Praktik Khas Kapitalisme yang Serakah Diamankan dengan Tes Wawasan Kebangsaan Pegawai Antirasuah

Ya Allah, barangsiapa yang diberi tanggung jawab untuk menangani urusan umatku, lalu ia mempersulit mereka, maka persulitlah hidupnya. Dan barangsiapa yang diberi tanggung jawab untuk mengurusi umatku, lalu ia memudahkan urusan mereka, maka mudahkanlah hidupnya.” (HR Muslim)


Oleh: Ummu Syaakir

NarasiPost.Com-Dalam rangka menjadikan pegawai tetap KPK menjadi ASN, dilakukan Tes Wawasan Kebangsaan (TWK). Sesuai dengan pertimbangan MK dalam putusan pengujian Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang perubahan kedua UU KPK yang menyatakan bahwa proses pengalihan status pegawai KPK menjadi ASN tidak boleh merugikan hak pegawai.(Kompas.com, 31/5/21)

Namun, bagai buah simalakama, sebanyak 75 pegawai KPK dinyatakan tidak lolos TWK. 51 di antaranya diberhentikan dan 24 pegawai akan dibina kembali.

Padahal, Jokowi meminta agar hasil TWK tidak serta-merta bisa dijadikan dasar untuk memberhentikan para pegawai yang tidak lolos tes. Menurut Boyamin, status tersebut hanya bisa diberhentikan apabila ada pegawai yang melanggar hukum. Ia pun menilai, ada upaya dari pihak tertentu untuk memecat orang yang berkinerja baik dari Lembaga Antirasuah itu. (Kompas.com, 31/5/21)

Yang lebih tidak masuk akal, TWK yang diujikan kepada para pegawai tetap antirasuah itu tidak berkesinambungan dengan tugas dan tanggung jawab mereka sebagai abdi negara. Di dalamnya diberikan berbagai pertanyaan yang sejatinya merupakan hak setiap individu, misalnya saja terkait penggunaan jilbab atau kerudung yang merupakan bagian dari hak menjalankan ajaran agama. Menjadi rancu ketika hak tersebut dikaitkan dengan rasa cinta tanah air, sedangkan menurut UU setiap individu dijamin kebebasan menjalankan agamanya.

Setiap orang berhak memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali.” (Pasal 28 E ayat 1 UUD 1945)

TWK ini akhirnya menimbulkan polemik dan kecurigaan adanya upaya pelemahan lembaga antirasuah tersebut dari orang-orang yang sejatinya berintegritas, namun dianggap berbahaya bagi pelaku korupsi.

Sistem kapitalisme yang serba mahal memang melahirkan para pejabat-pejabat korup demi mengembalikan modal yang telah dikeluarkan untuk mencapai jabatan. Naik tahta dalam sistem kapitalisme membutuhkan biaya yang besar. Mulai dari mengampanyekan diri, membuat deal-deal politik agar mendapatkan sokongan dari para kapital sudah menjadi hal yang lumrah dalam sistem kapitalisme.

Mendapatkan jabatan demi memperkaya diri telah menjadi karakter yang melekat pada individu. Ini semua adalah buah dari sistem kapitalisme yang menjadikan materi sebagai standar kebahagiaan. Akhirnya, manusia mengejar materi demi mencapai standar bahagia. Pola inilah yang terus melahirkan para pejabat korup dan menjegal berbagai lembaga yang seharusnya berdiri gagah menjaga kepentingan rakyat, namun akhirnya kerdil karena kebijakan yang salah arah.

Selama sistem kehidupan masih menggunakan kapitalisme, maka bukan hanya pegawai antirasuah saja yang tidak mendapat keadilan. Akan tetapi, yang lebih krusial adalah praktik korupsi yang telah menjamur tidak mungkin mampu diberantas tuntas dalam sistem ini.

Negeri ini membutuhkan sebuah sistem pengganti yang tidak hanya mampu meluluhlantakan praktik korupsi, namun juga mampu menjamin kesejahteraan rakyat dengan sistem kehidupan yang adil. Islam merupakan sebuah sistem yang mampu memberantas korupsi dengan menerapkan lapisan-lapisan aturan untuk menuntaskan korupsi.

Pertama, sistem Islam membentuk individu yang bertakwa. Dengan keimanan Islam, individu yang mendapatkan amanah, akan menjalankan amanah tersebut tanpa mencuranginya. Tidak menggunakan jabatan yang ada demi menyejahterakan diri. Sebagaimana dicontohkan oleh khalifah Umar bin Khattab ra. yang begitu ketakutan ketika ada jalan berlubang yang mencelakai seekor keledai. Beliau ra. merasa sangat bersalah ketika tidak menyediakan fasilitas umum dengan baik, meskipun hanya untuk seekor keledai. Terlebih untuk masyarakat, tentu pelayanan terbaiklah yang disiapkannya.

Individu yang bertakwa akan menjaga amanah dengan sungguh-sungguh karena ia memahami beratnya pertanggungjawaban di hadapan Allah.

Kedua, Islam menjadikan standar kebahagiaan adalah mendapatkan rida Allah. Maka, jika ini telah tertanam pada setiap individu, terutama para pemimpin negeri, tentu akan menjadikan mereka totalitas dalam memberikan pelayanan kepada rakyat demi mendapatkan keridaan Allah. Cukuplah doa Baginda Nabi Saw menjadikan renungan untuk bersungguh-sungguh dalam melayani rakyat. Nabi saw berdoa, “Ya Allah, barangsiapa yang diberi tanggung jawab untuk menangani urusan umatku, lalu ia mempersulit mereka, maka persulitlah hidupnya. Dan barangsiapa yang diberi tanggung jawab untuk mengurusi umatku, lalu ia memudahkan urusan mereka, maka mudahkanlah hidupnya.” (HR Muslim)

Ketiga, jika dengan pembentukan individu yang bertakwa masih juga terselip orang-orang tamak harta, hingga tetap melakukan praktik korupsi, maka hukum Islam akan bertindak tegas.

Hukum Islam dalam pemberantasan perilaku kecurangan, termasuk korupsi adalah dengan memiskinkan para pelakunya. Harta hasil korupsi akan disita oleh negara dan akan diumumkan di depan khalayak. Hukuman ini memiliki dua fungsi, yaitu menebus dosa pelaku kecurangan serta mencegah orang lain untuk melakukan hal serupa.

Sistem Islam telah terbukti mampu menuntaskan korupsi, bukan sekadar membentuk lembaga anti korupsi seperti dalam sistem kapitalisme, yang pada akhirnya dikebiri oleh sistem itu sendiri. Namun Islam memiliki berbagai upaya preventif dan kuratif untuk mencegah dan menuntaskan kecurangan dalam masyarakat.

Wallahu a'lam[]


Photo : Google

Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Previous
Wisuda Corona
Next
Positive Parenting: Cara-Cara Islami Mengembangkan Karakter Positif pada Anak Anda
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram