juga menuturkan bahwa sistem Khilafah yang diusung oleh ormas ini pun mengampanyekan visi yang sama dengan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) sebagai kelompok radikal yang telah dilarang pemerintah. Bedanya, kalau Khilafatul Muslimin mengklaim sudah mendirikan Khilafah dan telah membai'at seorang Khalifah, sedangkan HTI memperjuangkan ide-idenya di kancah transnasional.

Lalu mengapa konvoi tersebut dilarang? Dalam sistem demokrasi, rakyat diberi kebebasan termasuk kebebasan berekspresi dan berpendapat, mestinya sah-sah saja dong? Bahkan, tidak ada salahnya jika individu atau kelompok menyatakan pendapat, baik secara lisan maupun secara tulisan. Selama pendapat itu tidak bertentangan dengan hukum, misalnya mempromosikan ajaran yang jelas dilarang oleh agama, moral dan hukum seperti paham sosialisme dan komunisme. Secara aturan perundang-udangan juga tidak ada satu pun produk hukum yang secara tegas atau tekstual yang menyatakan bahwa Khilafah adalah ajaran terlarang.

Miris, ajaran Islam Khilafah ini justru dituding sejajar dengan paham yang bertentangan dengan agama, seperti komunisme, terorisme, dan paham lain yang negatif. Hal ini sungguh sangat menodai dan merendahkan Islam sebagai agama. Mengkriminalisasi Khilafah sebagai ajaran Islam adalah tindakan menistakan agama. Respons yang berlebihan mempersoalkan Khilafah dan bendera tauhid oleh para pembenci Islam ini memperkuat bukti adanya monsterisasi ajaran Islam yang difasilitasi oleh para pemegang kekuasaan.

War on Radicalism or Radical Islam?

Meninjau dari segi narasi kebencian terkait ajaran Islam yakni Khilafah, seorang pakar fikih kontemporer, K.H. Muhammad Shiddiq Al Jawi, mengungkapkan bahwa sikap itu tidak dibenarkan dalam Islam. Dalam sebuah kanal YouTube UIY Official bertajuk "Menyorot Para Pembenci Khilafah", ia mengatakan bahwa kebencian terhadap khilafah sebenarnya tidak ada di dunia Islam. Akar masalahnya ialah pemimpin-pemimpin atau intelektual muslim yang terhasut Barat, pemimpin-pemimpin Barat, atau dari intelektual Barat, sehingga mereka menduplikasi kebencian terhadap Khilafah (5/6/2022).

Stigma negatif radikal dan narasi anti-Pancasila disematkan kepada ajaran Khilafah. Atas nama radikalisme, Khilafah yang merupakan ajaran Islam yang mulia hendak dijadikan common enemy oleh pemangku kekuasaan negeri ini. Seolah radikalisme menjadi biang kerok dari karut-marutnya tatanan negeri ini.

Mengapa penguasa seolah hanya fokus pada masalah radikalisme yang menyasar Islam? Aneh, padahal masih banyak persoalan yang mendera negeri dan harus diselesaikan segera. Kesejahteraan masih jauh dari harapan, kemiskinan merajalela, ekonomi terancam krisis, krisis moral nyata di pelupuk mata yang menyebabkan maraknya kejahatan di berbagai lini. Di negeri yang berlimpah SDA, angka pengangguran masih menjadi masalah utama, ironinya praktik korupsi kian menggurita, namun tikus berdasi yang nyata merampok aset serta merugikan negara bebas berkeliaran dan sering kebal hukum.

Di saat yang sama, penguasa juga gencar mempromosikan ajaran sekuler yang merusak generasi. Maraknya kaum pelangi dan berani unjuk gigi disebabkan gaya hidup liberal yang tak terelakkan lagi dari pergaulan kawula muda. Momentum ini juga dimmanfaatkan oleh Barat utk menghalangi pemuda muslim mengenal utuh ajaran agamanya sendiri, bahkan takut mempelajari Islam kaffah

Arnoud van Doorn, seorang produser Film Fitna yang dahulu sangat ekstrem membenci Islam, kini masuk Islam dan sangat menaruh simpatik pada Islam. Menurutnya, ada tiga pihak yang berperan menjadi faktor penyebab mencuatnya propaganda anti-Islam atau islamofobia, yaitu media, negara, dan sistem pendidikan. Demikianlah, konvoi yang dilakukan oleh Khilafatul Muslimin merupakan upaya menciptakan islamofobia terhadap ajaran Khilafah yang difasilitasi oleh negara juga dimasifkan oleh media.

Kriminalisasi terhadap ajaran Islam adalah bagian dari proyek deradikalisasi atau perang terhadap radikalisme yang sejatinya perang melwan Islam. Pernyataan ini tidak berlebihan. Buktinya, proyek ini sering dikaitkan dengan terma Islam, misalnya pesantren radikal, masjid radikal bahkan ustaz radikal. Saat yang sama, pernahkah kita mendengar istilah gereja radikal atau pendeta radikal? Demikian pula terhadap KKB Papua yang jelas mengancam negara tidak pernah di cap radikal. Sederet fakta cukup membuktikan bahwa war on radicalism adalah war on radical Islam.

Khilafah Mahkota Kewajiban

Monseterisasi ajaran Islam melalui perang istilah seperti radikal, ekstremisme, antikebinekaan, dan istilah buruk lainnya merupkan proyek Barat untuk memecah belah umat Islam agar tidak bisa bangkit dari keterpurukan. Sebagaimana tuduhan-tuduhan jahat yang dilayangkan oleh musuh-musuh Islam terhadap Khilafah, sesungguhnya sebagai umat muslim kita harus memahami bahwa Khilafah adalah sebuah sistem pemerintahan yang telah dicontohkan oleh Nabi Muhammad saw.

Kewajiban menegakkan Khilafah telah lama dibahas oleh para ulama Ahlus Sunnah wal Jamaah, juga menempati pembahasan yang sangat penting. Khilafah disebut sebagai tajul furudh (mahkota kewajiban) atau kewajiban yang paling agung dalam Islam. Tidak ada perselisihan pendapat tentang kewajiban tersebut di kalangan umat Islam maupun di kalangan ulama.

Para ulama sepakat bahwa Imamah (Khilafah) adalah fardu dan keberadaan seorang imam (Khalifah) merupakan suatu keharusan. Bahkan jika kita kaji sirah Nabi, pengangkatan seorang imam (Khalifah) itu lebih didahulukan dari pemakaman jenazah baginda Nabi. Imam al-Jurjani yang bermazhab Hanafi, dalam kitab Syarah al-Muwaqif menyebutkan bahwa, "Mengangkat imam merupakan kemaslahatan kaum muslim yang paling utama dan maqashid ad-din yang paling agung serta dihukumi wajib berdasarkan dalil as-sam’i." (Al-Jurjani al-Hanafi, Syarh al-Muwaqif, 8/326-327)

Imam al-Qurthubi bermazhab Maliki menjelaskan bahwa dalam tafsir Surah al-Baqarah ayat 30 merupakan dalil paling mendasar mengenai kewajiban mengangkat seorang imam (Khalifah) yang wajib didengar dan ditaati, untuk menyatukan pendapat serta pelaksana hukum-hukum syarak.

Sungguh, tidak layak jika ajaran Islam yakni Khilafah dikriminalisasi, padahal banyak pembahasan ulama yang menjelaskan adanya Khilafah sebagai mahkota kewajiban. Sangat nista jika ada pihak yang menyejajarkan dengan paham terlarang seperti komunisme warisan Karl Max, jelas sebagai penyesatan opini. Khilafah adalah ajaran Islam dan bukan paham terlarang.

Semakin masifnya isu negatif tentang Khilafah, serangan memutarbalikkan fakta yang sebenarnya tentang Khilafah, justru semakin membuat khalayak penasaran dengannya. Disadari atau tidak, bukannya semakin dibenci justru dirindu kehadirannya. Rentetan permasalahan negeri membuat umat gerah dengan sistem kapitalisme sekuler yang tegak hari ini. Wajarlah, jika umat berbondong-bondong mencari tahu dakwah Khilafah, bahkan malah menawarkan solusi Khilafah. Dakwah Khilafah adalah seruan yang diperintahkan Allah Swt. Adapun mendakwahkan Khilafah adalah mahkota kewajiban, karena dengan hadirnya institusi Khilafah, seluruh syariat Islam mampu diterapkan dalam segala aspek kehidupan dan kesejahteraan rakyat akan dirasakan. Wallahu'alam[]


Photo : Pinterest

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Kontributor NarasiPost.Com Dan Pegiat Pena Banua
Ahsani Annajma Kontributor NarasiPost.Com
Previous
Manuver Diplomatik Cina di Kepulauan Pasifik
Next
Solusi Islam Atasi Kiamat Honorer
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram