Utang Luar Negeri, Warisan Pahit bagi Generasi

"Membengkaknya hutang pemerintah baik hutang luar negeri maupun hutang dalam negeri hampir mendekati lampu merah dan perkiraan utang negara di akhir periode akan mewariskan lebih dari 10.000 triliun kepada presiden berikutnya"


Oleh. Isty Da'iyah

NarasiPost.Com-Utang pemerintah hingga saat ini masih menjadi persoalan besar. Apalagi dampak pendemi yang berkepanjangan, membuat pemerintah seakan kehabisan cara untuk menambah pemasukan negara. Selain itu, lemahnya kemampuan pemerintah dalam mencari pemasukan kas negara menjadikan pemerintah terus menarik pembiayaan melalui utang.

Seperti dilansir dari detik.com (7/6/21), utang pemerintah pusat membengkak pada periode bulan April menjadi Rp6.527,29 triliun. Jumlah ini bertambah Rp82,22 triliun, dari akhir bulan sebelumnya yang sebesar Rp6.445,07 triliun, dengan jumlah itu rasio utang pemerintah mencapai 41,18% terhadap PBD (produk domestik bruto).

Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Tauhid Ahmad juga mengungkap bahwa membengkaknya utang pemerintah merupakan tanda lampu kuning menuju lampu merah. "Penambahan ini lumayan mengkhawatirkan dan membahayakan. Karena memang, walaupun batas utang adalah 60% PDB, namun ini sudah 41,18%, sudah lampu kuning mendekati lampu merah. Biasanya kan kita aman di bawah 30%, sekarang sudah 41,18% per data april 2021," ungkapnya. (detikfinance 6/6/21)

Sementara itu, menurut ekonom Indef (Institut for Development of Ekonomic and Finance), Didik J Rachbini, menilai bahwa utang BUMN perbankan dan nonperbankan jika terjadi gagal bayar akan mencapai Rp2.144 triliun yang akan ditanggung oleh negara. Sehingga perkiraan utang negara di akhir periode akan mewariskan lebih dari 10.000 triliun kepada presiden berikutnya. (GELORA.Co 5/6/21)

Terus membengkaknya utang, baik utang luar negeri atau utang dalam negeri sebenarnya akan membebani pembayaran cicilan pokok dan bunga yang makin tinggi. Ini sangat mengkhawatirkan karena utang pemerintah telah mencapai rasio lebih dari 41%. Dengan angka sebesar itu, pembayaran cicilan pokok dan bunga utang menjadi salah satu alokasi terbesar dalam APBN.

Karena makin besar jumlah utang, jumlah kas negara yang tersedot untuk membayar cicilan utang juga semakin besar. Yang akan berakibat pada kapasitas APBN untuk pembangunan dan peningkatan kesejahteraan rakyat semakin terbatas.

Bahaya Utang

Dalam sistem kapitalis sekuler saat ini, yang mana agama dipisahkan dari berbagai sendi kehidupan, utang dan riba dipandang sebagai hal yang biasa saja. Karena dalam sistem kapitalis, asas yang dipakai bukan asas halal dan haram, melainkan asas manfaat dan materi semata.

Padahal utang akan memberi dampak yang besar pada perekonomian dan kehidupan rakyat secara umun, yang berefek pada tingkat kesejahteraan rakyat di dalam negeri. Akibat lainya yang tidak kalah berbahaya adalah ketika utang luar negeri makin besar, maka uang yang dibayarkan untuk membayar utang tersebut juga semakin besar, baik utang pokok dan bunga utang tersebut. Hal ini jelas akan berdampak pada keuangan negara, sehingga banyak sekali subsidi yang harus ditiadakan untuk rakyatnya. Sebagai contoh dihilangkanya subsidi listrik, bahan bakar minyak dan lain sebagainya. Belum lagi, untuk menggenjot pemasukan negara biasanya akan ada kenaikan pajak yang otomatis akan menambah daftar panjang beban rakyat.

Selain akibat di atas, karena utang tersebut berasal dari luar negeri maka kebutuhan akan adanya kurs mata uang asing, khususnya dolar akan semakin tinggi. Hal ini akan mengakibatkan kurs rupiah akan menurun.

Selain faktor kekhawatiran akan ketidakmampuan untuk membayar utang, eksistensi tenaga kerja anak negeri juga akan tergadai. Hal ini bisa terjadi jika utang berupa model pembiayaan infrastruktur yang disertai perjanjian merugikan dalam jangka panjang. Risiko ini sangat membahayakan bagi generasi berikutnya karena utang riba bisa membangkrutkan suatu negeri.

Oleh karena itu, dari sini dapat kita simpulkan bahwa ekonomi yang dibangun di atas pondasi riba tidak akan stabil. Akibatnya ekonomi menjadi goyah dan akan jatuh pada krisis. Sehingga kesejahteraan, kemakmuran serta kehidupan yang tenteram akan jauh dari harapan.

Jadi, sudah seharusnya pemerintah melepaskan ketergantungannya pada pembiayaan yang berasal dari utang riba. Selain mencekik, utang yang sarat dengan riba justru akan mengancam kedaulatan negara.

Utang dalam Pandangan Islam

Islam dengan seperangkat aturannya datang untuk mengatur segala aktivitas umat manusia di dunia. Dengan sistem yang komprehensif, Islam memberi solusi bagi umat manusia. Termasuk di dalamnya bagaimana hukum utang jika ditinjau dari hukum syariat.

Dalam Islam utang yang disertai riba itu hukumnya haram, karena keberadaan riba akan memunculkan risiko terbesar, yaitu azab Allah Swt. Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh al- Hakim, al-Baihaqi dan ath-Thabrani Rasul Saw bersabda : "Jika zina dan riba telah tersebar luas di satu negeri, sungguh penduduk negeri itu telah menghalalkan azab Allah bagi diri mereka sendiri. "

Islam mengharamkan transaksi riba, karena riba merupakan transaksi batil dan mengundang azab.

Alasannya, pemilik modal, baik individu, institusi (bank) bahkan negara bisa mendapatkan pendapatan secara pasti tanpa harus menanggung risiko, sedangkan pihak yang meminjam harus membayar bunga walau menanggung kerugian dari manfaat uang yang dipinjam tersebut.

Dalam surat Al-Baqarah (2) ayat 275, Allah Swt sudah memberi peringatan tentang keharaman riba, yang artinya:
"Orang-orang yang mengambil riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan lantaran (tekanan) penyakit gila. "

Walaupun syariat Islam memperbolehkan utang, namun tidak dengan riba. Negara boleh melakukan pinjaman, ketika negara benar-benar dalam keadaan krisis. Hal ini boleh dilakukan dengan syarat dan ketentuan yang sesuai dengan syariat. Tentunya dengan syarat dan ketentuan yang sesuai dengan hukum Islam, yang tidak merugikan negara.

Dalam sistem Islam, pembangunan yang dilakukan oleh negara tidak bergantung pada utang. Karena Islam mempunyai sistem ekonomi yang sahih. Semua kegiatan ekonomi bersandar pada hukum Allah Swt.

Sumber-sumber pemasukan negara sudah jelas, yaitu berasal dari harta kepemilikan umum dan harta milik negara. Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Ahmad Rasulullah Saw bersabda: "Kaum muslim berserikat dalam 3 perkara, yaitu padang rumput, air, dan api"

Harta kepemilikan umum ini akan dikelola oleh negara dan manfaatnya akan dikembalikan untuk kesejahteraaan warga negara. Negara dalam sistem Islam, mengelola sumber daya alam yang dimiliki tanpa menyerahkannya kepada swasta atau bahkan asing. Dengan kas negara yang memadai negara bisa menjamin setiap rakyatnya tercukupi kebutuhan sandang, pangan dan papannya. Serta jaminan kebutuhan pokok lainya seperti pendidikan, kesehatan, dan lain sebagainya.

Mekanisme sistem ekonomi yang sesuai dengan syariat ini, pernah dirasakan dalam masa kekhilafahan Abasiyah, yaitu di masa pemerintahan yang dipimpin oleh Khalifah Umar bin Abdul Aziz. Pada masa itu, uang kas negara atau Baitul mal dalam keadaan surplus, bahkan untuk menyalurkan zakat pun sulit mendapatkan rakyat yang kekurangan.

Demikianlah gambaran sistem Islam yang diterapkan dalam sebuah institusi, segala sesuatunya berlandaskan pada aturan Allah Swt. Tidakkah kita merindukan sistem seperti ini?Sebuah sistem yang apabila diterapkan akan membawa rahmat ke seluruh alam.

Oleh sebab itu, sudah saatnya, umat Islam menyadari betapa pentingnya penerapan Islam secara kafah di segala aspek kehidupan agar terwujud sebuah institusi pemerintahan yang makmur, sejahtera, maju, dan berada dalam keridaan Allah Swt.

Walau'alam bishowab[]


photo : Google

Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Previous
Pembentukan Komponen Cadangan (Komcad) Memantik Indonesia Berdarah-darah
Next
Ibadah Haji dan Syiar Islam adalah Amanah Negara
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram