"Aktivitas dakwah merupakan aktivitas terbaik dan kewajiban ini mutlak dari Allah. Jadi tidaklah tepat jika kewajiban kaum muslimin untuk saling menyeru dan menasihati dalam kebaikan kepada saudaranya justru akan dipersulit dengan diterapkannya sertifikasi ini."
Oleh. Ummu Ainyssa
NarasiPost.Com-Lagi-lagi pernyataan kontroversial keluar dari ucapan pejabat di negeri ini. Setelah adanya program Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) bagi anggota Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang sempat terjadi banyak perdebatan, kini Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas mewacanakan melakukan sertifikasi wawasan kebangsaan bagi para dai atau penceramah.
Dilansir oleh Tribunnews.com (5/6/2021), dalam rapat dengan Komisi VIII DPR, Senin 31/5/2021 lalu, Menteri Agama Yaqut mengatakan bahwa sertifikasi ini berkaitan dengan penguatan moderasi beragama melalui kompetensi penceramah. Ia juga mengatakan bahwa melalui sertifikasi ini, nantinya para penceramah dan dai akan mampu menjawab isu-isu aktual dengan metode dakwah yang menitikberatkan pada wawasan kebangsaan. Agenda ini dijadikan momen untuk merealisasikan slogan hubbul wathan minal iman. Ia menilai masih ada penceramah yang provokatif dalam materi ceramahnya.
Sontak hal ini pun banyak menuai kritikan dari berbagai pihak. Salah satunya kritikan datang dari politisi Partai Gerindra, Fadli Zon, yang menganggap bahwa program ini hanya akan menjadi alat segregasi para dai, terutama akan meminggirkan para dai yang kritis, sehingga program ini harus ditolak. Fadli juga menyebut program ini sebagai pola klasik jahiliyah yang dipakai Belanda untuk meredam ulama zaman dulu.
Masih dari sumber yang sama, Wakil Ketua MPR RI yang juga anggota Komisi VIII DPR RI, Hidayat Nur Wahid atau HNW mengatakan bahwa program ini hanya akan menambah luka bagi buat Islam yang telah dibuat kecewa dengan pembatalan haji secara sepihak oleh pemerintah. HNW meminta agar Menteri Agama lebih memahami lagi kondisi yang sedang tidak kondusif ini dan menghentikan wacana program yang kontroversial ini.
Sungguh ironi memang, di saat pemerintah yang seharusnya fokus untuk mengurusi masalah mendasar negeri yang tidak kunjung ada habisnya, seperti penanganan pandemi yang belum juga usai, menumpuknya utang negara yang semakin menggunung, ruginya BUMN yang terancam bangkrut, kasus korupsi yang tidak ada habisnya, masalah separatisme, dan lain-lain. Justru pemerintah malah melayangkan pernyataan kontroversial yang bukan menjadi urgensi utama negeri ini.
Sebenarnya program sertifikasi dai bukan kali ini saja dilontarkan. Namun sejak Menteri Agama periode sebelumnya, Lukman Hakim dan Fachri Razi pun sertifikasi dai pernah diwacanakan, namun selalu urung karena mendapatkan kritikan dan penolakan dari berbagai pihak juga.
Dan saat ini, di kala pemerintah sedang gencarnya menggaungkan moderasi beragama, wacana ini kembali dilontarkan. Maka wajarlah jika kemudian ada yang menganggap program ini bisa menjadi alat segregasi para dai, terutama untuk kelompok yang berseberangan dengan program moderasi agama tersebut. Akibatnya dai yang mendakwahkan untuk kembali kepada syariah Islam secara kafah akan disingkirkan karena dianggap tidak lulus sertifikasi, sekalipun masyarakat sangat menyukai dan membutuhkan para dai ini di tengah mereka.
Maka jelaslah bahwa program sertifikasi ini harus ditolak karena jika dilanjutkan maka kemungkinan besar hal ini akan semakin memperuncing terjadinya polarisasi dan bisa memecah belah atau mengadu domba antarkelompok di tengah masyarakat, serta bisa menimbulkan kegaduhan dan tendensi penghadangan kepada para dai yang konsisten dalam mendakwahkan Islam.
Padahal jelaslah di dalam Islam, dakwah atau menyeru kepada jalan kebenaran termasuk amar ma'ruf nahi munkar merupakan salah satu kewajiban bagi setiap muslim. Siapapun yang sudah baligh dan berakal baik laki-laki maupun perempuan mempunyai kewajiban untuk berdakwah, tidak perlu memandang profesi dia sebagai seorang da'i, ustaz, ustazah ataupun bukan, sudah mendapat sertifikasi atau belum.
Allah Swt berfirman di dalam surat at-Taubah: 71 yang artinya, "Dan orang-orang yang beriman laki-laki dan perempuan, sebagian mereka menjadi penolong bagi sebagian yang lainnya. Mereka menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar, mendirikan salat, menunaikan zakat dan mereka taat kepada Allah dan RasulNya. Mereka akan diberi rahmat oleh Allah dan sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana."
Terlebih dakwah merupakan wujud kasih sayang seseorang terhadap saudaranya. Orang yang sayang terhadap saudaranya tentu tidak akan rela jika saudaranya disiksa oleh Allah Swt karena kemaksiatannya. Ia pun tidak ingin disebut sebagai setan bisu karena mendiamkan kemungkaran. Karena itu, ia akan selalu menyuruhnya berbuat taat dan melarangnya berbuat maksiat. Ia akan selalu melakukan amar ma'ruf nahi mungkar.
Allah Swt juga telah menegaskan bahwa aktivitas dakwah merupakan aktivitas terbaik dan kewajiban ini mutlak dari Allah.
"Dan siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang-orang yang menyeru kepada Allah (dakwah), mengerjakan amal shalih dan berkata sesungguhnya aku ini termasuk orang-orang muslim." (TQS Fushilat: 33)
"Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik serta bantahlah mereka dengan cara yang baik." (TQS an-Nahl: 125)
Maka sungguh, tidaklah tepat jika kewajiban kaum muslimin untuk saling menyeru dan menasihati dalam kebaikan kepada saudaranya justru akan dipersulit dengan diterapkannya sertifikasi ini. Bukankah Rasulullah Saw pernah mengingatkan tentang dua pilihan yang sangat jelas dalam hadisnya yang diriwayatkan oleh Tirmidzi:
"Demi Zat yang jiwaku berada di tangan-Nya, sungguh kalian (memiliki dua pilihan) yaitu benar-benar memerintah berbuat ma'ruf (amar ma'ruf) dan melarang berbuat munkar (nahi munkar), ataukah Allah akan mendatangkan siksa dari sisi-Nya yang akan menimpa kalian. Kemudian setelah itu kalian berdoa, maka doa itu tidak akan dikabulkan."
Hadis tersebut memberikan kepada kita dua pilihan, berdakwah ataukah azab serta tidak terkabulnya doa. Padahal Allah Swt telah berjanji untuk mengabulkan doa bagi siapapun yang berdoa. Namun qorinah yang ada pada hadis di atas menunjukkan adanya ancaman siksaan bagi yang tidak melakukan amar ma'ruf nahi munkar. Qorinah tersebut masuk dalam kategori qorinah yang jazm atau tegas. Artinya, siapa pun yang meninggalkan dakwah, akan mendapatkan siksa dan doanya tidak terkabul. Hal ini menunjukkan bahwa dakwah itu hukumnya wajib dari Allah dan tidak perlu sertifikasi dari manusia.[]
Photo : Pinterest
Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya. NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]