Sertifikasi Dai, Bukti Derasnya Arus Moderasi Agama di Indonesia

"Ingatlah, kutukan Allah (ditimpakan) atas orang-orang zalim, (yaitu) orang-orang yang menghalangi (manusia) dari jalan Allah dan menghendaki (supaya) jalan itu bengkok. Mereka itulah orang-orang yang tidak meyakini adanya Hari Akhirat. Mereka itu tidak mampu menghalang-halangi Allah untuk (mengazab mereka) di bumi ini. Sekali-kali tidak ada bagi mereka penolong selain Allah Swt. Siksaan itu dilipatgandakan atas mereka.” (TQS Hud [11]: 18-20)


Oleh. Nurjamilah, S.Pd.I.
(Kontributor Tetap NarasiPost.com)

NarasiPost.Com-Isu moderasi agama terus digulirkan oleh penguasa negeri ini. Isu tersebut merasuki berbagai kebijakan dalam banyak ranah, dari level tertinggi hingga level terendah, semisal program TWK KPK yang kontroversial, dan kini program Sertifikasi Dai oleh Kemenag. Moderasi agama ini sejatinya ingin mengamputasi ajaran Islam, mengenyahkan esensi dakwahnya, serta membungkam para pendakwahnya dari aktivitas amar makruf nahi munkar, baik kepada masyarakat terlebih kepada penguasa. Demi memenuhi hasrat kepentingannya, mereka luncurkan berbagai program yang sebenarnya tidak dibutuhkan masyarakat. Tampak sekali arogansi dan ketakutan mereka akan bangkitnya Islam dan kaum muslim.

Dikutip dari republika.com (04/06/2021) bahwa Menteri Agama (Menag), Yaqut Cholil Qoumas, dalam Rapat Kerja Komisi VII DPR menyebut akan melakukan sertifikasi wawasan kebangsaan bagi para dai dan penceramah. Hal ini dilakukan demi penguatan terhadap moderasi beragama. Menanggapi hal ini, Sekretaris Jenderal (Sekjen) MUI, Dr. Amirsyah Tambunan, menolak rencana tersebut. Sebab sertifikasi ini tidak jelas manfaat yang diterima oleh penceramah dan dai yang akan disertifikasi.

Ketua Umum Ikatan Dai Seluruh Indonesia (Ikadi), K.H. Ahmad Satori, mengingatkan bahwa jangan sampai ada syahwat dari golongan tertentu dalam sertifikasi dai berwawasan kebangsaan ini. (ayobandung.com, 04/06/2021)

Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Kemenag, Kamaruddin Amin, mengatakan bahwa program sertifikasi dai disebut dengan bimbingan teknis (Bimtek) penceramah agama. Bagi yang belum mengikuti program ini, diperbolehkan berdakwah dengan catatan konten dakwah yang disampaikan teduh, damai, mengajak pada persatuan, dan menghormati perbedaan (www.pikiranrakyat.com, 02/06/2021)

Sertifikasi Dai demi Sukseskan Moderasi Agama

Sertifikasi dai yang gencar dilancarkan oleh Kemenag saat ini bukan tanpa tujuan. Diawali dengan program Bimtek yang wajib diikuti oleh dai seluruh nusantara, tentu saja kontennya sarat dengan wawasan kebangsaan dan moderasi agama. Dari sanalah pemerintah akan mengeluarkan sertifikat bagi para dai yang lulus dan siap menjadi corong bagi dakwah ajaran Islam yang sesuai dengan pandangan Islam moderat. Islam teduh dan damai serta mampu bertoleransi bahkan menerima nilai-nilai Barat.

Dilansir dari merdeka.com (02/06/2021) bahwa menurut Yaqut, sertifikasi dilakukan dengan memberikan bimbingan soal moderasi beragama kepada para dai dengan menggandeng ormas Islam. Fasilitas pembinaan ini untuk meningkatkan kompetensi para dai dalam menjawab dan merespon isu-isu aktual dengan strategi metode dakwah yang menitikberatkan pada wawasan kebangsaan atau sejalan dengan slogan hubbul wathon minal iman (cinta tanah air bagian dari iman).

Mengutip pidato Presiden Jokowi, bahwa tahun 2022 telah dicanangkan sebagai tahun moderasi. Maka oleh Menag Yaqut tahun 2021 ini sudah harus dimulai program-program moderasi itu, yang salah satunya adalah adanya desa moderasi beragama di Desa Baleharjo, Kabupaten Gunung Kidul, Yogyakarta.
Sebagaimana kita pahami bahwa Indonesia mengusung konsep Islam moderat, yakni Islam yang legowo menerima nilai-nilai Barat, yaitu sekularisme (paham yang memisahkan antara agama dan kehidupan), kapitalisme, liberalisme, demokrasi, nasionalisme, hedonisme, dan lain sebagainya.

Sekularismelah yang membatasi ruang lingkup Islam hanya pada urusan akidah, ibadah, dan akhlak semata, itu pun cukup dilaksanakan oleh individu saja. Sedangkan, untuk urusan politik dan perundang-undangan dalam lingkup negara tidak diberikan ruang sama sekali.
Maka untuk mencapai target itu mereka merasa penting untuk memahamkan kepada para simpul umat, yaitu ulama dan dai soal moderasi agama atau konsep Islam moderat. Sehingga, dilakukan program sertifikasi dai, agar yang disampaikan kepada masyarakat itu sesuai dengan tujuan, yaitu menjadikan umat Islam sebagai pribadi yang moderat sebagaimana rekomendasi Barat.

Miris, padahal Indonesia adalah negeri yang mayoritas penduduknya beragama Islam. Bahkan, boleh jadi jumlahnya mengungguli negara lain di dunia ini. Semestinya yang diterapkan dalam negara ini adalah syariat Islam kafah, bukan moderasi agama.

Prinsip hidup seorang muslim adalah secara totalitas menyerahkan apa pun yang dimilikinya semata untuk Allah Swt. Salat, ibadah, bahkan hidup dan matinya pun dipersembahkan demi meraih rida Allah Swt. Selanjutnya dibarengi dengan kepatuhan kepada hukum-hukum Allah dalam berbagai lini kehidupan, termasuk urusan politik dan kenegaraan. Sesuai firman-Nya,
“Maka demi Tuhanmu, mereka tidak beriman sebelum mereka menjadikan engkau (Muhammad) sebagai hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, (sehingga) kemudian tidak ada rasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang engkau berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.” (QS.an-Nisa; 65)

Berdasarkan hal itu, maka program sertifikasi dai jelas kontraproduktif, kebijakan ini diduga kuat ditunggangi pemerintah guna membungkam para dai kritis yang senantiasa mengoreksi kebijakan penguasa, padahal itu bagian dari kewajiban amar makruf nahi munkar.
Program ini juga bisa menimbulkan perpecahan yang berujung konflik di tengah masyarakat. Bahkan, memicu stigmatisasi terhadap dai yang belum bersertifikat, sehingga mereka terancam kehilangan panggung dakwah. Padahal, kewajiban dakwah merupakan perintah Allah, bukan berdasarkan sertifikasi pemerintah.
Otomatis ini akan membatasi gerak dakwah, bahkan bisa memadamkan cahaya (agama) Allah. Semua pihak penyelenggara kegiatan dakwah, termasuk Dewan Kemakmuran Masjid (DKM) berpeluang diintervensi untuk menghadirkan dai bersertifikat saja. Walhasil, masyarakat akan sulit mendapatkan pencerahan dari dai yang lurus dan lantang menyuarakan Islam kafah karena dianggap dai liar.

Oleh karena itu, sebaiknya pemerintah segera menghentikan program-program kontraproduktif yang sebenarnya tidak dibutuhkan masyarakat. Terlebih moderasi agama ini dampaknya sangat membahayakan, karena bisa menjauhkan kaum muslim dari pemahaman yang benar mengenai Islam. Lagipula keberadaan dai selama ini pun bersifat suka rela, sama sekali tidak mendapat sokongan dana dari pemerintah. Lantas, mengapa harus direpotkan dengan program ini itu? Dengan mereka mau berdakwah ikhlas karena Allah tanpa mengharap pamrih apa pun, itu sudah prestasi.

Seharusnya pejabat pemerintahlah yang mendapat sertifikasi terkait keimanan dan ketaatannya pada agama yang dianutnya, sekaligus mengukur rasa cintanya pada negeri ini, apakah cinta sejati atau slogan semata? Jika tergolong orang yang taat dan tulus mencintai negeri ini, maka pasti akan berupaya seoptimal mungkin untuk menyelesaikan berbagai problematika dan memenuhi kebutuhan masyarakat. Bukan malah terus menerus mengeluarkan kebijakan kontroversial yang tidak direstui rakyat.

Dakwah itu Perintah Allah, Tak Butuh Sertifikat

Islam adalah agama yang diturunkan Allah kepada Rasulullah Saw yang mengatur hubungan antara manusia dengan Al-Khalik (akidah dan ibadah), diri sendiri (makanan, minuman, pakaian, dan akhlak) dan sesama manusia (uqubat dan muamalah). Risalah yang paripurna tersebut sampai kepada umat saat ini hingga penjuru dunia berkat dakwah Rasulullah bersama dengan para sahabat.

Akan tetapi, dakwah bukan hanya wajib bagi orang tertentu. Dakwah menjadi kewajiban setiap muslim, yaitu bagi laki-laki maupun perempuan yang telah baligh dan berakal. Allah Swt berfirman,
Karena itu berdakwahlah dan beristikamahlah sebagaimana diperintahkan kepada kamu dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka.” (TQS asy-Syura [42]: 15).

Allah Swt pun berfirman,
Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik serta bantahlah mereka dengan cara yang baik.” (TQS an-Nahl [16]: 125)

Rasulullah Saw. pun bersabda,
“Sampaikan dariku walaupun hanya satu ayat.” (HR al-Bukhari)

Dari dalil-dalil di atas dapat dipahami bahwa ternyata dakwah bukan sekadar kewajiban ulama, ustaz atau pun dai saja, terlebih dai yang nantinya mendapat sertifikat dari pemerintah. Jadi, pengemban dakwah terjamin legalitasnya untuk bisa berdakwah kapan pun dan di mana pun, tidak membutuhkan sertifikat untuk berdakwah.

Dakwah adalah mengajak manusia dari kegelapan menuju cahaya terang Islam. Menuntun manusia kepada jalan Allah. Di dalamnya terdapat aktivitas yang mulia, yaitu amar makruf nahi munkar.

Allah Swt berfirman (yang artinya): “Orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh yang makruf dan mencegah yang mungkar…” (TQS at-Taubah [9]: 71)

Jika kewajiban amar makruf nahi munkar ini ditinggalkan, maka akan mengundang amarah dan azab Allah Swt.
Demi Allah yang jiwaku berada di tangan-Nya. Kalian harus melakukan amar makruf nahi mungkar atau (jika tidak) Allah akan menimpakan azab-Nya atas kalian. Lalu kalian berdoa kepada-Nya, tetapi Dia tidak mengabulkan doa kalian.” (HR.Ahmad dan at-Tirmidzi)

Karena azab Allah tidak hanya ditimpakan kepada pelaku maksiat, tetapi juga pada siapa saja yang mendiamkan apalagi mendukung tindakan kemaksiatan. Berhentinya seseorang dalam beramar makruf nahi munkar berarti menghalalkan dirinya ditimpa bencana dan kepedihan baik di dunia maupun di akhirat nanti. Allah Swt berfirman,
Peliharalah diri kalian dari fitnah (bencana) yang tidak khusus menimpa orang-orang zalim saja di antara kalian. Ketahuilah, Allah amat keras siksaan-Nya.” (TQS al-Anfal [8]: 25)

Jika meninggalkan aktivitas dakwah sekaligus amar makruf nahi munkar saja sudah berdosa, apalagi menghalang-halangi aktivitas mulia ini. Kutukan, celaan, murka, dan azab pedih pasti diberikan bagi para penghalang dakwah. Ini adalah bentuk pengkhianatan terbesar manusia terhadap Allah dan Rasul-Nya.

"Ingatlah, kutukan Allah (ditimpakan) atas orang-orang zalim, (yaitu) orang-orang yang menghalangi (manusia) dari jalan Allah dan menghendaki (supaya) jalan itu bengkok. Mereka itulah orang-orang yang tidak meyakini adanya Hari Akhirat. Mereka itu tidak mampu menghalang-halangi Allah untuk (mengazab mereka) di bumi ini. Sekali-kali tidak ada bagi mereka penolong selain Allah Swt. Siksaan itu dilipatgandakan atas mereka.” (TQS Hud [11]: 18-20)

Wahai para pemangku kebijakan, takutlah kalian pada ancaman Allah. Sungguh, derita yang kita tanggung akibat pandemi belumlah usai. Jangan tambah nestapa ini dengan menantang Sang Khalik untuk menurunkan azab pedih yang tak akan sanggup kita tanggung, tersebab menghalangi dakwah para pengemban dakwah. Dukunglah para pengemban dakwah untuk menyebarkan ajaran Islam kafah di tengah masyarakat agar mereka kembali pada pemahaman Islam yang benar, lurus, dan utuh. Berikanlah pertolongan dan perlindungan terhadap aktivitas dakwah yang mengajak kepada seluruh manusia untuk kembali pada fitrahnya, yaitu menerapkan syariat Islam kafah dalam naungan Khilafah Rasyidah yang diridai-Nya. Karena dengan cara inilah rahmat dan keberkahan akan tercurahlimpahkan kepada bumi pertiwi ini.
Wallahu a’lam bi ash-shawwab[]


Photo : Pinterest

Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Previous
Menarik Pajak Tanpa Memalak
Next
Waspada!!! Warisan Utang Indonesia
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram