"Kecaman dan kutukan adalah dua hal yang selama ini terus dilakukan oleh penguasa di negeri-negeri Islam kala Rasulullah saw dihina. Namun, faktanya islamofobia terhadap Islam terus terjadi dan belum juga menemui titik henti. Ya, kecaman dan kutukan sering kali diucapkan, tetapi tanpa aksi nyata. Tidak heran, jika islamofobia makin kronis dan menyebar luas, termasuk di India."
Oleh. Dewi Fitratul Hasanah
(Pegiat Literasi Islami dan Kontributor NarasiPost.com)
NarasiPost.com- Islamofobia kronis, tak salah bila dua kata itu disematkan kepada India. Sebab faktanya Itulah yang tengah terjadi di India. Setelah sejarah panjang persekusi, penyiksaan, pembunuhan, hingga upaya genosida yang menimpa umat muslim di India. Kini, tuan dan nyonya politisi di negeri itu kembali mencoreng arang di wajah umat Islam dengan melakukan penghinaan terhadap Baginda Nabi saw.
Adalah Nupur Sharma, Juru Bicara Nasional Partai Bharatiya Janata (BJP), dan Delhi Naveen Kumar Jindal, Kepala Operasi Media BJP, yang dengan jumawa melontarkan penghinaan terhadap Rasulullah saw dan sang istri, Aisyah r.a. Penghinaan kepada Rasullulah saw. tersebut dilayangkan dalam sebuah acara debat di stasiun televisi. Disusul Jindal yang mencuit pesan di akun Twitter-nya dengan nada penghinaan serupa. (CNNIndonesia.com, 6/6/2022)
Tak pelak, pernyataan kedua politisi itu pun memantik protes dan tuntutan. Bentrok pun tak terhindarkan. Belakangan diketahui, umat muslim di India awalnya protes dengan cara berdemo,membentangkan spanduk dan berorasi menyampaikan luka di hati. Akan tetapi, mereka dipancing agar melakukan tindakan kasar.
Pihak Hindustan yang pro partai tersebut terus berkoar-koar menghina dengan kata-kata yang tidak pantas dan sangat kasar. Seperti yang Hindustan inginkan, umat muslim pun berhasil tersulut oleh api yang sengaja disambarkan untuk kemarahan. Umat muslim India pun terperangkap dalam jebakan. Walhasil, mereka pun dituduh anarkis dan biang kerok terjadinya bentrok. Umat muslim di India difitnah dengan narasi tersebut lewat stasiun televisi dan media.
Meskipun demikian, penghinaan tersebut pun tak membatalkan kecaman dan pemboikotan produk India yang diserukan oleh umat Islam sedunia. Telah menjadi rahasia umum dan tak disangsikan, kebencian Hindustan India kepada umat muslim India telah mengemuka seantero dunia sejak lama. Mulai dari rakyat jelata hingga penguasanya, membenci dengan berbagai cara hingga tak lagi ragu dan malu menampakkan kebenciannya.
Merespons penghinaan tersebut, Indonesia, melalui Kemenlu telah memanggil Duta Besar India di Jakarta. Kemenlu pun merilis pernyataannya tentang kutukan keras terhadap dua politisi India di akun Twitter resminya pada Senin malam (6/6). (CNNIndonesia.com, 7/6/2022). Begitu pula dengan negara-negara tetangga dan Timur Tengah, seperti Pakistan, Arab Saudi, Kuwait, dan Qatar yang juga turut menegaskan kecamannya.
Kecaman dan kutukan adalah dua hal yang selama ini terus dilakukan oleh penguasa di negeri-negeri Islam kala Rasulullah saw dihina. Namun, faktanya islamofobia terhadap Islam terus terjadi dan belum juga menemui titik henti. Ya, kecaman dan kutukan sering kali diucapkan, tetapi tanpa aksi nyata. Tidak heran, jika islamofobia makin kronis dan menyebar luas, termasuk di India. Kecaman-kecaman tersebut ditanggapi bak angin lalu saja. Lebih-lebih kedua politisi India penghina Baginda Nabi saw tersebut hanya mendapatkan hukuman skorsing dan dikeluarkan dari partainya. Jelas hukuman itu amatlah sepele dan ringan.
Dapat dipastikan, hukuman tersebut tidak akan membuat efek jera bagi mereka untuk melakukan penghinaan terhadap Baginda Rasulullah saw dan terhadap Islam. Karenanya, umat muslim perlu menunjukkan sikap tegasnya berikut aksi nyatanya. Umat muslim butuh perisai atau pelindung sekaligus pemersatu umat muslim sedunia, yakni seorang pemimpin yang sangat mencintai Allah dan Rasul-Nya melebihi kecintaanya terhadap lainnya.
Pemimpin itu adalah Khalifah yang siap membela Islam. Sebagaimana Sultan Abdul Hamid ll saat Prancis dikabarkan menggelar teater yang menokohkan Nabi Muhammad saw. Saat itu beliau sangat marah dan memberikan peringatan keras kepada Prancis untuk menghentikan pertunjukan. Seketika itu pun kabar mengenai pagelaran teater dibatalkan. Prancis sadar bahwa Sultan Abdul Hamid II adalah pemimpin kaum muslim yang tegas menerapkan seluruh hukum-hukum Islam, termasuk hukuman bagi para penghina Islam. Prancis pun tentu takut disanksi hukuman mati bila tetap ngeyel menggelar pertunjukan yang melecehkan Rasullulah.
Ibnu Taimiyyah rahimahullah menyampaikan dalam Sharimul Maslul ;
“Orang yang mencela Nabi saw., baik muslim atau kafir, ia wajib dibunuh. Ini adalah mazhab mayoritas ulama. Ibnu Munzir mengatakan [bahwa] mayoritas ulama sepakat hukuman bagi pencela Nabi saw. adalah dibunuh. Di antara yang berpendapat demikian adalah Malik, AlLaits, Ahmad, Ishaq, dan ini juga merupakan pendapat mazhab Syafii. Ibnul Munzir juga berkata, ‘… dan diriwayatkan dari An Nu’man bahwa ia berpendapat pencela Nabi (jika kafir zimi) tidak dibunuh, karena justru mereka sudah memiliki hal yang lebih parah, yaitu kemusyrikan.’.”
Hukuman di dalam Islam sangat tegas dan jelas menimbulkan efek jera. Sehingga tidak akan ada lagi yang berani melakukan penghinaan serupa. Dengan begitu, islamofobia akan sirna. Saatnya kita beraksi, berdakwah menyerukan urgensi keberadaan Khilafah yang dipimpin seorang khalifah ini kembali ada. Sebab bagaimanapun, islamofobia tak cukup diakhiri dengan kecaman dan pemboikotan saja.
Wallahu'alambishawab.[]