Jeratan UU Cilaka Berimbas Wabah PMK

"Idealisme menerbitkan kebijakan yang pro rakyat acap kali harus kalah oleh kepentingan para kapitalis. Lagi-lagi masyarakat harus dikorbankan untuk memenuhi nafsu rezim oligarki dengan jeratan tuntutan pasar bebas yang mengekang. Bahkan bukan tidak mungkin, dengan adanya wabah ini pemerintah dengan mudah semakin menggalakkan investasi asing dalam pembukaan peternakan dan membuka selebar-lebarnya keran impor, dengan dalih memenuhi kebutuhan pasar."

Oleh. Asyifa’un Nisa
(Pegiat Literasi dan Mahasiswa Pascasarjana)

NarasiPost.Com- Peternak sapi di Indonesia sedang diterpa kekawatiran dan badai kerugian, pasalnya wabah penyakit mulut dan kuku (PMK) yang dianggap mematikan ternak mereka sedang mewabah meluas diseluruh penjuru Indonesia. Dikutip dari katadata.co.id (22/06), hingga Senin 20 Juni 2022 telah tercatat 211.034 ekor ternak yang terinfeksi. Dari jumlah tersebut, 66.582 ekor sudah dinyatakan sembuh, 1.888 ekor dipotong bersyarat, dan 1.222 ekor mati. Padahal Indonesia sejak tahun 1986 telah dinyatakan bebas PMK, dan telah mendapat pengakuan dari Badan Kesehatan Hewan Dunia (OIE) pada 1990 sebagai salah satu dari 67 negara yang bebas PMK tanpa vaksinasi. Namun, sangat disayangkan capaian bebas PMK ini justru berakhir di tahun 2022 akibat dari terbukanya keran impor sapi dan daging sapi secara besar-besaran. Bahkan berdasarkan data BPS yang terlampir, terjadi peningkatan impor yang begitu signifikan setiap tahunnya.

Hal ini tentu tidak terlepas dari pengesahan UU Cilaka yang secara otomatis mengubah empat undang-undang, yang salah satunya adalah UU No. 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan. Perubahan ini terjadi sebagai hasil ratifikasi akibat kekalahan Indonesia dalam melawan gugatan dari Amerika Serikat, Selandia Baru dan Brasil. Keempat UU itu mendapat gugatan karena dinilai menghambat produk ekspor mereka ke Indonesia. Dengan kata lain, setelah perubahan empat UU tersebut menjadi UU Cilaka, maka secara otomatis keran impor pangan dari berbagai negara akan terbuka selebar-lebarnya. Selain itu, impor pangan juga sudah dilegitimasi dalam UU Cilaka sebagai sumber pangan untuk pemenuhan kebutuhan dalam negeri. Mirisnya lagi, impor pangan yang semakin dibuka lebar tidak dibarengi dengan jaminan keamanan pangan yang diperkuat. Bahkan yang terjadi adalah adanya penghapusan ketentuan keamanan pangan impor, seperti contohnya penghapusan pasal 87 UU Pangan tentang ketentuan pangan harus lulus uji laboratorium sebelum diedarkan. Hal ini pun menjadi penyebab utama meluasnya wabah PMK yang menyerang hampir seluruh daerah di Indonesia.

Kementan memperkirakan kerugian yang dialami peternak hingga pemerintah akibat penyebaran PMK ini dapat mencapai Rp9,9 triliun per tahun. Kerugian ini dihitung dari penurunan produksi, kematian ternak, serta pelarangan atau pembatasan ekspor produk ternak dan turunannya.

Bagai jatuh tertimpa tangga, itulah kiranya perumpamaan yang tepat untuk menggambarkan kondisi Indonesia saat ini. UU Cilaka yang digadang-gadang mampu menjadi solusi, nyatanya berujung pada banyaknya masalah dan kerugian yang harus ditanggung masyarakat. Sebagai salah satu komoditas pangan yang strategis, angka konsumsi daging sapi yang senantiasa mengalami peningkatan setiap tahun tentu membutuhkan dukungan dari segi permodalan dan perkembangan teknologi. Pemerintah seharusnya meningkatkan sarana-prasarana, permodalan, edukasi, hingga teknologi bagi para peternak untuk mendongkrak pertumbuhan produksi sapi lokal, dan sekaligus juga menurunkan volume impor sapi.

Sayangnya, idealisme menerbitkan kebijakan yang pro rakyat acap kali harus kalah oleh kepentingan para kapitalis. Lagi-lagi masyarakat harus dikorbankan untuk memenuhi nafsu rezim oligarki dengan jeratan tuntutan pasar bebas yang mengekang. Padahal pemerintah seharusnya memberikan kebijakan yang mampu meningkatkan kesejahteraan dan menyolusikan problematika yang menggunung di tengah masyarakat, bukan malah kebijakan bak bumerang yang menghancurkan. Bahkan bukan tidak mungkin, dengan adanya wabah ini pemerintah dengan mudah semakin menggalakkan investasi asing dalam pembukaan peternakan dan membuka selebar-lebarnya keran impor, dengan dalih memenuhi kebutuhan pasar.

Inilah paradigma yang salah dalam sistem kapitalis yang diterapkan hari ini, pemerintah hanya bertindak sebagai regulator yang membiarkan masyarakat beradu kuat dengan para kapitalis. Padahal, Rasulullah saw. bersabda, “Ya Allah, siapa yang mengemban tugas mengurusi umatku kemudian ia menyusahkan mereka, maka susahkanlah ia; dan siapa yang mengemban tugas mengurusi umatku dan memudahkan mereka, maka mudahkanlah ia.” (HR. Muslim dan Ahmad)

Hal ini pastinya sangat berbeda dengan sistem pemerintahan yang menerapkan syariat Islam, yakni Khilafah Islamiah. Seorang Khalifah wajib mengatur secara jelas dan tegas bagaimana sistem perdagangan dan pengaturan ekspor-impor beserta negara yang terlibat. Ketundukkan negara bukan pada lembaga-lembaga buatan Barat seperti WTO, tetapi semata tunduk pada penerapan syariat. Khalifah akan menerapkan proteksionisme yang berbeda dengan cara pandang kapitalis hari ini, contohnya kebijakan ekspor-impor dilakukan tidak hanya untuk stabilitas ekonomi melainkan untuk aktivitas dakwah dan stabilitas politik. Sehingga Khalifah memiliki standar jelas tentang negara mana saja yang bisa melakukan perdagangan ekspor-impor dengan kekhilafahan, yakni negara kafir yang telah memiliki perjanjian (mu’ahid) dan negara kafir yang meminta perlindungan.

Khalifah juga akan menjunjung tinggi prinsip kesetaraan dan keadilan dalam melakukan tarif impor. Dan yang paling penting adalah kebijakan ekspor-impor ini dilakukan sepenuhnya di bawah pengawasan negara dengan sistem one gate, bukan korporasi sebagaimana hari ini. Karena korporasi akan senantiasa berorientasi pada keuntungan, sedangkan negara akan berorientasi pada kemaslahatan masyarakat. Dengan kebijakan ini tentunya akan semakin meningkatkan jaminan proteksi terhadap barang yang masuk dan keluar dari wilayah kekhilafahan.

Dalam hal peningkatan produksi, khalifah akan memperhatikan dengan serius penanganan dari hulu hingga hilir. Khalifah akan memerintahkan Diwan ‘Atha (biro subsidi) dari Baitulmal untuk menjamin semua kebutuhan para petani dan peternak baik dari segi permodalan, teknologi, teknik budidaya, obat-obatan, research hingga pemasaran. Negara juga akan menjamin keseimbangan harga-harga bahan pangan agar tidak menyengsarakan rakyat ataupun menyulitkan peternak dan petani. Seperti yang pernah dilakukan Khalifah Umar bin Khattab Ketika terjadi musim paceklik di Madinah, beliau mengimpor bahan makanan dari wilayah lain untuk mencukupi kebutuhan masyarakat Madinah. Beliau mengirim surat kepada Abu Musa r.a. di Bashrah yang isinya: “Bantulah umat Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam! Mereka hampir binasa.” Beliau juga mengirim surat kepada ‘Amru bin Al-‘Ash r.a. di Mesir. Kedua gubernur ini mengirimkan bantuan ke Madinah dalam jumlah besar, terdiri dari makanan dan bahan pokok berupa gandum. ( At-Thabaqâtul-Kubra karya Ibnu Sa’ad, juz 3 hal. 310-317)

Oleh karenanya, solusi yang seharusnya dihadirkan untuk berbagai masalah hari ini tidak cukup dengan solusi semu dari kebijakan tambal-sulam, tapi butuh adanya perubahan sistem menuju sistem Islam yang rahmatan lil alamin, yakni penerapan Khilafah Islamiyyaah.

Hadanallah waiyyakum, Wallahu a’lam bishawwab[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Kontributor NarasiPost.Com Dan Pegiat Pena Banua
Asyifa'un Nisa Kontributor NarasiPost.com
Previous
Cerdas Menjalani Kehidupan Bersama Al-Qur'an
Next
Menjamurnya Pergaulan Bebas, Syariat Islam Perlu Diterapkan
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram