Honorer Lenyap, Muncul Outsourcing, Yakin Membawa Kesejahteraan?

"Sedikit sekali yang memedulikan kesejahteraan pekerjanya. Apalagi hal ini didukung oleh pemerintah dengan menyediakan UU Cipta Kerja yang semakin menyandera kesejahteraan para pekerja."

Oleh. Dia Dwi Arista
(Tim Redaksi NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Selama ini, status tenaga honorer seringnya tanpa kejelasan pasti. Ada yang menjalani status honorer beberapa tahun, belasan, hingga puluhan. Bahkan selama hidupnya menjadi tenaga honorer tanpa kejelasan kapan diangkat menjadi ASN pun ada. Kondisi ini yang kemudian sering menjadi pemicu demo para honorer. Mereka menuntut kejelasan nasib dan kesejahteraan selama mengabdi pada pemerintah.

Sebab, selama menjadi honorer, gaji yang mereka terima setiap bulannya jauh dari kata layak. Banyaknya honorer di negeri ini tak ayal menjadi beban pemikiran pemerintah. Hingga saat ini, akhirnya masalah honorer mendapat perhatian dengan adanya surat edaran pemerintah. Namun, apakah aturan baru yang terdapat dalam surat tersebut mampu mengantarkan pada kesejahteraan?

Surat Edaran

Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Tjahyo Kumolo, menerbitkan surat bernomor B/185/M.SM.02.03/2022 yang akhirnya diundangkan pada 31 Mei 2022, mengenai penghapusan tenaga honorer pada 28 November 2023. Dalam aturan baru ini, menyatakan jika ASN (Aparatur Sipil Negara) terdiri dari PNS (Pegawai Negeri Sipil) dan PPPK (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja).

Pun dalam PP no. 49 Tahun 2018, telah dijelaskan pada pasal 96 ayat (1): Bahwa PPK dilarang mengangkat pegawai non-PNS atau non-PPPK untuk mengisi jabatan ASN. Sedangkan pada ayat (2) menyatakan bahwa larangan ini juga berlaku pada pejabat lain di lingkungan instansi pemerintah yang telah melakukan pengangkatan pegawai non-PNS dan non-PPPK. Jika diketahui instansi tersebut mempekerjakan pegawai non-PNS dan non-PPPK maka mereka akan mendapat sanksi. ( m.liputan6.com, 2/6/2022)

Dalam edaran ini juga muncul kebijakan outsourcing (alih daya) bagi pegawai honorer yang tidak diterima dalam tes masuk PNS maupun PPPK. Perusahaan alih daya, menjadi pihak ketiga antara pekerja dan perusahaan. Perusahaan ini nantinya yang akan menampung dan membekali calon pekerjanya.

Munculnya Outsourcing

Adanya surat edaran tersebut melambungkan sekaligus mengempaskan asa bagi honorer. Bagaimana tidak? impian honorer bisa masuk menjadi pegawai ASN akan segera terlaksana. Namun sayangnya, surat edaran ini juga menyisakan kekhawatiran. Sebab, para honorer harus berkompetisi dengan honorer lainnya untuk mendapat jatah duduk di kursi ASN. Apalagi bagi honorer yang sudah tidak muda, mereka harus melawan honorer fresh graduate yang lebih terampil dan familier dengan teknologi.

Adanya alih daya (outsourcing) sebenarnya juga tak menyelesaikan masalah bagi honorer. Sebab, tak semua pekerja honorer bisa terserap oleh perusahaan outsourcing. Selain itu, perusahaan alih daya hanyalah berperan sebagai penyedia jasa, tanpa memberikan jaminan apa pun kepada pekerja. Pekerja yang ikut pada perusahaan outsourcing memiliki beberapa kemungkinan kerugian, di antaranya:

  1. Pekerja tidak mempunyai jenjang karir yang jelas.
  2. Pekerja tidak diberi tunjangan pekerja, sebagaimana pekerja tetap di perusahaan lain.
  3. Gaji yang didapat pekerja, akan dipotong terlebih dahulu oleh perusahaan outsourcing.
  4. Nol kesejahteraan bagi pekerja outsourcing.
  5. Pekerja akan terjebak pada perjanjian kerja tanpa kejelasan waktu.
  6. Pekerja rentan di-PHK.

Selain itu, pastilah pihak outsourcing pun mencari pekerja yang masih memiliki stamina yang bagus, serta kemampuan yang memadai. Lalu bagaimana nasib pekerja honorer yang tak lagi muda? atau bahkan pekerja honorer yang belum mampu masuk di ASN atau perusahaan alih daya?

Jangan Sampai Pengangguran Meningkat

Nyatanya, adanya surat edaran tak membawa masalah honorer pada solusi paripurna. Namun, surat ini hanya melebarkan masalah yang ada. Ketua perkumpulan honorer K2 Indonesia, Sahirudin Anto, menyatakan bahwa penghapusan tenaga honorer mulai tahun depan bagai menjatuhkan bom molotov. Membumihanguskan cita dan asa honorer yang mengabdi selama belasan hingga puluhan tahun untuk dapat menjadi ASN. Ia juga menyatakan bahwa surat edaran ini adalah bukti bahwa pemerintah gagal memanajemen dan menyejahterakan honorer. (m.liputan6.com, 2/6/2022)

Setali tiga uang, Ketua MPR, Bambang Soesatyo, yang akrab di sapa Bamsoet, mengatakan agar pemerintah lebih berhati-hati dalam memetakan pekerja. Terlebih tenaga honorer sudah lama mengabdi pada pemerintah, dan banyak berkontribusi pada pekerjaannya pada setiap instansi. Ia juga meminta agar pemerintah memberikan pendampingan dan kesempatan agar para honorer dapat mengikuti tes CPNS dan PPPK.

Adanya surat edaran ini, menjadikan kesempatan bekerja semakin sedikit, hingga menimbulkan kekhawatiran munculnya banyak pengangguran.

Akankah Sejahtera?

Jika definisi sejahtera adalah tercukupinya semua kebutuhan hidup, maka bisa dikatakan bahwa rakyat Indonesia mayoritas belum mendapatkan kesejahteraan. Sebab sejahtera tak hanya bisa diukur dari gaji berdasarkan UMR. Namun terpenuhinya kebutuhan pokok, yakni sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan, dan keamanan.

Andaikan mantan tenaga honorer masuk menjadi ASN pun, belum tentu bisa naik golongan dengan gaji yang tinggi, meski nantinya terdapat kesempatan untuk naik pangkat. Apalagi tenaga outsourcing, bekerja tanpa adanya jaminan apa-apa. Tak ada kenaikan pangkat, maupun jaminan kesehatan dan uang pesangon. Maka jelas, kesejahteraan yang selama ini diimpikan oleh para honorer masih jauh untuk dicapai.

Inilah gambaran kehidupan dalam kapitalisme. Pekerja layaknya sapi perah. Mereka diperas tenaganya, namun minim gaji dan jaminan. Sebab, perusahaan hanya memikirkan keuntungan. Sedikit sekali yang memedulikan kesejahteraan pekerjanya. Apalagi hal ini didukung oleh pemerintah dengan menyediakan UU Cipta Kerja yang semakin menyandera kesejahteraan para pekerja.

Ditambah pemerintah pun juga memiliki pandangan yang sama dengan perusahaan, yakni profit. Sebab, banyaknya jumlah tenaga honorer tentu akan membebani APBD (Anggaran Pendapatan Belanja Daerah). Dengan menghapus tenaga honorer, maka pembelanjaan anggaran daerah bisa diminimalisasi. Lengkap sudah nasib rakyat yang bernaung di negara kapitalis.

Negara Menjamin Rakyatnya Bekerja

Kewajiban negara Islam adalah memastikan kesejahteraan rakyat. Dalam hal ini, bekerjanya seorang kepala rumah tangga akan sangat memengaruhi tingkat kesejahteraan. Maka, mau tak mau seorang lelaki harus bekerja. Kondisi ini juga dituntut oleh Islam, yakni Islam mewajibkan para lelaki untuk bekerja menafkahi tanggungannya.

Kewajiban ini akhirnya menuntut negara agar menyediakan lapangan pekerjaan yang cukup bagi rakyatnya. Nabi shallalaahu 'alaihi wasallam sebagai kepala negara pernah menemukan seorang Anshar datang kepada beliau untuk meminta-minta. Namun, Rasulullah tak serta merta memberikan apa yang diminta oleh orang Anshar tersebut. Beliau pun bertanya kepada orang tersebut apakah ia memiliki sesuatu?

Orang Anshar itu pun menjawab bahwa ia hanya memiliki kain kasar dan satu gelas saja. Setelah mendengar penuturan tersebut, Rasulullah pun memintanya untuk membawa dua barang tersebut kepada beliau. Ketika dua barang itu sudah di tangan rasul, beliau menawarkannya pada para sahabat. Akhirnya terjuallah dua barang tersebut dengan dua dirham.

Dari dua dirham itu, Rasulullah meminta kepada lelaki Anshar tersebut untuk membelikan makanan seharga satu dirham untuk keluarganya. Dan memintanya membeli kapak dengan satu dirham yang tersisa. Dengan kapak tersebut, rasul memintanya untuk membelah kayu bakar dan menjualnya. Beliau juga meminta agar lelaki Anshar tadi kembali dalam 15 hari. Maka lelaki Anshar itu pun pergi melaksanakan perintah rasul. Selama 15 hari ia baru kembali dan membawa 10 dirham, dan cukup untuk membeli makanan, pakaian, dan kebutuhan lain. Rasul pun berkata, "Ini lebih baik bagimu dari pada meminta-minta."

Dari kisah di atas, maka wajib bagi negara untuk menyediakan lapangan pekerjaan yang makruf bagi rakyatnya. Yang dengan pendapatannya dapat mencukupi kebutuhan keluarga mereka. Pun, negara juga wajib memenuhi kebutuhan pokok lainnya seperti kesehatan, pendidikan, dan keamanan bagi rakyatnya. Yang ketiganya merupakan kebutuhan yang sifatnya membutuhkan banyak pengeluaran.

Negara akan mendapat pembiayaan dari harta milik umum dan harta milik negara. Seperti ganimah, jizyah, kharaj, zakat, serta hasil pengelolaan sumber daya alam lainnya. Namun, andaikan terdapat kondisi kekosongan kas negara, maka negara berhak menarik pajak yang bersifat sementara dari para aghniya' (orang kaya). Ketika harta yang terkumpul telah memenuhi kekosongan kas, negara wajib menghentikan pengambilan dharibah (pajak) tersebut.

Dibolehkan bagi masyarakat untuk bekerja pada pihak swasta, asalkan akadnya terpenuhi dengan baik. Dan tidak ada penundaan dalam pembayaran gaji, atau sesuai dengan kesepakatan awal antar kedua belah pihak (pekerja dan pengupah). Dalam hal ini Nabi saw. pernah bersabda yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari, " Allah Swt. berfirman: Ada tiga orang yang Aku musuhi pada hari kiamat nanti, seseorang yang bersumpah untuk memberi atas nama-Ku, lalu ia mengabaikannya. Seseorang yang menjual orang merdeka (bukan budak), lalu menikmati hasil penjualannya. Seseorang yang mengontrak pekerja, lalu pekerja tersebjt menunaikan transaksinya, sedangkan ia tidak memberikan upahnya."

Berkaitan dengan tunjangan juga menjadi kesepakan awal bagi keduanya. Sedangkan masalah jaminan kesehatan bukanlah kewajiban dari musta'jir, namun tetap menjadi tanggung jawab dari negara.

Bedanya dengan negara kapitalis, jaminan kesehatan dan hari tua dilimpahkan kepada perusahaan. Sedangkan perusahaan sendiri lebih condong pada profit. Hingga kemudian dibuatlah jalan tengah oleh pemerintah, yakni dengan disahkannya UU Cipta Kerja, yang salah satunya meniadakan jaminan kesehatan ini dari perusahaan yang bergerak dalam bidang outsourcing.

Demikianlah perbedaan kedua negara yang menganut sistem Islam dan kapitalisme dalam memandang pekerja. Satunya memandang pekerja sebagai sapi perah, sedangkan yang lain tetap memandang pekerja sebagai seorang pekerja yang hanya diambil manfaatnya (jasanya), untuk ditukar dengan harta yang sesuai dengan tenaga yang dikeluarkan oleh pekerja. Jadi, menurut Anda manakah sistem yang paling memanusiakan manusia? Allahu a'lam[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Tim Redaksi NarasiPost.Com
Dia Dwi Arista Tim Redaksi NarasiPost.Com
Previous
Koalisi, Akankah Rakyat (Kembali) Gigit Jari?
Next
Milenial Negara Maju Memilih Menjomlo, Ini Alasannya!
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram