Tes Wawasan Kebangsaan KPK, Siapa yang Diuntungkan?

"Perlahan namun pasti KPK menuju titik nadir dengan berbagai upaya melemahkannya salah satunya dengan adanya TWK. Benarkah itu??"


Oleh. Nina Marlina, A.Md
(Muslimah Peduli Umat)

NarasiPost.Com-Dikutip dari Kompas.com, (30/05/2021), Presiden PKS, Ahmad Syaikhu menyatakan 51 pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) disingkirkan atas nama Tes wawasan kebangsaan (TWK) dan kecintaan terhadap NKRI. Menurutnya, dengan disingkirkannya para pejuang antikorupsi tersebut, nurani masyarakat tersakiti. Sebab, agenda pemberantasan korupsi kini dilemahkan. Padahal di saat yang sama, praktik korupsi oleh pejabat negara juga terus terjadi. Contohnya, kasus korupsi bantuan sosial (bansos) yang menjerat mantan Menteri Sosial, Juliari P Batubara. Padahal, bansos tersebut seharusnya diperuntukkan bagi masyarakat yang terdampak pandemi Covid-19.

Sebagaimana diketahui, sebanyak 1.351 pegawai KPK telah melakukan Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) pada 18 Maret hingga 9 April 2021. Tes tersebut merupakan asesmen dalam proses alih status pegawai KPK menjadi aparatur sipil negara (ASN). Tes dilakukan dengan metode pemberian sejumlah pernyataan untuk dijawab dengan setuju atau tidak dan pertanyaan esai. Namun sejumlah pertanyaan yang diajukan dianggap irasional dan tidak relevan dengan isu pemberantasan korupsi. Seperti pernyataan, semua orang Cina sama saja, hak kaum homoseks harus tetap dipenuhi, serta soal esai tentang Habib Rizieq Shihab dan beberapa organisasi yang dianggap terlarang.

Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Sigit Riyanto, berpendapat TWK tidak dapat dijadikan syarat untuk mengangkat pegawai KPK menjadi ASN. Menurut dia, seharusnya proses alih status berjalan tanpa seleksi tertentu. Apalagi, kata Sigit, sejumlah pegawai KPK yang diberhentikan telah memiliki rekam jejak panjang dalam upaya penindakan maupun pencegahan korupsi. (Kompas.com, 17/05/2021)

Sudah tak terhitung banyaknya jumlah kasus korupsi di negeri ini. Seolah sudah biasa, bahkan menjadi budaya. Berbagai cara dan modus dilakukan untuk melakukan tindakan korup, mulai dari suap, gratifikasi, pungutan liar dan semacamnya. Sebagai lembaga khusus pemberantasan tindak pidana korupsi, tercatat berbagai prestasi yang telah dilakukan oleh lembaga KPK dalam mengungkap kasus korupsi kelas kakap. Mulai dari kasus suap M.Nazaruddin, korupsi Wisma Atlet, korupsi E-KTP senilai 2,3 triliun, dan kasus ekspor benih lobster oleh Edhy Prabowo (Menteri Kelautan dan Perikanan). Seiring berjalannya waktu dan terungkapnya kasus besar korupsi ini, berbagai cara pun dilakukan untuk melemahkan KPK. Tujuannya tentu agar kasus korupsi lain tak akan terungkap. Salah satunya dengan merevisi undang-undang KPK.

Begitu pun dengan tes wawasan kebangsaan ini diduga ada upaya untuk melemahkan KPK. Ini bisa terlihat dengan upaya memberhentikan pegawai yang berintegritas dan berprestasi dengan alasan tidak lolos tes. Bahkan dari 51 orang yang tidak lolos adalah para penyidik senior yang mengungkap kasus korupsi besar. Dengan diberhentikannya para pegawai atau penyidik KPK ini akan berakibat pada lambatnya pengusutan kasus-kasus korupsi besar.

Agenda ini amat berbahaya karena akan semakin menyuburkan korupsi. Para koruptor semakin bebas melakukan tindakan jahatnya. Alhasil rakyat lagi yang merugi. Kekayaan negara habis diambil oleh para penjahat berdasi.

Sistem kapitalisme dan demokrasi di negeri ini telah menimbulkan persekongkolan jahat antara pengusaha dan pejabat. Berbagai keputusan dan kebijakan negara banyak disetir oleh para pemilik modal demi memuluskan urusan dan bisnis mereka. Bermacam aturan dibuat atas nama rakyat namun ternyata menyesengsarakan rakyat.

Selain itu, sistem sekuler membuat negara jauh dari agama. Agama tak menjadi pedoman dalam bernegara. Halal dan haram bukan menjadi standar. Akan tetapi standarnya adalah manfaat atau materi. Semua akan dilakukan jika menghasilkan uang, tak peduli haram atau tidak.

Kita pasti sudah jengah dan geram dengan kondisi saat ini. Negara menjadi lemah dalam menangani dan menindak korupsi. Aturan yang ada bisa dibeli. Sanksi pun tak lagi membuat efek jera. Ini semua tentu akan berbeda jika sistem Islam diterapkan dalam negara. Sistem Islam yang diterapkan secara komprehensif dalam negara akan menindak tegas para koruptor.

Pertama, perekrutan pegawai atau pengangkatan pejabat menetapkan ketakwaan sebagai syarat utama, juga kemampuan dan profesionalitas. Kedua, pemberian gaji yang layak atau cukup. Tujuannya agar mereka tidak berkhianat dan berbuat curang, seperti menerima harta ghulul, yang diperoleh dengan cara tidak syar'i, misalnya suap dan sejenisnya. Ketiga, setiap pejabat akan dicek kepemilikan hartanya sebelum dan sesudah menjabat. Keempat, pemberian sanksi yang tegas dan memberikan efek jera kepada koruptor. Dengan ini mereka tidak akan berani mengulangi kembali tindakannya. Seperti cambuk, penyitaan harta, publikasi hingga hukuman mati. Kelima, aturan yang diterapkan berasal dari syariat Islam, yang akan mencegah sedini mungkin perilaku korup. Berbagai upaya melemahkan penanganan korupsi pun tidak akan terjadi.

Demikianlah, penerapan Islam dalam menangani korupsi. Semuanya hanya akan mampu diwujudkan dalam institusi pelaksana syariat, yakni Khilafah Islam.
Wallahu a'lam bishshawab.[]


Photo : Google

Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Previous
Dunia Krisis Pangan, Bagaimana Islam Memandang?
Next
Minimalisme Bertentangan dengan Islam?
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram